Sabtu, 04 April 2020

Makalah Sejarah Pendidikan Islam - Madrasah Diniyah dan Tradisi Kaum Santri di Indonesia


Mata Kuliah
Dosen Pembimbing
Sejarah Pendidikan Islam
M. Miftah Arief, M.Pd

Madrasah Diniyah dan Tradisi Kaum Santri di Indonesia


OLEH :
KELOMPOK 4
NAMA
NPM
Muhammad Mirwan
18.12.4536
Fariz Zulkarnain
18.12.4459
Muhammad Afif Amin Masyfa
18.12.
Muhammad Aldiannor
18.12.4516




INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM
FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
MARTAPURA
2019



KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan taufik dan hidayah-Nya jualah kami mampu menyelesaikan makalah Sejarah Pendidikan Islam yang berjudul “Madrasah Diniyah dan Tradisi Kaum Santri di Indonesia”.Sholawat dan salam senantiasa kita curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, beserta seluruh keluarga beliau, sahabat-sahabat beliau, dan para pemgikut beliau dari dulu, sekarang dan masa akan datang.
Di dalam penyajian makalah ini, kami berusaha menyajikan dalam bentuk yang sederhana, agar mudah dalam menelaah dan memahaminya. Kami berharap dapat bermanfaat tidak hanya untuk penyusun pada khususnya, tetapi pembaca pada umumnya.
Kami menyadari keterbatasan yang terdapat di dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, kami berharap kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak, terutama dari bapak M. Miftah Arief, M. Pd, sebagai dosen pembimbing mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam demi menyempurnakan isi, cara penulisan, dll.
Akhir kata, kami ucapkan terimakasih kepada para penerbit dan pengarang buku, serta situs internet dalam mengikat pembahasan yang bersentuhan langsung dengan topik yang kami susun.


                                                              Martapura, 16 Oktober 2019
                                                                   Penulis :


                                                                       Kelompok  4

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................. I
DAFTAR ISI........................................................................................... II

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan...................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Madrasah Diniyah............................................... 2
B. Sejarah Perkembangan Madrasah Diniyah............................ 2
C. Bentuk-Bentuk Madrasah Diniyah........................................ 3
D. Tipologi dan Dasar Pendidikan Madrasah Diniyah.............. 4
E. Santri dan Pesantren di Indonesia Serta Prinsip-Prinsip dan Sistem Pendidikan Pesantren............................................................................................... 6

BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................... 10
B. Saran..................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA



BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
            Perkembangan pendidikan Islam di Indonesia antara lain ditandai dengan munculnya berbagai lembaga pendidikan secara bertahap, mulai dari yang amat sederhana sampai dengan tahap-tahap yang sudah terhitung modern dan lengkap. Lembaga pendidikan Islam telah memainkan fungsi dan perannya sesuai dengan tuntutan masyarakat dan zamannya.
            Karena hal tersebutlah, kami sebagai penulis ingin memaparkan hasil diskusi kami yang membahas tentang Madrasah Diniyah dan Pondok Pesantren.
B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian dari Madrasah Diniyah?
2.      Bagaimana sejarah perkembangan Madrasah Diniyah?
3.      Bagaimana bentuk-bentuk Madrasah Diniyah?
4.      Bagaimana tipologi dan dasar pendidikan Madrasah Diniyah?
5.      Apa itu santri dan pesantren di Indonesia serta bagaimana prinsip-prinsip dan sistem pendidikan pesantren?
C.    TUJUAN
1.      Mengetahui pengertian dari Madrasah Diniyah
2.      Mengetahui sejarah perkembangan Madrasah Diniyah
3.      Mengetahui bentuk-bentuk Madrasah Diniyah
4.      Mengetahui tipologi dan dasar pendidikan Madrasah Diniyah
5.      Mengetahui apa itu santri dan pesantren serta prinsip-prinsip dan sistem pendidikan pesantren


BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN MADRASAH DINIYYAH
            Secara etimologis, kata madrasah berasal dari bahasa Arab, merupakan isim makan dari darasa yang berarti tempat belajar.[1]
            Madrasah diniyah adalah suatu bentuk madrasah yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama (diniyah). Madrasah ini dimaksudkan sebagai lembaga pendidikan agama yang disediakan bagi siswa yang belajar di sekolah umum.[2]
            Madrasah diniyyah adalah pendidikan keagamaan Islam di luar pendidikan formal yang diselenggarakan baik di dalam maupun di luar pondok pesantren dalam bentuk ma’had aly, diniyah takmiliyah, pendidikan al-qur’an, majelis taklim, pengajian kitab, dan sejenisnya.[3]
B.     SEJARAH PERKEMBANGAN MADRASAH DINIYYAH
                        Madrasah diniyah adalah karakteristik pendidikan Islam yang memiliki dinamika yang signifikan sejak awal keberadaannya.
            Keberadaan madrasah Diniyah dilatarbelakangi oleh adanya keinginan dari masyarakat untuk belajar secara seimbang antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum. Madrasah di Indonesia memiliki sejarah yang cukup panjang, eksistensinya bermula pada abad ke-20.[4] Pada awal mulanya, pendidikan islam dilaksanakan dimasjid yang sejak awal kelahirannya berfungsi selain sebagai tempat beribadah tetapi juga sebagai tempat mencari dan mengasah ilmu. Keberadaan Surau (langgar) yang berfungsi sebagai tempat ibadah juga berperan sebagai tempat untuk belajar. Begitu seterusnya sampai pada masa munculnya ide untuk membentuk sekolah  yang memang dikhususkan untuk memenuhi kebutuhan umat Islam.
            Secara historis, perkembangan madrasah dengan model klasikal di Indonesia dimulai dengan munculnya madrasah “Sekolah Adabiyah (Adabiyah School) di Padang, Minangkabau. Didirikan oleh Syekh Abdullah Ahmad pada tahun 1909. Adabiyah hidup sebagai madrasah (sekolah agama) sampai tahun 1914. Pada tahun 1915 diubah menjadi H.I.S. Adabiyah dan pada akhirnya menjadi Sekolah Rakyat dan S.M.P.
            Kemudian pada tahun 1909 di sungayang (daerah batu sangkar), Syekh H.M. Thalib Umar mendirikan sekolah agama dengan nama Madras School (Sekolah Agama). Pada awalnya, di Madras School hanya diadakan satu kelas saja, tujuannya adalah sebagai tangga untuk mengkaji kitab-kitab besar dengan sistem halaqah. Pada tahun 1913, Madras School terpaksa ditutup karena kekurangan tempat. Kemudian dibangun kembali oleh Muhammad yunus pada tahun 1918. Pada tahun 1923 ditukar namanya dengan Al-Jami’ah Islamiyah.
            Pada era berikutnya, tahun 1915 Zainuddin Labai al-Yunusi mendirikan Diniyah School (Madrasah Diniyah) di Padang Panjang. Bagi masyarakat Minangkabau, madrasah ini menjadi perhatian yang besar. Madrasah Diniyah Padang Panjang merupakan cikal bakal dalam perkembangan madrasah-madrasah di berbagai kota dan desa Minangkabau pada khususnya. Perkembangan Madrasah Diniyah di era Zainuddin Labai al-Yunusi berkembang cukup pesat sampai pada cabang-cabang di nagari. Kemudian pada tahun 1922 didirikanlah perkumpulan murid-murid Diniyah School (P.M.D.S) berpusat di Padang Panjang. Selanjutnya muncul Madrasah Diniyah Putri yang dipelopori oleh Rangkayo Rahmah El-Yunusiyah tahun 1923.[5]
            Kemudian dengan keberadaan Undang-Undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan menjadi dasar yang kuat tentang kedudukan Madrasah Diniyah sebagai salah satu bagian dari lembaga keagamaan yang sangat beragam.[6]
C.    BENTUK-BENTUK MADRASAH DINIYYAH
            Madrasah Diniyah terdiri atas  pendidikan diniyah formal, dan pendidikan diniyah nonformal.[7]
