Selasa, 31 Maret 2020

Tafsir Tarbawi Surat Al-Ankabuut (29) Ayat 19


Dosen Pembimbing
Tafsir Tarbawi
Mardhiya Agustina, M.Pd

KEWAJIBAN BELAJAR MENGAJAR
SURAT AL-ANKABUT/ 29 : 19

Oleh :
NAMA
NPM
Muhammad Mirwan
18.12.4536




INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM MARTAPURA
FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
2019


  1. PENDAHULUAN
            Belajar mengajar adalah suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh seorang muslim untuk memanfaatkan anugerah Allah swt. yaitu akal. Karena akal lah yang membedakan antara manusia dengan makhluk lain. Disini kami akan memaparkan sebuah makalah yang membahas tentang kewajiban belajar mengajar yang terdapat di dalam surat Al-Ankabut ayat 19.
  1. PEMBAHASAN
1.      AYAT AL-QUR’AN
­­­أَوَ لَمْ يَرَوْا كَيْفَ يُبْدِئُ اللهُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيْدُهُ ۚ إِنَّ ذٰلِكَ عَلَى اللهِ يَسِيْرٌ (۱۹)
2.      TENTANG SURAH & TERJEMAH
            Surah Al-‘Ankabut adalah surah ke-29 dalam al-Qur’an. Surah ini terdiri atas 69 ayat serta termasuk golongan surah-surah Makkiyah.
            Adapun terjemahan dari ayat diatas adalah sebagai berikut:
            Dan apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian mengulanginya kembali. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”. (Q.S. Al-Ankabuut : 19)
3.      TERJEMAH PERKATA
Melihat
يرى
Bagaimana
كيف
Memulai
يبدئ
Makhluk
الخلق
Kemudian
ثم
Mengulangi
يعيد
Mudah
يسير
4.      TAFSIR
          (أَوَ لَمْ يَرَوْا) Dan apakah mereka tidak memperhatikan” bisa dibaca dengan huruf ya’  dan dibaca dengan huruf ta’ “kamu melihat” maksudnya memperhatikan.[1] Kata (يروا) yarau terambil dari kata (رأى)  ra’a yang dapat berarti melihat dengan mata kepala atau mata hati/ memikirkan atau memperhatikan. Sementara ulama antara lain Thabathaba’i memahami kata tersebut dalam arti dengan mata hati/ memikirkan bukan melihat dengan mata kepala. Tetapi ulama lain seperti Thahir Ibn ‘Asyur memahaminya dalam kedua makna di atas. Kejadian manusia dan kematiannya atau munculnya tumbuhan dan layunya, dapat terlihat sehari-hari dengan mata kepala manusia yang mau melihatnya. Demikian juga ia dapat dipikirkan dan direnungkan oleh siapa pun, walau tidak melihatnya dengan mata kepala.[2] (كَيْفَ يُبْدِئُ اللهُ الْخَلْقَ ثُمَّ ) bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian” . Dibaca dengan dhommah pada huruf pertamanya ( يُبْدِئُ ) dari kata بدأ   dan  أبدأ  dengan satu makna, yaitu Allah menciptakan mereka dari awal.[3]        Allah Yang memulai penciptaan dipahami dalam arti “Dia Ynag menciptakan segala sesuatu pertama kali dan tanpa contoh sebelumnya.” Ini mengandung arti bahwa Allah ada sebelum adanya sesuatu. Dia yang mencipta dari tiada, maka wujudlah segala   sesuatu yang dikehendaki-Nya.
            Sementara ulama membatasi kata (الخلق)  al-khalq pada ayat ini dalam pengertian manusia. Ini karena mereka memahami kata (يعيده) yu’iduhu/ mengulanginya yakni mengembalikan manusia hidup kembali di akhirat setelah kematiannya di dunia ini. Tetapi bila kita memahami al-khalq dalam arti semua ciptaan, maka kata mengembalikannya/ mengulanginya dapat diartikan menciptakan kembali sesuatu yang lain dan serupa dengan apa yang telah tiada atau binasa. Ulama yang memahami ayat ini sebagai penekanan tentang keniscayaan hari Kiamat dan kebangkitan manusia untuk diadili Allah, enggan memahaminya kecuali dalam arti mengembalikan manusia yang telah mati itu hidup kembali untuk mempertanggungjawabkan segala amalnya.[4] (إِنَّ ذٰلِكَ)  “Sesungguhnya hal itu”, yakni penciptaan pertama dan kedua tersebut (عَلَى اللهِ يَسِيْرٌ) “adalah mudah bagi Allah.” Jadi, bagaimana mungkin mereka mengingkari penciptaan yang kedua?[5]
            Sebagian ulama memandang ayat ini ditujukan kepada penduduk Mekkah yang tidak mau beriman kepada Rasulullah. Tetapi jumhur mufasir berpendapat bahwa ayat ini masih merupakan rangkaian dari peringatan Nabi Ibrahim kepada kaumnya. [6]
            Allah SWT. berfirman mengabarkan tentang Nabi Ibrahim as. yang memberi  wejangan kepada kaumnya bahwa Hari Kebangkitan yang selama ini mereka dustakan adalah sebuah kenyataan yang pasti terjadi. Nabi Ibrahim mengajukan dalil tentang ketetapannya dengan merujuk kepada perenungan terhadap proses terciptanya diri mereka sendiri setelah sebelumnya mereka tidak menjadi apa-apa. Lalu mereka tercipta menjadi sosok manusia yang dapat mendengar dan melihat. [7] Sebagaimana penciptaan mereka dari sebelumnya tidak ada sama sekali, kemudian pemberian pendengaran, penglihatan dan hati kepada mereka, berbuatnya mereka di dalam kehidupan hingga waktu  tertentu, kemudian kematian mereka sesudah itu.[8] Dzat Yang Mahakuasa dalam menciptakan proses awal penciptaan manusia ini, tentu Mahakuasa pula untuk mengembalikan manusia ke wujud semula, setelah tadinya menjadi makhluk yang hancur tidak berbentuk.[9]
5.      Analisis serta Keterkaitan Dengan Fenomena Yang Terjadi Sekarang
            Dari penjelasan diatas maka ayat 19 menyebutkan, Allah adalah pendidik yang memberitahukan bahwa diciptakan manusia dari permulaan kemudian mengulangimya (kembali).[10] Apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana Allah memulai penciptaan, Dia ciptakan dari bayi, kemudian anak-anak, kemudian remaja, kemudian dewasa atau tua renta.[11]
            Adapun ideologi pendidikan yang terkandung dalam ayat ini adalah sumber ilmu yang paling mudah dan paling sering kita temui adalah diri kita sendiri, bagaimana kita diciptakan dari yang asal nya tidak ada menjadi ada kemudian dimatikan kembali dan dihidupkan lagi oleh Allah. Proses penciptaan manusia paling awal saja bagi Allah adalah suatu yang sangat mudah , apalagi menciptakan untuk yang kedua kali. Metode belajar pun sudah dipaparkan di atas dengan kalimat (يروا) yaitu melihat dengan mata dan berpikir dengan hati.
            Kemudian fenomena yang sedang terjadi sekarang dan hal itu dapat kita kaitkan dengan ayat ini adalah lupanya kebanyakan manusia sekarang akan adanya hari kebangkitan setelah mereka meninggal dunia. Hal itu dibuktikan dengan rakusnya mereka dalam mencari hal-hal yang berbau keduniawian, seperti halnya bekerja tanpa lelah hingga lupa ibadah. Nah, disinilah peran penting seorang guru untuk menanamkan nilai-nilai agama yang kuat selama proses belajar mengajar berlangsung.
  1. KESIMPULAN
            Dalam ayat ini diberitakan dengan jelas bahwa Allah menciptakan manusia tanpa contoh sebelumnya. Hal ini merupakan salah satu tanda kebesaran Tuhan yang sering luput dari pemikiran manusia. Dalam ayat ini pula kita diperintah Allah untuk belajar memikirkan bagaimana sesuatu yang begitu sulit yaitu menciptakan sesuatu tanpa contoh sebelumnya menjadi sangat mudah bagi Allah. Yang asalnya tidak ada menjadi ada kemudian tiada lagi. Sangat pentingnya belajar mengajar membuat hal tersebut menjadi sebuaah kewajiban bagi setiap muslim sebagaimana seperti yang telah disabdakan oleh Nabi Muhammad saw. bahwa Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim. (HR. Ibnu Majah)

