Rabu, 01 April 2020

Filsafat Skolastik


Mata Kuliah
Dosen Pembimbing
Pengantar Filsafat
Abdul Hadi, S.Ag M.Ag

FILSAFAT SKOLASTIK
Oleh: Kelompok 9



Muhammad Fikri
:
18.12.4527
Muhammad Nashrul Fahma
:
18.12.4495
Muhammad Nasir
:
18.12.4614
Muhammad Mirwan
:
18.12.4536
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM
MARTAPURA
2018-2019


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan taufik dan hidayah-Nya jualah kami mampu menyelesaikan makalah pancasila yang berjudul “FILSAFAT SKOLASTIK”.Sholawat dan salam senantiasa kita curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, beserta seluruh keluarga beliau, sahabat-sahabat beliau, dan para pemgikut beliau dari dulu, sekarang dan masa akan datang.
Di dalam penyajian makalah ini, kami berusaha menyajikan dalam bentuk yang sederhana, agar mudah dalam menelaah dan memahaminya. Kami berharap dapat bermanfaat tidak hanya untuk penyusun pada khususnya, tetapi pembaca pada umumnya.
Kami menyadari keterbatasan yang terdapat di dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, kami berharap kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak, terutama dari bapak Abdul Hadi, S.Ag M.Ag, sebagai dosen pembimbing mata kuliah Pengantar Filsafat demi menyempurnakan isi, cara penulisan, dll.
Akhir kata, kami ucapkan terimakasih kepada para penerbit dan pengarang buku, serta situs internet dalam mengikat pembahasan yang bersentuhan langsung dengan topik yang kami susun.


                                                              Martapura, 1 Januari 2019
                                                                               Penulis :


                                                                       Kelompok  9



DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang............................................... 1
B.    Rumusan Masalah.......................................... 2
C.   Tujuan............................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN
A.   Pengertian Skolastik....................................... 3
B.    Sejarah Filsafat Skolastik............................... 4
C.   Perkembangan Filsafat Skolastik................... 6
D.   Masa Awal Skolastik....................................... 7
E.    Masa Kejayaan Skolastik.............................. 10
F.    Masa Akhir Skolastik.................................... 13

BAB III PENUTUP
A.   Kesimpulan................................................... 16
B.    Saran............................................................. 16

DAFTAR PUSTAKA





BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
            Filsafat pada abad pertengahan (476-1492) adalah suatu arah pemikiran yang berbeda sekali dengan arah pemikiran dunia kuno. Filsafat abad pertengahan menggambarkan suatu zaman yang baru sekali di tengah-tengah suatu rumpun bangsa yang baru, yaitu bangsa Eropa barat. Filsafat yang baru ini disebut Skolastik. Filsafat barat abad petengahan dapat dikatakan sebagai “abad gelap” karena berdasarkan pada pendekatan sejarah gereja, saat itu tindakan gereja sangat membelenggu kehidupan manusia, sehingga manusia tidak lagi memiliki kebebasan untuk mengembangkan potensi dirinya. Semua hasil-hasil pemikiran manusia diawasi oleh kaum gereja dan apabila terdapat pemikiran yang bertentangan dengan ajaran gereja, maka orang yang mengemukakannya akan mendapatkan hukuman yang berat.
Masa abad pertengahan dibagi menjadi 2 (dua) masa yaitu masa Patristik dan masa Skolastik. Istilah skolastik adalah kata sifat yang berasal dari kata school, yang berarti sekolah. Atau dari kata schuler yang mempunyai arti kurang lebih sama yaitu ajaran atau sekolahan. Yang demikian karena sekolah yang diadakan oleh Karel Agung yang mengajarkan apa yang diistilahkan sebagai artes liberales (seni bebas) meliputi mata pelajaran gramatika, geometria, arithmatika, astronomi, musika, dan dialektika. Dialektika ini sekarang disebut logika dan kemudian meliputi seluruh filsafat. Jadi, skolastik berarti aliran atau yang berkaitan dengan sekolah.
Tema filsafat periode ini adalah hubungan akal budi dan iman, adanya dan hakekat Tuhan, antropologi, etika dan politik. Otonomi filsafat yang bertumpu pada akal, yang merupakan salah satu kodrat manusia dipertahankan. Para filosof aliran skolastik menerima doktrin gereja sebagai dasar pandangan filosofisnya. Mereka berupaya memberikan pembenaran apa yang telah diterima dari gereja secara rasional.
            Prinsip metode skolastik adalah sintesis-deduktif. Prinsip ini menekankan segi yang sebenarnya terdapat pada semua filsafat dan ilmu. Prinsip deduktif adalah prinsip awal dari filsafat skolastik. Bertitik tolak dari prinsip sederhana yang sangat umum diturunkan hubungan-hubungan yang lebih kompleks dan khusus. Di dunia barat sudah lama dikenal prinsip logika Aristoteles. Prinsip logika ini diintegrasikan dengan prinsip ajaran neoplatonis dan agustinian. Prinsip aristotelian mengenai nova logica mendapatkan koreksi dan tambahan pada ajaran neoplatonis. Metode-metode itu diinterpretasikan dengan cara dan gaya lebih baru yang dikembangkan oleh Thomas Aquinas