1.      Pendidikan Diniyah Formal atau lebih dikenal dengan sekolah/ madrasah atau sejenisnya adalah lembaga pendidikan yang merupakan kelanjutan dari pendidikan dalam keluarga.[8]
2.      Pendidikan Diniyah nonformal adalah lembaga pendidikan yang lahir dari ide masyarakat dan untuk kepentingan masyarakat yang tidak formal. Lembaga pendidikan yang dimaksud yaitu lembaga pendidikan yang ada di dalam masyarakat, baik berupa pengajian, majlis ta’lim dan madrasah diniyah.
            Dalam definisi lain, majlis ta’lim adalah lembaga swadaya masyarakat yang keberadaannya didasarkan pada keinginan untuk membangun masyarakat madani. Sedangkan pendidikan diniyah non formal diselenggarakan dalam bentuk pengajian kitab, majlis ta’lim, pendidikan Al-Qur’an, diniayah ta’limiyah atau dalam bentuk lain yang sejenis.[9]
            Madrasah Diniyah mempunyai dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu:[10]
1.      Madrasah Diniyah Awaliyah
2.      Madrasah Diniyah Wustho
3.      Madrasah Diniyah Ulya
D.    TIPOLOGI DAN DASAR PENDIDIKAN MADRASAH DINIYYAH
            Tipologi Madrasah Diniyah dikelompokkan menjadi 3 (tipe), yaitu:
1.      Madrasah Diniyah Wajib, yaitu Madrasah Diniyah yang menjadi bagian tak terpisahkan dari sekolah umum atau madrasah yang bersangkutan wajib menjadi siswa Madrasah Diniyah. Kelulusan sekolah umum atau madrasah yang bersangkutan tergantung juga pada kelulusan madrasah diniyah. Madrasah ini disebut juga Madrasah Diniyah Komplemen, karena sifatnya komplementatif terhadap sekolah umum atau madrasah.
2.      Madrasah Diniyah Pelengkap, yaitu Madrasah Diniyah yang diikuti oleh siswa sekolah umum atau madrasah sebagai upaya untuk menambah atau melengkapi pengetahuan agama dan bahasa arab yang sudah mereka peroleh dari sekolah umum atau madrasah. Berbeda dengan Madrasah Diniyah Wajib, Madrasah Diniyah ini tidak menjadi bagian dari sekolah umum atau madrasah, tetapi berdiri sendiri. Hanya saja siswanya berasal dari siswa umum atau madrasah.
3.      Madrasah Diniyah Murni, yaitu Madrasah Diniyah yang siswanya hanya menempuh pendidikan di Madrasah Diniyah tersebut, tidak merangkap disekolah umum atau madrasah. Madrasah ini disebut juga Madrasah Diniyah Independent, karena bebas dari siswa yang merangkap disekolah umum atau madrasah.[11]
            Adapun dasar pendidikan Madrasah Diniyah ada dua, yaitu:
1.      Dasar Religius (Agama)
            Dasar religius yaitu dasar-dasar yang bersumber dari ajaran Islam, sebagaimana tercantum dalam al-Qur’an dan Hadits.
2.      Dasar Yuridis (Hukum)
            Dasar Yuridis adalah dasar-dasar pelaksanaan pendidikan agama yang berasal dari peraturan perundang-undangan secara langsung ataupun tidak langsung. Sedangkan dalam pelaksanaan pendidikan agama secara yuridis meliputi pandangan-pandangan hidup yang asasi sampai pada dasar yang bersifat operasional, adapun dasar-dasar tersebut adalah:
·         Dasar ideal, yaitu Pancasila
·         Dasar Konstitusional, yaitu UUD 1945
·         Dasar Operasional, yaitu UU RI No. 20 Tahun 2003, tentang Sistem pendidikan Nasional
E.     SANTRI DAN PESANTREN DI INDONESIA SERTA PRINSIP-PRINSIP DAN SISTEM PENDIDIKAN PESANTREN
1.      Pesantren
            Pesantren merupakan lembaga pendidikan  Islam tertua di Indonesia. Kendatipun sejarah tidak mencatat secara pasti kapan munculnya pesantren pertama kali di Indonesia. Namun paling tidak, lembaga ‘pesantren’ telah ada ketika masa para Walisongo, sekitar abad 16-17 M., misalnya sebuah pesantren yang didirikan oleh Maulana Malik Ibrahim di Gresik.[12]