DAFTAR PUSTAKA
Al-mahalli, Jalaluddin dan Imam Jaluddin as-suyuti, Tafsir Jalalain, Jilid 2,           Surabaya: eLBA, 2015.
Al-Maraghi, Ahmad Musthafa. Terjemah Tafsir Al-Maraghi, Juz 20. Semarang:    Karya Thoha Putra. 1993.
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Tafsirnya. Jakarta: Lentera Abadi, 2010.
Katsir, Ibnu. Shahih Tafsir Ibnu Katsir. Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2012.
Rumondor, Prasetyo. “Urgensi Belajar Mengajar”. Studi Surah Al-Ankabut Ayat    19-20. No.1 2018)
Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Mishbah, Jilid 7 Jakarta : Lentera Hati. 2002.


[1] Jalaluddin Al-mahalli dan Imam Jaluddin as-suyuti, Tafsir Jalalain, Jilid 2, Surabaya: eLBA, 2015. Hal. 797
[2] M. Quraish Shihab. Tafsir Al-Mishbah. Jakarta : Lentera Hati. 2002. Hal.464
[3] Jalaluddin al-mahalli dan Imam Jaluddin as-suyuti, Tafsir Jalalain,........... Hal. 797
[4] M. Quraish Shihab. Tafsir Al-Mishbah............... Hal. 464-465
[5] Jalaluddin Al-mahalli dan Jaluddin as-suyuti, Tafsir Jalalain, ............ Hal. 797
[6] Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Tafsirnya. Jakarta: Lentera Abadi, 2010. Hal. 380
[7] Ibnu Katsir,. Shahih Tafsir Ibnu Katsir. Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2012. Hal. 25-26
[8] Al-Maraghi, Ahmad Musthafa. Terjemah tafsir Al-Maraghi Juz 20. Semarang: Karya Thoha Putra. 1993. Hal. 220-222
[10] Rumondor, Prasetyo. “Studi Surah Al-Ankabut Ayat 19-20”. Urgensi Belajar Mengajar. No.1 (2018) hal. 497
[11] Rumondor, Prasetyo. “Studi Surah Al-Ankabut Ayat 19-20”............  hal. 495

Tidak ada komentar:

Posting Komentar