B.    Rumusan masalah
1.      Apa pengertian dari Skolastik?
2.      Bagaimana Sejarah Filsafat Skolastik?
3.      Bagaimana Perkembangan Filsafat Skolastik?
4.      Bagaimana Masa Awal Skolastik?
5.      Bagaimana Masa Kejayaan Skolastik?
6.      Bagaimana Masa Akhir Skolastik?
C.   Tujuan
1.      Mengetahui Pengertian Skolastik
2.      Mengerti sejarah Filsafat Skolastik
3.      Mengetahui Perkembangan Filsafat Skolastik
4.      Mengetahui Masa Awal Skolastik
5.      Mengetahu Masa Kejayaan Skolastik
6.      Mengetahui Masa Akhir Skolatik



BAB II
PEMBAHASAN
A.   Pengertian Skolastik
            Istilah skolastik adalah kata sifat yang berasal dari kata school, yang berarti sekolah. Atau dari kata schuler yang mempunyai arti kurang lebih sama yaitu ajaran atau sekolahan. Yang demikian karena sekolah yang diadakan oleh Karel Agung yang mengajarkan apa yang diistilahkan sebagai artes liberales (seni bebas) meliputi mata pelajaran gramatika, geometria, arithmatika, astronomi, musika, dan dialektika. Dialektika ini sekarang disebut logika dan kemudian meliputi seluruh filsafat.[1] Jadi, skolastik berarti aliran atau yang berkaitan dengan sekolah.
            Kata skolastik menjadi istilah bagi filsafat pada abad 9 s/d 15 yang mempunyai corak khusus yaitu filsafat yang dipengaruhi agama.[2] Filsafat skolastik merupakan corak khas dari sejarah filsafat abad pertengahan. Filsafat skolastik adalah filsafat yang mengabdi pada teologi atau filsafat yang rasional memecahkan persoalan-persoalan mengenai berpikir, sifat ada, kejasmanian, kerohanian, baik buruk.
            Sebutan skolastik mengungkapkan bahwa ilmu pengetahuan abad pertengahan diusahakan oleh sekolah-sekolah, dan bahwa ilmu itu terikat pada tuntutan pengajaran di sekolah-sekolah itu. Pada waktu itu rencana pelajaran sekolah-sekolah meliputi suatu studi duniawi yang terdiri dari 7 kesenian bebas (artes liberalis) yang dibagi menjadi 2 bagian, yaitu : Trivium, 3 mata pelajaran bahasa, yang meliputi Tata BahasaRetorika dan Dialektika (yaitu semacam tehnik berdiskusi), yang dimaksud sebagai Pendidikan Umum. Dan Quadravium, 4 mata pelajaran matematika, yang meliputi Ilmu Hitung, Ilmu Ukur, Ilmu Perbintangan dan Musik, yang dimaksud bagi mereka yang ingin belajar lebih tinggi(teologia) atau ingin menjadi sarjana. Dari sini jelas, bahwa dialektika termasuk pendidikan yang lebih rendah (trivium), sebagai persiapan bagi quadrivium, yang dipandang lebih tinggi kedudukannya dari pada mata pelajaran bahasa. Akan tetapi di sepanjang perjalanan abad keabad, keadaanpun berubah. Buku-buku pegangan dialektika lama-kelamaan diganti dengan karangan-karangan Aristoteles mengenai logika, sedang dalam perkembangannya yang lebih lanjut lagi pelajaran Artes Liberales makin diubah menjadi studi filsafat, terutama filsafat Aristoteles. Demikianlah filsafat menjadi penting.