            Sebelum tahun 1960-an, pusat-pusat pendidikan pesantren di Indonesia lebih dikenal dengan nama pondok. Istilah pondok barangkali berasal dari pengertian asrama-asramapara santri atau tempat tinggal yang dibuat dari bambu, atau barangkali berasal dari kata Arab, funduq, yang artinya hotel atau asrama.[13]
            Menurut asal katanya, pesantren berasal dari kata santri yang mendapat imbuhan awalan pe dan akhiran an yang menunjukkan tempat. Dengan demikian, pesantren artinya tempat para santri.[14]
            Secara definitif, pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam (tafaqquh fi al-din) dengan menekankan pentingnya moral agama Islam sebagai pedoman hidup bermasyarakat sehari-hari.
            Dalam ensiklopedia Islam disebutkan bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tradisional di Indonesia. Ia sudah tumbuh dan berkembang beberapa abad beberapa abad yang silam. Pesantren di Jawa dan Madura sering disebut pondok. Sementara di Aceh corak pendidikan seperti itu disebut meunasah, dan di Sumatera Barat disebut surau. Setiap pesantren secara minimal harus mempunyai pondok atau asrama, masjid, santri pengajaran kitab kuning dan ada kiyai.[15]
            Pada sejarah berdirinya pesantren, awalnya pesantren didirikan dengan misi khusus, yaitu:
Pertama, sebagai wahana kaderisasi ulama yang nantinya diharapkan mampu menyebarkan agama di tengah-tengah masyarakat.
Kedua, membentuk jiwa santri yang memiliki kualifikasi moral dan religius.
Ketiga, menanamkan kesadaran holistik bahwa belajar merupakan kewajiban dan pengabdian kepada tuhan, bukan hanya umtuk meraih prestasi kehidupan dunia.[16]
            Adapun elemen-elemen pesantren antara lain [17]:
a)      Pondok
            Sebuah pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan Islam tradisional dimana siswanya tinggal bersama dan belajar dibawah bimbingan seorang guru yang lebih dikenal dengan sebutan ‘kiyai’.
b)      Masjid
            Masjid merupakan elemen yang tak dapat dipisahkan dari pesantren dan dianggap sebagai tempat yang paling tepat untuk mendidik para santri, terutama dalam praktik sembahyang lima waktu, khutbah dan sembahynag jum’at, dan pengajaran kitab-kitab Islam Klasik.
c)      Pengajaran Kitab Islam Klasik
            Pada masa lalu, pengajaran kitab Islam Klasik, terutama karangan-karangan ulama yang menganut faham Syafi’i, merupakan satu-satunya pengajaran formal yang diberikan dalam lingkungan pesantren. Tujuan utamanya ialah untuk mendidik calon-calon ulama.
d)      Santri
e)      Kiyai
            Kiyai merupakan elemen paling esensial dari suatu pesantren. Ia seringkali bahkan merupakan pendirinya. Sudah sewajarnya bahwa pertumbuhan suatu pesantren semata-mata bergantung pada kemampuan pribadi kiyainya.
2.      Santri
            Profesor Johns berpendapat bahwa istilah santri berasal dari bahasa Tamil, yang berarti guru mengaji. Sedangkan C.C. Berg berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari istilah shastri yang dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci Agama Hindu, atau seorang sarjana ahli kitab suci Agama Hindu. Kata shastri berasal dari shastra yang berarti buku-buku suci, buku-buku agama atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan.[18]
            Dari beberapa pengertian di atas, maka penulis berpendapat bahwa santri adalah orang Islam yang sedang berguru/ belajar untuk mendalami ilmu-ilmu agama kepada kiyai.