B.    Sejarah Filsafat Skolastik
          Abad pertengahan masa skolastik adalah gambaran seutuhnya peta pemikiran filsafat pada abad pertengahan. Abad pertengahan seringkali di tuduh sebagai masa suram (abad gelap) dunia filsafat, dengan dalih kuatnya dominasi dan otoritas agama dalam pemikiran filsafat masa itu. Filsafat dianggap seolah-olah tidak lebih sebagai instrument dalam upaya menjustifikasi teologi agama. Wilayah kekuasaan romawi baik di timur maupun di barat, dikuasai hampir seluruhnya oleh “dinasti” Kristen (katolik). Kolaborasi antara penguasa dengan gereja menjadi suatu kekuatan super power dalam struktur masyarakat. Dalam dunia Kristen inilah filsafat abad pertengahan tumbuh berkembang, dan ini yang meniscayakan adanya corak filsafat yang berasaskan teologi.
            Filsafat abad pertengahan di barat (dunia Kristen), antara abad 1 s.d awal abad 16 M, seringkali dibagi dalam dua masa, yakni masa Patristic dan masa Skolastik, yang berpusat di Athena, Alexandria dan Byzantium. Kedua masa itu corak filsafatnya tetap di cirikan oleh kuatnya Kredo Iman (dogma agama) yang lebih bernuansa metafisis ketimbang rasionalitas/nalariah. Bangunan etistemonologinya bersumber dari filsafat Platonian dan Stoisisme.
            Sejak abad ke-5 hingga ke-8 Masehi, pemikiran filsafat patristik mulai merosot, terlebih lagi pada abad ke-6 dan ke-7 dikatakan abad kacau. Hal ini disebabkan pada saat itu terjadi serangan terhadap Romawi sehingga kerajaan Romawi beserta peradabannya ikut runtuh yang telah dibangun selama berabad-abad.
            Baru pada abad ke-8 Masehi, kekuasaan berada di bawah Karel Agung (742 – 814) dapat memberikan suasana ketenangan dalam bidang politik, kebudayaan, dan ilmu pengetahuan, termsuk kehidupan manusia serta pemikiran filsafat menampakkan mulai adanya kebangkitan. Kebangkitan inilah yang merupakan kecemerlangan abad pertengahan. Pada mulanya skolastik ini timbul pertama  kalinya di biara Italia Selatan dan pada akhirnya sampai berpengaruh ke Jerman dan Belanda. Kurikulum pengajaranya meliputi studi duniawi, tata bahasa, retorika, dialektika, ilmu hitung, ilmu ukur, ilmu ukur, ilmu perbintangan dan musik.
            Sutardjo Wiramihardja mengatakan bahwa zaman ini berhubungan dengan terjadinya perpindahan penduduk, yaitu perpindahan bangsa Hun dari Asia ke Eropa sehingga bangsa Jerman pindah melewati perbatasan kekaisaran Romawi yang secara politik sudah  mengalami kemerosotan[3]. Walaupun demikian masa ini merupakan kebangkitan pemikiran abad pertengahan yang mana sebelumnya merosot karena kuatnya dominasi golongan Gereja[4].
            Filsafat Barat abad pertengahan (476-1492 M) juga dapat dikatakan sebagai abad gelap. Berdasarkan pada pendekatan sejarah gereja, saat itu tindakan gereja sangat membelenggu kehidupan manusia. Manusia tidak lagi memiliki kebebasan untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya. Para ahli pikir saat itu juga tidak memiliki kebebasan berpikir. Apalagi terdapat pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan agama ajaran gereja. Siapapun orang yang mengemukakannya akan mendapat hukuman berat. Pihak gereja melarang diadakannya penyelidikan-penyelidikan berdasarkan rasio terhadap agama. Karena itu kajian terhadap agama (teologi) yang tidak berdasarkan pada ketentuan gereja akan mendapat larangan yang ketat. Yang berhak mengadakan penyelidikan terhadap agama hanyalah pihak gereja. Kendati demikian, ada juga yang melanggar peraturan tersebut dan mereka dianggap orang murtad dan kemudian diadakan pengejaran (inkuisisi). Pengejaran terhadap orang-orang murtad ini mencapai puncaknya pada saat Paus Innocentius III diakhir abad XII, dan yang paling berhasil di Spanyol.[5]
C.   Perkembangan Filsafat Skolastik
          Istilah skolastik adalah kata sifat yang berasal dari kata School, yang berarti sekolah. Jadi skolastik berarti aliran atau yang berkaitan dengan sekolah. Perkataan skolastik merupakan corak khas dari sejarah filsafat abad pertengahan.
Terdapat beberapa pengertian dari corak khas skolastik, yaitu:
a.       Filsafat Skolastik adalah filsafat yang mempunyai corak semata-mata agama. Skolastik ini sebagai bagian dari kebudayaan abad pertengahan yang religius.
b.      Filsafat Skolastik adalah filsafat yang mengabdi pada teologi atau filsafat yang rasional, memecahkan persoalan-persoalan mengenai berpikir, sifat ada, kejasmanian, kerohanian, baik buruk. Dari rumusan tersebut kemudian muncul istilah Skolastik Yahudi, Skolastik Arab, dan lain-lain.
c.       Filsafat Skolastik adalah sistem yang termasuk jajaran pengetahuan alam kodrat, akan dimasukkan ke dalam bentuk sintesis yang lebih tinggi antara kepercayaan dan akal.
d.      Filsafat Skolastik adalah filsafat Nasrani karena banyak dipengaruhi oleh ajaran Gereja

Filsafat skolastik ini dapat berkembang dan tumbuh karena beberapa faktor, yaitu:

a.       Faktor Religius 
            Faktor religius dapat mempengaruhi corak pemikiran filsafatnya. Yang dimaksud dengan faktor religius adalah keadaan lingkungan saat itu yang berkehidupan religius. Mereka beranggapan bahwa hidup di dunia ini merupakan suatu perjuangan ke tanah suci Yerussalem, dunia ini hanyalah negeri asing dan sebagai tempat pembuangan limbah air mata saja (tempat kesedihan). Mereka meyakini bahwa manusia tidak bisa sampai ke tanah airnya (surga) dengan kemampuannya sendiri, sehingga harus ditolong. Karena manusia itu memiliki kelemahan yang dilakukan (diwariskan) oleh Adam, mereka juga berkeyakinan bahwa Isa anak Tuhan berperan sebagai pembebas dan pemberi bahagia. Ia juga memberi pengampunan sekaligus menolongnya. Maka, hanya dengan jalan pengampunan inilah manusia dapat tertolong agar dapat mencapai tanah airnya (surga). Anggapan dan keyakinan inilah yang dijadikan dasar pemikiran filsafatnya.

b.      Faktor Pengetahuan
            Pada saat itu telah banyak didirikan lembaga pengajaran yang diupayakan oleh biara-biara, gereja, ataupun dari keluarga istana. Kepustakaannya diambil dari para penulis Latin, Arab (Islam) dan Yunani.

D.   Masa Awal Skolastik
          Sejak abad V hingga VIII Masehi, pemikiran filsafat patristik mulai merosot terlebih lagi pada abad 6 dan 7 di katakan itu terjadi serangan terhadap romawi sehingga kerajaan romawi beserta peradabannya ikut runtuh yang telah dibangun berabad-abad.
            Masa ini merupakan kebangkitan pemikiran di abad pertengahan setelah terjadi kemerosotan, pemikiran filsafat pada masa sebelumnya yang disebabkan kuatnya dominasi golongan gereja.
            Pada saat itu muncul ilmu pengetahuan yang di kembangkan di sekolah-sekolah. Pada mulanya skolastik timbul pertama kalinya di biara Italia Selatan dan akhirnya berpengaruh ke daerah-daerah lain.
            Pada sekolah-sekolah saat itu diterapkan kurikulum ajaran yang meliputi tata bahasa, retorika, dialektika (seni berdiskusi), ilmu hitung, ilmu ukur, ilmu perbintangan dan musik. Pada masa ini persoalan pemikiran yang paling menonjol ialah hubungan antara rasio dengan wahyu (agama)
          Pada abad ke-9 sampai abad ke-15, skolastik menjadi istilah bagi filsafat yang mempunyai corak khusus, yaitu filsafat yang dipengaruhi agama.[6] Sampai pertengahan abad ke-12, orang-orang Barat belum pernah mengenal filsafat Aristoteles secara keseluruhan. Scholastik Islam-lah yang membawakan perkembangan filsafat di Barat, terutama berkat tulisan dari para ahli fikir Islam (filsuf), seperti Ibnu Rusyd. Peran filsuf Islam ini besar sekali, tidak hanya dalam pemikiran filsafat, tetapi juga memberi sumbangan yang tidak kecil bagi bangsa Eropa, yaitu dalam bidang ilmu pengetahuan. Akan tetapi, setelah pemikiran Islam masuk ke Eropa, banyak buku filsafat dan peranan para filsuf Islam atas kemajuan dan peradaban Barat sengaja disembunyikan karena mereka (Barat) tidak mengakui secara terus terang jasa para filsuf Islam dalam mengantarkan kemodernan Barat.[7]

            Zaman skolastik berhubungan dengan terjadinya perpindahan penduduk, yaitu perpindahan bangsa Hun dari Asia ke Eropa, sehingga bangsa Jerman pindah melewati perbatasan kekaisaran Romawi yang secara politik sudah mengalami kemerosotan.[8] Meskipun demikian, masa ini merupakan kebangkitan pemikiran abad pertengahan yang sebelumnya merosot karena kuatnya dominasi golongan Gereja.[9]