            Santri sebagai isi dari pondok itu juga merupakan elemen penting dari sebuah pesantren. Ada dua kelompok santri yang sering disebut santri mukim dan santri kalong. Santri mukim adalah para santri yang berasal dari daerah jauh dan menetap di dalam pondok atau asrama pesantren.[19] Adapun santri kalong adalah para santri yang berasal dari desa-desa di sekitar pesantren, biasanya tidak menetap dalam pesantren.[20]
3.      Prinsip-Prinsip Pendidikan Pesantren
            Menurut Mastuhu, prinsip-prinsip pendidikan pondok pesantren yaitu: [21]
1.      Theocentric
2.      Sukarela dan mengabdi
3.      Kearifan
4.      Kesederhanaan
5.      Kolektivitas
6.      Mengatur kegiatan bersama
7.      Kebebasan terpimpin
8.      Mandiri
9.      Pesantren adala tempat mencari ilmu dan mengabdi
10.  Mengamalkan ajaran agama
11.  Tanpa ijazah
12.  Restu kiyai
            Tholehah Hasan juga menegaskan bahwa sebagai lembaga pendidikan Islam, tampak jelas bahwa prinsip-prinsip pendidikan di pesantren bersifat teosentris. Orientasi pendidikan pesantren memusat pada sikap ‘taqarrub’ (mendekatkan diri kepada Allah) dan sikap ‘tahassun’ (meaksanakan amal-amal saleh).
4.      Sistem Pendidikan Pondok Pesantren
            Dalam sistem pendidikan pondok pesantren ada dua macam, yaitu Sistem Non Klasikal dan Sistem Klasikal.
a.       Sistem Non Klasikal
            Sistem ini merupakan sistem yang pertama kali dipergunakan dalam pondok pesantren. Dalam sistem ini tidak ada teknik pengajaran yang dijabarkan dalam bentuk kurikulum dan tak ada jenjang tingkat pendidikan yang ditentukan. Sedang banyak atau sedikitnya pelajaran yang diperoleh para santri menurut pola pembinaan kiyai dan ketentuan para santri. Dalam sistem ini, santri mempunyai kebebasan dalam memilih mata pelajarannya dan menentukan kehadiran tingkat pelajaran, sikap dalam mengikuti pelajaran dan waktunya belajar. Santri merasa puas dan cukup ilmunya akan meninggalkan pesantren untuk pulang ke kampung halamannya atau pergi ke pondok lain untuk menambah ilmu dan pengalamannya.[22]
            Ada tiga metode yang digunakan dalam sistem non klasikal ini, yaitu: [23]
1)      Metode Sorogan/ Cara belajar individual
            Dalam metode ini, setiap santri memperoleh kesempatan sendir untuk memperoleh pelajaran secara langsung dari Kiyai. Metode ini memungkinkan seorang guru/ ustadz untuk mengawasi, menilai, dan membimbing secara maksimal kemampuan seorang santri dalam menguasai bahasa Arab/ kitab-kitab yang diajarkan.
2)      Metode Bandongan/ Watom (Khalaqah/ Klasikal)
            Dalam metode ini, sering disebut sistem melingkar/ lingkaran, yang mana para santri duduk disekitar kiyai dengan membentuk lingkaran. Kiyai mengajarkan kitab tertentu kepada sekelompok santri yang masing-masing memegang kitab sendiri.
3)      Metode Demontrasi / Praktek Ibadah
            Metode ini adalah cara pembelajaran yang dilakukan dengan cara memperagakan (mendemonstrasikan) suatu keterampilan dalam hal pelaksanaa ibadah tertentu yang dilakukan secara perorangan maupun kelompok di bawah petunjuk dan bimbingan kiyai atau guru.
b.      Sistem Klasikal
            Dalam perkembangannya di samping mempertahankan ketradisionalannya, juga mengelola dan mengembangkan sistem pendidikan madrasah. Pengembangan ini dimaksudkan untuk mengantisipasi perubahan yang terjadi di masyarakat, serta untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat yang semakin maju dalam bidang pendidikan.
            Prubahan dalam sistem pendidikan adalah mengubah dari sistem non klasikal (sorogan, badongan atau wetonan), menjadi sistem klasikal, yaitu mulai dimasukkan sistem madrasah pada pondok pesantren dengan berbagai jenjang pendidikan mulai tingkat Ibtidaiyah (SD), Tsanawiyah (SLTP), Aliyah (SMU) sampai dengan tingkat Perguruan Tinggi.[24]


BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
1.      Madrasah diniyyah adalah pendidikan keagamaan Islam di luar pendidikan formal yang diselenggarakan baik di dalam maupun di luar pondok pesantren.
2.      Keberadaan madrasah Diniyah dilatarbelakangi oleh adanya keinginan dari masyarakat untuk belajar secara seimbang antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum. Madrasah di Indonesia memiliki sejarah yang cukup panjang, eksistensinya bermula pada abad ke-20. Hingga pada akhirnya terbitlah Undang-Undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan menjadi dasar yang kuat tentang kedudukan Madrasah Diniyah sebagai salah satu bagian dari lembaga keagamaan yang sangat beragam.
3.      Madrasah Diniyah terdiri atas  pendidikan diniyah formal, dan pendidikan diniyah nonformal.
4.      Tipologi Madrasah Diniyah dikelompokkan menjadi 3 (tipe), yaitu: Madrasah Diniyah Wajib, Madrasah Diniyah Pelengkap, dan Madrasah Diniyah Murni
5.      Adapun dasar pendidikan Madrasah Diniyah ada dua, yaitu: Dasar Religius dan Dasar Yuridis.
6.      Dalam ensiklopedia Islam disebutkan bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tradisional di Indonesia.
7.      Santri adalah orang Islam yang sedang berguru/ belajar untuk mendalami ilmu-ilmu agama kepada kiyai.
8.      Sistem Pendidikan Pondok Pesantren ada dua, yaitu Sistem Klasikal dan Sistem Non Klasikal.
B.     SARAN
            Besar harapan kami, semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan kita semua sebagai mahasiswa. Serta meningkatkan rasa penasaran dan ingin tahu dan sebagai pendorong daya tarik kita dalam memahami tentang apa saja yang berkaitan dengan Madrasah Diniyah dan Pondok Pesantren. Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan sebagai perbaikan dalam penyusunan makalah berikutnya.