            Karena situasi yang ricuh, tidak banyak pemikiran filsafat yang dapat ditampilkan pada masa tersebut. Ada beberapa tokoh yang harus diperhatikan dalam memahami filsafat masa itu, antara lain sebagai berikut.[10]



1.      Augustinus (354-430)
      Menurutnya, di balik keteraturan dan ketertiban alam semesta ini pasti ada yang mengendalikannya, yaitu Tuhan. Kebenaran mutlak ada pada ajaran agama.
2.      Boethius (480-524 M)
      Pada usia 44 tahun, Boethius mendapat hukuman mati dengan tuduhan berkomplot. Ia dianggap sebagai filsuf akhir Romawi dan filsuf pertama Skolastik. Jasanya adalah menerjemahkan logika Aristoteles ke dalam bahasa Latin dan menulis beberapa traktat logika Aristoteles. Ia adalah seorang guru logika pada abad pertengahan dan mengarang beberapa traktat teologi yang dipelajari sepanjang abad pertengahan.
3.      Kaisar Karel Agung (742-814 M)
      Pada masa pemerintahannya, yaitu awal abad ke-9, Kaisar Karel Agung berhasil mencapai stabilitas politik yang besar. Hal ini menyebabkan perkembangan pemikiran kultural berjalan pesat. Pendidikan yang dibangunnya terdiri atas tiga jenis, yaitu pendidikan yang digabungkan dengaan biara, pendidikan yang ditanggung keuskupan, dan pendidikan yang dibangun raja atau kerabat kerajaan.[11]

4.      Santo Anselmus (1033-1109)
      Ciri khas filsafat abad pertengahan ini terletak pada rumusan Santo Anselmus, yaitu credo ut intelligam (saya percaya saya paham). Filsafat ini jelas berbeda dengan filsafat  rasional yang lebih mendahulukan pengertian daripada iman.
5.      Peter Abelardus (1079-1142)[12]
      Ia dilahirkan di Le Pallet, Prancis. Ia mempunyai kepribadian yang keras dan pandangannya sangat tajam sehingga sering kali bertengkar dengan ahli pikir dan pejabat gereja. Ia termasuk orang konseptualisme dan sarjana terkenal dalam sastra romantik, sekaligus sebagai rasionalistik, artinya peranan akal dapat menundukkan kekuatan imna. Iman harus mau didahului akal. Yang harus dipercaya adalah apa yang telah di setujui atau dapat diterima oleh akal.
      Berbeda dengan Anselmus yang mengatakan bahwa berfikir harus sejalan dengan iman, Abelardus memberikan alasan bahwa berfikir itu berada di luar iman (di luar kepercayaan). Karena itu berfikir merupakan sesuatu yang berdiri sendiri. Hal ini sesuai dengan metode dialektika yang tanpa ragu-ragu ditunjukkan dalam teologi, yaitu bahwa teologi harus memberikan tempat bagi semua bukti-bukti. Dengan demikian, dalam teologi itu iman hampir kehilangan tempat. Ia mencontohkan, seperti ajaran Trinitas juga berdasarkan pada bukti-bukti, termasuk bukti dalam wahyu Tuhan.
      Eropa membuka kembali kebebasan berpikir yang dipelopori oleh Peter Albelardus. Ia menginginkan kebebasan berpikir dengan membalikkan diktum Augustinus-Anselmus, credo ut intelligam dan merumuskan pandangannya menjadi intelligo ut credom (saya paham supaya saya percaya). Peter Albelardus memberikan status yang lebih tinggi pada penalaran daripada iman.[13]

E.    Masa Kejayaan Skolastik (1200-1300 M)
     Pada masa skolastik awal, filsafat bertumpu di alam pikiran dan karya-karya Kristiani. Akan tetapi, sejak pertengahan abad ke-12, karya-karya non-Kristiani mulai muncul dan filsuf Islam mulai berpengaruh. Kejayaan Skolastik berlangsung dari abad 12-13 M, yang disebut masa berbunga, karena bersamaan dengan itu, muncul beberapa universita-universitas dan ordo-ordo yang menyelenggarakan pendidikan ilmu pengetahuan. Sama dengan abad pertengahan, pada zaman keemasan skolastik ini, filsafat di pelajari dalam hubungannya dengan teologi. Akan tetapi, tidak berarti bahwa wacana filsafat hilang.
      Dengan demikian, abad ke-13 menjadi abad kejayaan skolastik. Ada beberapa faktor yang menyebabkan kejayaan skolastik, antara lain:
1.      Mulai abad ke-12, terdapat hubungan-hubungan baru dengan dunia pemikiran Yunani dan dunia pemikiran Arab, yaitu dengan peradaban Yunani dari Italia Selatan dan Sisilia, serta dengan kerajaan Bizantium pada satu pihak, dan peradaban Arab yang ada di Spanyol pada pihak lain. Melalui karya-karya orang Arab dan Yahudi, Eropa Barat mulai mengenal karya-karya Aristoteles yang semula kurang dikenal. Selain melalui karya orang-orang Arab, dan tulisan-tulisan Aristoteles dikenal melalui karya para pemikir gereja Timur, yang pada zaman itu dikenal juga.
2.      Timbulnya universitas-universitas. Didirikannya Universitas Almameter di Paris merupakan gabungan dari beberapa sekolah. Universitas inilah yang menjadi awal (embrio) berdirinya universitas di Paris, Oxford, Mont Pellier, Cambridge, dan lainnya.[14] Pada abad pertengahan, umumnya universitas terdiri atas empat fakultas, yaitu kedokteran, hukum, sastra (fakultas Atrium) dan teologi.[15]
3.      Timbulnya ordo-ordo baru, yaitu ordo Fransiskan (didirikan 1209 M) dan ordo Dominikan (didirikan 1215 M).[16] Ordo-ordo ini muncul karena banyaknya perhatian orang terhadap ilmu pengetahuan, sehingga menimbulkan dorongan yang kuat untuk memberikan suasana yang semarak pada abad ke-13. Hal ini berpengaruh terhadap kehidupan kerohanian yang kebanyakan tokohnya memegang peranan di bidang filsafat dan teologi, seperti Albertus de Grote, Thomas Aquinas, Binaventura, J.D. Scotus, Wiliam Ocham.[17]
            Tokoh-tokoh pada masa keemasan skolastik, diantaranya sebagai berikut.
1.      Albertus Magnus (1203-1280 M)
            Di samping sebagai biarawan, Albert Magnus juga dikenal sebagai cendikiawan abad pertengahan. Ia lahir dengan nama Albertus Von Bollstadt, yang juga dikenal sebagai doktor magnus, kemudian bernama Albertus Magnus (Albert the Great). Ia mempunyai kepandaian luar biasa. Di Universitas Padua, ia belajar artes liberales, belajar teologi di Bologna, dan masuk ordo Dominikan tahun 1223 M, kemudian masuk ke Koln dan menjadi dosen filsafat dan teologi. Terakhir, dia diangkat sebagai uskup agung. Pola pemikirannya meniru Ibnu Rusyd dalam menulis tentang Aristoteles. Dalam bidang ilmu pengetahuan, Albertus Magnus mengadakan penelitian dalam ilmu biologi dan ilmu kimia.[18]
2.      Thomas Aquinas (1225-1274 M)
            Puncak kejayaan masa skolastik  dicapai melalui pemikiran Thomas Aquinas (1225-1274 M). Lahir di Roccasecca, Napoli, Italia 1225 M dari kedua orangtua bangsawan.[19] Nama sebenarnya adalah Santo Thomas Aquinas, yang artinya Thomas yang suci dari Aquinas. Disamping sebagai ahli pikir, ia juga seorang dokter gereja bangsa Italia. Ia merupakan tokoh terbesar Skolastisisme, salah seorang suci gereja katolik Romawi dan pendiri aliran yang dinyatakan menjadi filsafat resmi gereja katolik. Tahun 1245 belajar pada Albertus Magnus. Pada tahun 1250 ia menjadi guru besar dalam ilmu agama di Perancis dan Tahun 1259 menjadi guru besar dan penasehat istana.
            Ia mendapat gelar “The Angelic Doctor”, karena banyak pemikirannya, terutama dalam “Summa Theologia” menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari gereja. Menurutnya, pengetahuan berbeda dengan kepercayaan. Pengetahuan diperoleh dari indra dan diolah akal. Akan tetapi, akal tidak mampu mencapai realitas tertinggi yang ada pada daerah adikodrati. Ini merupakan masalah keagamaan yang harus diselesaikan dengan kepercayaan. Dalil-dalil akal atau filsafat harus dikembangkan dalam upaya memperkuat dalil-dalil agama dan mengabdi kepada Tuhan. Aquinas merupakan teolog skolastik terbesar. Ia adalah murid Albertus Magnus. Albertus mengajarkan kepadanya filsafat Aristoteles sehingga ia sangat mahir dalam filsafat itu.
            Pandangan-pandangan filsafat Aristoteles diselaraskannya dengan pandangan-pandangna Alkitab sehingga filsafat Aristoteles tidak menjadi unsur yang berbahaya bagi iman Kristen. Pada tahun 1879, ajaran-ajarannya dijadikan sebagai ajaran yang sah dalam Gereja Katolik Roma oleh Paus Leo XIII. Menurut Thomas, Tuhan adalah “ada yang tidak terbatas” (ipsum esse subsistens). Tuhan adalah “dzat yang tertinggi”, yang mempunyai keadaan yang paling tinggi. Dia adalah penggerak yang tidak bergerak. Tampak sekali pengaruh filsafat Aristoteles dalam pandangannya. Dunia dan hidup manusia terbagi atas dua tingkat, yaitu tingkat adikodrati dan kodrati, tingkat atas dan bawah. Tingkat bawah (kodrati) hanya dapat dipahami dengan mempergunakan akal. Hidup kodrati ini kurang sempurna dan bisa menjadi sempurna jika disempurnakan oleh hidup rahmat (adikodrati). “Tabiat kodrati bukan ditiadakan, melainkan disempurnakan oleh rahmat.”[20]