DAFTAR PUSTAKA

Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren. Jakarta : LP3ES, 2011.

Fachrurrosi, Achmad, Tesis: “Pendidikan Pesantren Dalam Meningkatkan            Kecakapan Hidup (Life Skill) Santri: Studi Kasus di Pondok Pesantren At-   Taroqqi Sampang Madura. Surabaya: UIN Sunan Ampel, 2013.

Ikwandi, M. Ripin, Tesis: “Peran Madrasah Diniyah Dalam Peningkatan Mutu    Pendidikan Agama di MI Roudlotul Islamiyah Sawocangkring Wonoayu          Sidoarjo”. Surabaya : UIN Sunan Ampel 2013.

Lathifatunnur, Tesis: “Pengaruh Proses Pendidikan Madrasah Diniyah Terhadap            Prestasi Belajar Peserta Didik Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam      di SMPN 1 Pamotan Rembang”.Semarang:  UIN Walisongo, 2016.

Menteri Agama RI, Peraturan Menteri Agama tentang Pendidikan Keagamaan     Islam, Jakarta: 2012.

Nasir, Ridlwan, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal, Yogyakarta : Pustaka            Belajar, 2010.

Nizah, Nuriyatun. “Suatu Tinjauan Historis, Dinamika Madrasah Diniyah”. Jurnal            Penelitian Pendidikan Islam. Vol. 11, No.1, 2016.

Nizar, Syamsul, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Kencana, 2013.

Sya’roni, Muhammad. “Wajah pendidikan Agama Islam”, Cendikia, Vol. 8, No.   2, 2015.

Syukur, Fatah, Sejarah Pendidikan Islam, Semarang : Pustaka Rizki Putra, 2012.


[1] Fatah Syukur, Sejarah Pendidikan Islam, Semarang : Pustaka Rizki Putra, 2012. Hal. 118
[2] Ridlwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal, Yogyakarta : Pustaka Belajar, 2010. Hal. 95
[3] Menteri Agama RI, Peraturan Menteri Agama tentang Pendidikan Keagamaan Islam, Jakarta: 2012. Hal. 3
[4] Nuriyatun Nizah. “Suatu Tinjauan Historis, Dinamika Madrasah Diniyah”. Jurnal Penelitian Pendidikan Islam. Vol. 11, No.1, 2016. Hal. 182
[5] Nuriyatun Nizah. “Suatu Tinjauan Historis, Dinamika Madrasah Diniyah”. Jurnal Penelitian Pendidikan Islam. Vol. 11, No.1, 2016. Hal. 183-184
[6] Lathifatunnur, Tesis: “Pengaruh Proses Pendidikan Madrasah Diniyah Terhadap Prestasi Belajar Peserta Didik Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMPN 1 Pamotan Rembang”.Semarang:  UIN Walisongo, 2016. Hal. 13-14
[7] Menteri Agama RI, Peraturan Menteri Agama....... Hal.4
[8] Nuriyatun Nizah. “Suatu Tinjauan Historis, Dinamika Madrasah Diniyah”.......Hal. 185
[9] Nuriyatun Nizah. “Suatu Tinjauan Historis, Dinamika Madrasah Diniyah”......Hal.187
[10] Menteri Agama RI, Peraturan Menteri Agama....... Hal.5
[11] M. Ripin Ikwandi, Tesis: “Peran Madrasah Diniyah Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan Agama di MI Roudlotul Islamiyah Sawocangkring Wonoayu Sidoarjo”. Surabaya : UIN Sunan Ampel 2013. Hal. 24-25
[12] Fatah Syukur, Sejarah Pendidikan Islam, Semarang : Pustaka Rizki Putra, 2012. Hal. 122
[13] Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren. Jakarta : LP3ES, 2011. Hal. 41
[14] Syamsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Kencana, 2013. Hal. 286
[15] Fatah Syukur, Sejarah Pendidikan Islam........... Hal. 123-124
[16] Muhammad Sya’roni. “Wajah pendidikan Agama Islam”, Cendikia, Vol. 8, No. 2, 2015. Hal. 25
[17] Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren. Jakarta : LP3ES, 2011. Hal. 79-
[18] Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren. Jakarta : LP3ES, 2011. Hal. 41
[19] Fatah Syukur, Sejarah Pendidikan Islam........... Hal.124-125
[20] Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren,........... hal. 89
[21] Achmad Fachrurrosi, Tesis: “Pendidikan Pesantren Dalam Meningkatkan Kecakapan Hidup (Life Skill) Santri: Studi Kasus di Pondok Pesantren At-Taroqqi Sampang Madura. Surabaya: UIN Sunan Ampel, 2013. Hal. 29
[22] Achmad Fachrurrosi, Tesis: “Pendidikan Pesantren Dalam Meningkatkan Kecakapan............. Hal. 30
[23] Achmad Fachrurrosi, Tesis: “Pendidikan Pesantren Dalam Meningkatkan Kecakapan............. Hal. 31
[24] Achmad Fachrurrosi, Tesis: “Pendidikan Pesantren Dalam Meningkatkan Kecakapan............. Hal. 32-33

Tidak ada komentar:

Posting Komentar