F.    Masa Akhir Skolastik
     Masa skolastik akhir ditandai dengan kemalasan berpikir filsafati sehingga menyebabkan stagnasi (kemandegan) pemikiran filsafat Scholastik Kristen. Tokoh yang terkenal pada masa ini, antara lain sebagai berikut.
1.      Nicolous Cusanus (1401-1464 M)
            Dari filsafatnya, ia beranggapan bahwa Tuhan adalah objek sentral bagi intuisi manusia. Menurutnya, dengan intuisi, manusia dapat mencapai yang terhingga, objek tertinggi filsafat. Tidak ada hal-hal yang berlawanan. Dalam diri Tuhan, semua hal yang berlawanan mencapai kesatuan. Semua makhluk berasal dari Tuhan pencipta, dan segalanya akan kembali pada pencipta-Nya.[21] Nicolous Cusanus merupakan tokoh pemikir paling akhir pada masa skolastik. Menurut pendapatnya, ada tiga cara untuk mengenal, yaitu indra, akal dan intuisi. Dengan indra, kita mendapat pengetahuan tentang benda berjasad, yang sifatnya tidak sempurna. Dengan akal, kita mendapatkan bentuk-bentuk pengertian yang abstrak berdasarkan sajian atau tangkapan indra. Dalam intuisi, kita mendapatkan pengetahuan yang lebih tinggi. Pemikiran Nicolaus ini sebagai upaya mempersatukan seluruh pemikiran abad pertengahan, yang dibuat ke suatu sintesis yang lebih luas. Sintesis ini mengarah ke masa depan, dari pemikirannya ini tersirat suatu pemikiran para humanis.
            Pada tahap akhir masa skolastik  terdapat filsuf yang berbeda dengan Thomas Aquinas, yaitu Willian Occam.
2.      William Ockham (1285-1349 M)
            William Ockham adalah seorang pastur ordo Fransiscus berkebangsaan Inggris dan filusuf, dari Ockham desa kecil di Surey dekat East Horsley. William mengabdikan diri pada hidup yang minimalis. Seorang perintis nominalisme, ia terkadang di anggap sebagai bapak epistemology modern dan filsafat modern umum, berkat pendapatnya yang didukung argument kuat, bahwa hanya individu yang ada, bukan universa, esensi, atau bentuk supra-individual, dan bahwa universal adalah hasil abstraktif dari individu oleh pikiran manusia dan tidak memiliki wujud di luar mental. William juga dipandang sebagai salah satu ahli logika terbesar sepanjang masa. Ia merupakan ahli pikir Inggris yang beraliran Skolastis.
            Tulisan-tulisannya menyerang kekuasaan gereja dan teologi Kristen, sehingga ia tidak begitu disukai dan kemudian dipenjarakan oleh Paus. Akan tetapi, ia berhasil meloloskan diri dan meminta suaka politik kepada Kaisar Louis IV, sehingga ia terlibat konflik berkepanjangan dengan gereja dan negara. Willian Occam merasa membela agama dengan menceraikan ilmu dari teologi. Tuhan harus diterima atas dasar keimanan, bukan dengan pembuktian, karena kepercayaan teologis tidak dapat didemonstrasikan.
            Menurut pendapatnya, pikiran manusia hanya dapat mengetahui barang-barang atau kejadian-kejadian individual. Konsep-konsep atau kesimpulan-kesimpulan umum tentang alam hanya merupakan abstraksi buatan tanpa kenyataan. Pemikiran yang demikian ini, dapat dilalui hanya dengan intuisi, bukan lewat logika. Di samping itu, ia membantah anggapan skolastik bahwa logika dapat membuktikan doktrin teologis.



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
            Istilah skolastik adalah kata sifat yang berasal dari kata school, yang berarti sekolah. Jadi, skolastik berarti aliran atau yang berkaitan dengan sekolah. Perkataan skolastik merupakan corak khas dari sejarah filsafat abad pertengahan.
            Filsafat skolastik adalah filsafat yang mengabdi pada teologi atau filsafat yang rasional memecahkan persoalan-persoalan mengenai berpikir, sifat ada, kejasmanian, kerohanian, baik buruk.
          Ciri khas filsafat Skolastik ini terletak pada rumusan Santo Anselmus (1033—1109M), yaitu credo utintelligam (saya percaya agar saya paham). Filsafat ini jelas berbeda dengan sifat filsafat rasional yang lebih mendahulukan pengertian dari pada iman.

B.     Saran
            Dengan selesainya penulisan ini penulis menyarankan kepada para pembaca bahwa filsafat merupakan bidang pengetahuan tersendiri yang berbeda dengan pengetahuan yang lain. Oleh karena itu, filsafat harus di pelajari karena filsafat mengajarkan kepada kita tentang kesadaran, kemampuan, dan kemauan manusia sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk individu, sosial dan makhluk tuhan untuk diaplikasikan dalam kehidupan.
            Demikianlah makalah berjudul “Filsafat Skolastik” ini kami buat berdasarkan sumber-sumber yang ada. Kami juga menyadari, masih ada banyak kekurangan di dalam penyusunan makalah ini. Sehingga perlulah bagi kami, dari para pembaca untuk memberikan saran yang membantu supaya makalah ini mendekati lebih baik. Atas perhatian Anda semuanya, kami ucapkan terima kasih.



DAFTAR PUSTAKA

Hakim A. Abdul Drs. MA, Saebani B. Ahmad Drs. M.Si, 2008, Filsafat Umum, Bandung: CV Pustaka Setia
Burhanudin Salam, Drs. 2005. Pengantar Filsafat Jakarta: Bumi Aksara
Syadali, Ahmad. 2004 Filsafat Umum. Bandung: CV. Pustaka Setia
Asmoro, Ahmad 1994, Filsafat Umum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Tapsir, Ahmad. 2009, Filsafat Umum, Bandung: Rosda Karya
Maksum,  Ali. 2016, Pengantar Filsafat, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Ahmad Kamaluddin, Undang. 2013, Filsafat Manusia, Bandung: CV. Pustaka Setia
Hadiwijono, Harun. 1980. Sari Sejarah Filsafat Barat 1, (Yogyakarta: Kanisius
Sadali, Ahmad, Mudzakir. 1999. Filsafat Umum, Bandung: Pustaka Setia
http://www.scribd.com/doc/23767536/makalah-filsafat
http://mukhlislamlo.blogspot.com/2010/04/filsafat-skolastik-oleh-mukhlisuddin-mz.html
http://www.hendria.com/2010/03/sejarah-filsafat-eropa.html



[1] Ahmad Sadali dan Mudzakir, Filsafat Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), Cet. I, hlm. 81.
[2] Selanjutnya dilihat dari sudut pandang pengaruh agama, skolastik ini dibagi dua yaitu Scholastik Islam dan Scholastik Kristen, namun dalam makalah ini penulis memfokuskan pembicaraan pada Scholastik Kristen (Barat). Lebih jelas bisa dilihat; Ahmad Sadali dan Mudzakir, Filsafat…, h. 81-91.
[3] Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), Cet.I, h. 73.
[4] Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hlm. 71
[5] Ali Maksum, Pengantar Filsafat, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2106), hlm. 83
[6] Ahmad sadali dan Mudzakkir, Filsafat..., hlm. 81
[7] Ahmad Sadali dan Mudzakkir, Filsafat..., hlm. 82
[8] Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum, (Bandung:Pustaka Setia,2008), hlm. 73
[9] Ahmad Sadali dan Mudzakkir, Filsafat..., hlm. 91
[10] Undang Ahmad Kamaluddin, Filsafat Manusia, (Bandung: Pustaka Setia, 2013), hlm. 34
[11] Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saebani, Filsafat..., hlm. 73
[12] Ahmad Sadali dan Mudzakkir, Filsafat..., hlm. 93
[14] Ahmad Sadali dan Mudzakkir, Filsafat..., hlm. 94
[15] Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saebani, Filsafat..., hlm. 75
[17] Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1955), hlm. 71
[18] Ahmad Sadali dan Mudzakkir, Filsafat..., hlm. 95.
[19] Ahmad Sadali dan Mudzakkir, Filsafat..., hlm. 95
[21] Ahmad Sadali dan Mudzakkir, Filsafat..., hlm. 99.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar