Jumat, 03 April 2020

Makalah Sejarah Peradaban Islam - PERADABAN ISLAM PADA MASA DINASTI USMANI DI TURKI


Mata Kuliah
Dosen Pengampu
Sejarah Peradaban Islam
M. Miftah Arief, M.Pd


PERADABAN ISLAM PADA MASA DINASTI USMANI DI TURKI

Oleh:
Kelompok 9
Abdul Hamid
:
18.12.4418
Ahmad Akif Azhari
:
18.12.4423
Muhammad Mirwan
:
18.12.4536

INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM MARTAPURA
FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN ISLAM
2019



KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan taufik dan hidayah-Nya jualah kami mampu menyelesaikan makalah Sejarah Peradaban Islam yang berjudul “PERADABAN ISLAM PADA MASA DINASTI USMANI DI TURKI”. Sholawat dan salam senantiasa kita curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, beserta seluruh keluarga beliau, sahabat-sahabat beliau, dan para pemgikut beliau dari dulu, sekarang dan masa akan datang.
Di dalam penyajian makalah ini, kami berusaha menyajikan dalam bentuk yang sederhana, agar mudah dalam menelaah dan memahaminya. Kami berharap dapat bermanfaat tidak hanya untuk penyusun pada khususnya, tetapi pembaca pada umumnya.
Kami menyadari keterbatasan yang terdapat di dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, kami berharap kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak, terutama dari bapak M. Miftah Arief, M. Pd, sebagai dosen pembimbing mata kuliah Sejarah Peradaban Islam demi menyempurnakan isi, cara penulisan, dll.
Akhir kata, kami ucapkan terimakasih kepada para penerbit dan pengarang buku, serta situs internet dalam mengikat pembahasan yang bersentuhan langsung dengan topik yang kami susun.


                                                              Martapura, 27 November 2019
                                                                   Penulis :


                                                                       Kelompok  9


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang.................................................................................. 1
B.     Rumusan Masalah............................................................................. 1
C.     Tujuan............................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A.    Sejarah Berdirinya Kerajaan Usmani ............................................... 2
B.     Penaklukan Konstantinopel............................................................ 17
C.     Peradaban Islam di Turki................................................................ 21
D.    Kemunduran Turki Usmani............................................................ 29
E.     Keruntuhan Turki Usmani.............................................................. 32
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan..................................................................................... 36
B.     Saran............................................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
            Dinasti Turki Utsmani merupakan salah satu dari tiga Dinasti besar pasca runtuhnya dinasti Abbasiyah di Baghdad. Dinasti Turki Utsmani merupakan kekhalifaan yang cukup besar dalam Islam dan memiliki pengaruh cukup signifikan dalam perkembangan wilayah Islam di Asia, Afrika, dan Eropa. Bangsa Turki memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan peradaban Islam. Dinasti ini berkuasa lebih kurang tujuh abad.
            Dalam makalah ini kami akan mengulas bagaimana Dinasti Turki Usmani dalam Peradaban Islam, dan juga mengulas suatu kejadian yang sangat fenomenal di abad pertengahan yang menggemparkan dunia, yaitu penakluan Konstantinopel.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Sejarah Berdirinya Kerajaan Usmani?
2.      Bagaimana Sejarah Penaklukan Konstantinopel?
3.      Bagaimana Peradaban Islam Di Turki?
4.      Bagaimana Kemunduran Turki Usmani?
C.    Tujuan
1.      Bagaimana Sejarah Berdirinya Kerajaan Usmani?
2.      Bagaimana Sejarah Penaklukan Konstantinopel?
3.      Bagaimana Peradaban Islam Di Turki?
4.      Bagaimana Kemunduran Turki Usmani?


BAB II
PEMBAHASAN

A.      Sejarah Berdirinya Kerajaan Usmani
            Dinasti Turki Utsmani merupakan salah satu dari tiga Dinasti besar pasca runtuhnya dinasti Abbasiyah di Baghdad. Berdiri tahun 1281 di Asia Kecil. Pendirinya ialah Utsman bin Erthogil. Wilayah kekuasaannya meliputi Asia Kecil dan daerah Trace (1354), menguasai selat Dardanella (1361), Casablanca (1389), kemudian menaklukan Dinasti Romawi (1453). Dinasti Turki Usmani di sini tidak ada hubungannya dengan khulafa'ur rasyidin ketiga, yaitu Utsman sahabat Nabi. Kata Usmani diambil dari nama kakek mereka yang pertama dan pendiri Dinasti ini, yaitu Usmani bin Erthogrul bin Sulaiman Syah dari suku Qayigh, salah satu cabang keturunan Oghus Turki.[1]
            Para sejarawan berbeda pendapat dalam memberikan keterangan tentang asal-usul kerajaan Turki usmani. Informasi tentang kerajaan turki usmani menurut para sejarawan, seperti Hammer-Purstal, Zinkeisen dan Iorga setidak-tidaknya masih dapat dilacak dari beberapa informasi dan keterangan tradisional yang diperoleh dari sumber peninggalan penulisan sejarah orang Turki itu sendiri. Menurut keterangan itu, orang-orang Usmani sebenarnya nenek moyangnya berasal dari wilayah Asia Tengah. Mereka berasal dari suku Kayi, khususnya dari kabilah Oghuz, salah satu komponen dari bangsa Turki yang mengembara ke Anatolia karena serangan bangsa Mongol pada abad ke-13 M. Keterangan ini juga diterima dari Carl Brockelman. Menurutnya, berdasarkan legenda yang berkembang, keturunan Usmani memang berasal dari suku Kayi, tepatnya dari kabilah Oghuz, sebagai salah satu bagian dari bangsa Turki yang ada pada waktu itu.[2]
            Para sejarawan berpendapat bahwa pendiri kerajaan Usmani adalah Usman, putra Ertohrul. Sewaktu serangan Mongol sampai kewilayah Khurasan, kabilah Oghuz terpaksa pergi mengembara ke luar untuk menghindari serangan tersebut. Dalam pengembaraan tersebut, kabilah Oghuz dibawah pimpinan Sulaiman meminta perlindungan kepada raja Khawarizmi, Jalal Ad-Diin Mangurbiti, yang memberi daerah kediamaan di wilayah armenia bagian Barat Laut. Namun, setelah Jalal Ad-Din meninggal, Sulaiman sebagai pimpinan kabilah Oghuz merasa tidak aman lagi tinggal di wilayah itu karena sering mendapat gangguan dari dinasti-dinasti kecil yang saling bersaing. Sulaeman mengembara lagi ke Anatolia, Asia kecil. Akan tetapi, belum sampai ke Asia Kecil, Sulaeman meninggal karena hanyut dalam banjir di sungai Eufrat. Kedudukan Sulaeman sebagai pemimpin kabilah Oghuz digantikan oleh puteranya, Ertoghrul.[3]
            Selanjutnya, dengan kekuatan lebih kurang 400 kepala keluarga. Ertoghrul melanjutkan pengembaraan kedaerah Barat dan mencari tempat pengungsian di tengah-tengah saudara mereka, orang-orang Turki Seljuk, di daratan tinggi Asia Kecil. Di sana dibawah kepemimpinan Ertoghrul, mereka mengabdikan diri kepada Sultan Alaudin II, Sultan Seljuk yang kebetulan sedang berperang melawan kerajaan Bizanttium atau Romawi Timur. Berkat bantuan mereka, Sultan Alaudin mendapatkan kemenangan. Sebagai bentuk penghargaan terhadap jasa-jasanya, Ia menghadiahkan sebidang tanah Di Asia Kecil yang berbatasan dengan kerajaan Romawi Timur di wilayah Dorylaeum (distrik Iskishahar dan sekitarnya) yang berbatasan dengan Bizantium,serta memberikan kuasa penuh untuk melakukan ekspansi ke beberapa wilayah. Sejak saat itu, mereka terus membina wilayah barunya dengan menjadikan kota Sykuud sebagai Ibukotanya.[4]
            Ertoghrul meninggal dunia pada tahun 1289 M. Kepemimpinannya selanjutnya diteruskan oleh putranya, Usman. Putra Ertoghrul inilah yang dianggap sebagai pendiri kerajaan Turki Usmani. Usman memerintah antara tahun 1290 M sampai dengan tahun 1326 M. Tidak jauh berbeda dengan orang tuanya, Ia banyak berjasa kepada Sultan Alaudin II karena berkat bantuannya, Sulatan Alaudin II menguasai benteng-benteng pertahanan kerjaan Bizantium yang berdekatan dengan Broesa. Pada tahun 1300 M, bangsa Mongol menyerang kerajaan Turki Seljuk Rum yang menewaskan Sultan Alaudin II. Dengan adanya penyerangan ini, Kerajaan Turki Seljuk Rum kemudian terdisintegrasi kedalam beberapa kerajaan kecil. Usman pun menyatakan kemerdekaan dan berkuasa penuh atas daerah yang didudukinya. Sejak saat itulah Kerajaan Turki Usmani dinyatakan berdiri, dengan penguasa pertamanya adalah Usman.[5] Inilah asal mula mengapa kemudian diberikan nama dinasti Usmani. Hal ini berarti bahwa putra Ertogrol inilah dianggap sebagai pendiri kerajaan Usmani. Sebagai penguasa pertama, dalam sejarah ia disebut sebagai Utsman I. Utsman memerintah pada Tahun 1290 M sampai 1326 M.[6]
1.      Kerajaan Turki Usmani dan Ekspansinya
            Masa kepemimpinan Kerajaan Turki Usmani telah berlangsung selama lebih dari enam abad. Selama dalam kurun waktu itu, Kerajaan Turki Usmani banyak membawa kemajuan yang berarti bagi eksistensi dan perkembangan peradaban wilayah Islam. Prestasi kemajuan yang terkait dalam usahanya melakukan penyebaran dan perluasan wilayah Islam tampaknya merupkan kemajuan yang utama dan menjadi kebanggaan tersendiri bagi orang-orang Turki Usmani. Karena pada masanya Islam meluas ke Benua Eropa. Seperti diketahui bersama, setelah Usman mendeklarasikan dirinya sebagai Sultan pada tahun 1300 M/ 699 H., sedikit demi sedikit wialayah Kerajaan Turki Usmani berhasil diperluas. Karena daerah kekuasaan Kerajaan Turki Usmani berdekatan dengan daerah kekuasaan Kerajaan Bizantium di Asia Kecil, sasaran utama gerakan ekspansinya adalah daerah kekuasaan Kerajaan Bizantium yang secara kebetulan dalam keadaan lemah setelah bertahun-tahun berperang dengan Kerajaan Turki Seljuk Rum.[7]
            Sebagai sultan I, Usman lebih banyak mencurahkan perhatiannya kepada usaha-usaha untuk memantapkan kekuasaannya dan melindunginya dari segala macam serangan, khususnya Bizantium yang memang ingin menyerang. Exspansinya dimulai dengan menyerang daerah perbatasan Bizantium dan menaklukan kota Broessa Tahun 1317 M, dan Broessa dijadikan sebagai ibu kota kerajaan.[8]
            Kejatuhan Broesa ketangan Kerajaan Turki Usmani memberikan angin segar terhadap kepercayaan masyarakat. Kepercayaan masyarakat Muslim terhadap kepemimpinan Usman mulai timbul. Kepercayaan ini semakin meyakinkan dengan dipindahkannya Ibukota kerajaan dari Sagyat ke Broesa.[9]
            Putra Utsman, Orkhan, memerintah pada tahun 1326-1360 M.[10] Pada masa pemerintahannya, Orkhan tetap melaksanakan kebijakan pendahulunya untuk menaklukan Asia Kecil.[11] Ia membentuk pasukan yang tangguh kemudian dikenal dengan Inkisyariyah/ Jannisary (organisasi militer baru, yaitu pengawal elite dari pasukan turki yang kemudian dihapuskan pada tahun 1826) untuk membentengi kekuasaanya. Basis kesatuan ini berasal dari pemuda-pemuda tawanan perang. Kebijakan kemiliteran ini lebih dikembangkan oleh pengganti Orkhan yaitu Murad I dengan membentuk sejumlah korps atau cabang-cabang yennisary. Kekuatan militer Yennisary berhasil mengubah Negara Usmany yang baru lahir ini menjadi mesin perang yang paling kuat dan memberikan dorongan yang besar sekali bagi penaklukan negeri-negeri non Muslim.1 Pada masa Orkhan inilah dimulai usaha perluasan wilayah yang lebih agresip dibanding pada masa Usman. Dengan mengandalkan jennisary, Orkhan dapat menaklukan Azmir (Smirna) tahun 1327 M, Thawasyanly (1330 M), Uskandar (1338 M), Ankara (1354 M) dan Gallipoli (1356 M). Daerah-daerah ini merupakan bagian benua Eropa yang pertama kali diduduki oleh kerajaan Usmani.[12]
            Sultan Orkhan meninggal dan segera digantikan oleh putranya Murad I (1359-1389). Pada masa pemerintahannya, Ia berhasil menaklukkan Sugora, bertambah kokohlah kekuasaan Turki Usmaninya di Asia Kecil. Selanjutnya, ia melakukan penyerbuan ke negara –negara Balkan. Dalam penyerbuan ini, Sultan Murad I berhasil menaklukkan Adrionopel, kota kedua setelah Konstatinopel.
            Jatuhnya Adrianopel berarti Kerajaan Turki Usamani telah mengepung Kerajaan Bizantium dari segala penjuru. Hal tersebut menimbulkan ketakutan bagi kerajaan Bizantium dan kerajaan-kerajaan Eropa Lainnya. Ketakutan itu semakin bertambah ketika Sultan Murad I pada tahun 1389 M dalam peperangan dari Kosopo berhasil mengalahkan tentara Eropa, yang berakhir dengan jatuhnya kerajaan Serbia, Macedonia, dan Rumelia.[13]
            Ketika Sultan Murad I Wafat pada tahun 1389, putranya yang bernama Bayazid I naik Tahta pada tahun itu juga. Sultan Bayazid I terkenal sebagai Sultan Kerajaan Turki Usmani yang bergelar Vildrim (petir). Pada masa pemerintahannya, Ia berhasil menaklukan daerah pertambangan Karatowa, Viddin, Bosnia, Alashehir, Aydin, Ayasoluk, daerah Sarukhan dan mengalahkan Raja Hungaria dalam pertempuran di Sungai Dunabe. Sultan Bayazid I pun berkali-kali melakukan serangan dan pengepungan terhadap kota konstatinopel, benteng Bizantium di Galata yang berhasil direbutnya. Selanjutnya kekelahan dari timur Lenk pada tahun 1404 M menghentikan usaha Sultan Bayazid dalam melakukan perluasaan wilayah Islam.
            Berdasarkan uraian ini, jelas bahwa dari kegiatan perluasaan wilayah Islam yang dilakukan oleh Kerajaan Turki Usmani dapat diketahui bahwa tentara kerajaan Turki Usmani merupakan kekuatan militer yang tangguh bagi Eropa. Itulah sebabnya kerajaan ini dengan mudah mengadakan gerakan Ekspansinya ke Eropa.
            Perlusan wilayah Islam yang dilakukan sultan-sultan dari kerajaan Turki Usmani paca-Sultan Bayazid I, yaitu dari masa Sutan Sulaeman sampai masa pemerintahan Sultan Murad II terhenti. Pada masa ini, kondisi di kerajaan Turki tidak kondusif untuk melakukan perluasaaan wilayah Islam. Perlu diketahui, sepeninggal Sultan Bayazid I terjadi perebutan kekuasaan di antara anak-anaknya, yaitu Sulaeman, Musa, dan Muhammad. Dalam masa perebutan kekuasaan yang berlangsung selama satu dasawarsa itu, Sulaeman dapat berkuasa selama tujuh tahun (1403-1410 M). Kemudian Musa memerintah selama tiga tahun, sedangkan Muhammad I walaupun sejak semula sudah dinyatakan sebagai pengganti ayahnya hanya berkuasa sejak tahun 1413 M.[14]
            Sungguhpun Sultan Muhammad I telah berkuasa kembali dalam kerajaan Usmani, tugas utama yang dihadapinya bukanlah mengadakan ekspansi melainkan lebih berorientasi untuk mengokohkan sendi-sendi kerajaan setelah ditinggalkan Timur Lenk. Dalam rangka mengokohkan sendi-sendi kerajaan ini, Sultan Muhammad I mengadakan perjanjian damai dengan Eropa dan bersikap lunak terhadap kaum pemberontak. Keadaan ini terus berlangsung sampai pada pemerintahan Murad II (1421-1451 M). Usaha kedua Sultan ini berhasil dalam mengokohkan sendi-sendi Kerajaan Usmani kembali. Hal ini terbukti setelah Sultan Murad II meninggal, Ia telah mewariskan Tahta Kerajaan Turki Usmani yang stabil kepada penerusnya, Sultan Muhammad II.
            Sultan Muhammad II naik tahta menggantikan ayahnya pada tahun 1451 M. Pada masa ini, perhatian sultan sepenuhnya terfokus untuk menaklukkan kota Konstatinopel, kota yang selalu menjadi idaman dan kebanggaan orang yang bisa merebutnya. Untuk itu, ia membuat rencana dan persiapan penaklukkan dengan sebaik-baiknya dan ia memimpin usaha menaklukkan Konstatinopel ini.[15]
            Setelah perencanaan dan persiapan benar benar matang, dimulailah penyerangan dan pengepungan kota Konstatinopel. Dalam masa penyerangan dan pengepungan yang relatif singkat, yaitu sekitar 52 hari, Sultan Muhammad II berhasil menaklukkannya pada tahun 1453 M. Bagi Sultan Muhammad II, keberhasilannya dalam penaklukan itu merupakan prestasi dan kebanggaan tersendiri karena sepanjang sejarah Islam, Ia adalah satu-satunya Sultan dari Kerajaan Turki Usmani yang berhasi menaklukkan Konstatinopel. Gerakan ekspansi dalam masa Muhammad II tidak berhenti sampai penaklukan Kota Konstatinopel, tetapi terus berjalan ke arah barat Eropa. Pada masa anaknya, Sultan Bayazid II (1481-1512 M), ekspansi Islam meluas ke Transivania, Bosnia, Moldova, Cyprus, dan Naxsos.[16]
            Sekalipun Konstatinopel telah jatuh di tangan Utsmani dibawa kekuasaan Muhammad Al-Fatih, namun umat Kristen sebagai pendudduk asli daerah tersebut tetap diberikan kebebasan beragama. Bahkan mereka dibiarkan memilih ketua-ketua dilantik oleh Sultan.
            Setelah Muhammad Al-Fatih meninggal, Ia digantikan Bayazid II. Ia lebih mementingkan kehidupan tasawuf daripada berperang. Kelemahannya di bidang pemerintahan yang cenderung berdamai dengan musuh mengakibatkan Ia tidak ditaati oleh rakyatnya, termasuk putra-putranya. Karena seringnya terjadi perselisihan yang panjang antara dia dan putra-putranya, akhirnya Ia mengundurkan diri dan diganti putranya, Salim I pada tahun 1512 M. Pada masa Sultan Salim I pada tahu 1517 M. Gelar Khalifah yang disandang oleh Al-Mutawakki alaa llah, salah seorang keturunan Banii Abbas yang selamat dari Bangsa mongol tahun 1235 M. dan saat itu berada dalam proteksi makhluk diambil alih oleh Sultan. Engan demikian pada masa Sultan Salim ini para Sultan Usmani menyandang dua gelar, yaitu gelar Sultan dan gelar Khalifah. Sehingga nama Sultan Salim pun mulai disebutkan dalam khutbah-khubah. Selain itu ia pun dalam masa pemerintahannya selama 8 tahun menjadi penguasa dan pelindung 2 buah kota suci yaitu Mekkah dan Madinah.
            Puncak kerajaan Turki Usmani dicapai pada masa pemerintahan Sulaeman I. Ia digelari Al-Qanuni, karena ia berhasil membuat undan-undan yang mengatur masyarakat. Orang, menyebutnya sebagai Sulaeman yang agung, the magnificien. Ia menyebut dirinya sultan dari segala sultan, raja dari segala raja, pemberian anigra mahkota bagi para raja. Pada masanya wilayahnya meliputi dataran Eropa hingga Austria, Mesir dan Afrika Utara hingga ke Aljazair dan Asia hingga Persia, serta meliputi lautan Hindia, Laut Arabia, Laut merah, Laut tengah,dan Laut Hitam.
2.      Sultan-Sultan Dinasti Turki Usmani
            Untuk lebih jelasnya penulis akan menyebutkan priode-priode kesultanan pada masa kerajaan Turki Usmani. Dalam bukunya DR. Syafiq A. Mugani membagi menjadi 5 (Lima) priode yakni priode I pada tahun 1299-1402 M. priode ke II pada tahun 1402-1566 M, priode ke III 1566-1699 M, priode ke IV pada tahun 1699-1839 M dan priode ke V pada tahun 1839-1922 M.[17]
1.      Priode pertama, Sultan-sultannya ialah
a.       Utsman I/ Sultan Al-Ghazi Utsman (699-726 H/ 1299-1326 M.)
      Ketika Ertogul meniggal dunia, Utsman menggantikan posisinya. Hal yang pertama ia lakukan adalah memperluas wilayah kekuasaan sukunya. Tentu saja atas persetujuan Alauddin, amir Karaman. Pada tahun 699 H, Mongol menyerang keamiran Karaman. Alauddin lantas melarikan diri ke negeri Byzantium, tetapi ia meninggal dunia pada tahun itu juga. Setelah pengangkatannya, Ghiyatsuddin putranya menggantikan posisi mendiang sang ayah. Akan tetapi, Ghiyatsuddin pun tewas ditangan Mongol. Dengan demikian, peluang bagi Utsman untuk menjadi penguasa tunggal atas wilayah-wilayah kekuasaannya terbuka lebar. Maka, ia mendirikan Negara Utsmani yang dialamatkan kepada namanya. Untuk itu, ia membuat suatu ibu kota bagi negaranya, yaitu kota Yenisehir yang berarti “kota baru”. Ia juga membuat bendera negaranya yang sampai sekarang dipakai Negara Turki. Utsman wafat pada tahun 717 H/ 1326 M Dan dimakamkan di kota Bursa. Selanjutnya kota tersebut di jadikan makam keluarga Dinasti Utsmani.
      Hal yang dilakukannya antara lain:
1)   Perluasan wilayah kekuasaan sukunya
2)   Mengejak para amir Romawi Byzantium yang berada di Asia Kecil masuk Islam, jika ia menolah maka diharuskan membayar upeti (jizyah), jika ia menolak maka ia harus diperangi. [18]
b.      Orkhan (726-761 H/ 1326-1359 M.)
      Kendati Orkhan adalah putra kedua, Utsman berwasiat agar tahta diserahkan kepadanya jika sang ayah sudah tiada. Pasalnya, karakter Orkhan bercita-cita tinggi dan pemberani. Sedangkan Alauddin putra sulung Utsman tidak diserahinya tahta karena ia cenderung untuk beruzlah (menyendiri dalam ibadah) dan hidup wara’. Itulah alasan Utsman tidak mewariskan tahtanya kepada si putra sulung. Alauddin pun tidak mempermasalahkan wasiat sang ayah. Namun, Orkhan tetap menghormati kakaknya itu dan menyerahkan urusan dalam negeri kepadanya. Dalam menjalankan roda pemerintahannya, Orkhan lebih berkonsentrasi pada espansi wilayah kekuasaan dan urusan-urusan luar negeri. Selain itu, Orkhan memindahkan ibu kota negara ke kota Bursa.
      Hal yang dilakukannya antara lain:
1)  Pembuatan sistem kemiliteran ( inkasyariah) yang dibentuk dari anak-anat terlantar dan anak-anak keturunan Romawi Byzantium yang kehilangan orang tuanya saat perang.
2)  Pemakmuran negeri dengan membangun berbagai sekolah, masjid, dan Tekke (tempat peribadatan sufi)
3)  Menetapkan peraturan-peraturan untuk menjaga kestabilan dalam negeri.
4)  Penaklukan wilayah Izmir dan Iznik.
c.       Murad I (761-791 H/ 1359- 1389 M.)
      Hal yang dilakukannya antara lain:
1)   Penaklukan kota Erdine dan pemindahan ibu kota ke Erdine guna menjadikannya titik pergerakan jihad di Eropa.
2)   Penaklukkan kota Philoppholis di Selatan Bulgaria, Klokotnitsa dan Vaardar.
3)   Penaklukan kota Sofia setelah pengepungan selama tiga tahun
4)   Penaklukan kota Thesaloniki di Makedonia.
d.      Bayazid I (791-804 H/ 1389-1402 M.)
            Bayazid I diserahi takhta pada usia 30 tahun. Ia kesohor sebagai Sultan yang selalu berjihad dan memiliki semangat Islam yang berapi-api, sampai-sampai ia dijuluki Yildirim”halilintar”, lantaran kedatangan dan kepergiannya yang sekoyong-koyong bagi musuh. [19]
2.      Periode ke dua, Sultan-sultannya ialah
a.       Muhammad I (816-84 H/ 1403-1421 M.)
b.      Murad II (824-855 H/ 1421-1451 M.)
1.      Sultan Murad II naik Tahta pada Tahun 842 H, saat ia berusia tidak lebih dari 18 tahun.
2.      Kebijakan politiknya didasarkan pada penguasaan keamiran-keamiran Anatolia yang memerdekakan diri dari negara-negara Utsmani ditengah-tengah penyerbuan Timur Lenk. Dengan demikian, ia dapat mempersatukan kaum Muslimin dalam jumlah besar unruk menaklukkan Eropa.
c.       Muhammad II fath (855-886 H/ 1451-1481 M.)
            Selain penaklukan Konstantinopel, hal lain yang dilakukannya antara lain:
1)   Penaklukan negeri Morea di selatan Yunani pada tahun 863 H.
2)   Penaklukan negeri Wallachia
3)   Penaklukan negeri Bosnia
4)   Penaklukkan kerajaan Trabzon (kerajaan salibis terakhir di Anatolia)
5)   Percobaan penaklukan Italia
d.      Bayazid II (886-918 H/ 1481-1512 M.)
      Sultan Bayazid II terkenal cenderung pada perdamaian. Ia hanya memasuki kancah perang dalam posisi bertahan.
e.       Salim I (918-96 H/ 1512-1520 M.)
Hal yang dilakukannya antara lain:
1)   Menyatukan daerah-daerah Islam agar menjadi satu kesatuan untuk melawan persekutuan salibis di Eropa
2)   Penyerangan terhadap dinasti Safawi
f.        Sulaeman I Qanuni (926-974 H/1520-1566 M.)
      Pada era khalifah Sulaiman, negara Utsmani mencapai ekspansi terluasnya, sampai-sampai menjadi negara terkuat didunia pada zaman itu. Ia terkenal dengan sebutan Sulaiman Al-Qanuni (undang-undang). Pasalnya, ia menerapkan aneka peraturan dalam negeri disemua cabang pemerintahan.
1)     Menetapkan aneka peraturan dalam negeri disemua cabang pemerintahan.
2)     Penaklukan Belgrade
3)     Penaklukan Negeri Hungaria [20]
3.      Periode ke tiga, Sultan-sultannya ialah
a.       Salim II (1566-1699 M.)
      Salim II adalah putra Roxelana yang berkebangsaan Rusia. Ia mewarisi takhta setelah agen-agen rahasia Roxelana berhasil membunuh putra-putra khalifah sulaiman lainnya. Khalifah Salim II tidak berkepribadian kuat seperti para khalifah dan sultan pendahulunya. Hanya saja berkat adanya perdana menteri Muhammad Ash-Shiqilli, posisi negara dapat dipertahankan.
      Hal yang terjadi pada masa kekhalifahannya antar lain:
1.Menumpas pemberontakan di Yaman
2.Membebaskan Tunisia dari Spanyol dan menjadikannya wilayah Utsmani
3.Penaklukan siprus
b.      Murad III (982-1003 H/1573-1596 M.)
      Urusan dalam negeri yang dilakukan oleh khalifah Murad III adalah melarang minuman keras yamh sangat marak pada era ayahnya khalifah Salim II.
c.       Muhammad III (1003-1012 H/ 1596-1603 M.)
d.      Ahmad I (101-1026 H/ 1603-1617 M.)
      Ahmad I naik Tkhta ketika belum menginjak usia empat belas tahun. Ia tidak membunuh Musthafa saudaranya, melainkan hanya memenjarakannya. Dirumah tahanan berikut para selir dan pelayannya.
e.       Mustafa I (1026-1027 H/ 1617-1618 M.)
      Mustafa I bebas dari rumah tahanan bersama para selir dan pelayannya tanpa tahu-menahu ihwal seluk-beluk pemerintahan. Alhasil, masa pemerintahan khalifah Mustafa I berlangsung tidak lebih dari tiga bulan saja. Kemudian ia lengser dan digantikan Utsman keponakannya (putra Ahmad I).
f.        Usman II (1027-1031 H/1618-1622 M.)
      Utsman II menjadi khalifah saat usianya tidak lebih dari tiga belas tahun. Ia pun membunuh saudaranya Muhammad, sebagai mana sudah menjadi tradisi.
g.      Murad IV (1032-1039 H/ 1623-1640 M.)
      Murad IV adalah putra Ahmad I. Ia menjadi Khalifah ketika usianya belum juga menginjak empat belas tahun.
h.      Ibrahim I (1049-1058 H/ 1640-1648 M.)
      Penaklukan yang terjadi pada masa kelhalifahan Ibrahim I adalah penaklukan Pulau Kreta yang kala itu berafiliasi dengan Vanesia.
i.        Muhammad IV (1058-1099 H/ 1648-1687 M.)
      Penaklukan yang terjadi di era kekuasaannya antar lain:
1)      Penaklukan benteng Nohzel
2)      Penaklukan Moravia (kawasan antara Ceko dan Slovakia)
3)      Penaklukan provinsi SinZia (polandia)
j.        Sulaeman III (1099-1102 H/ 1687-1691 M.)
k.      Ahmad II (1102-1106 H/ 1691- 1695 M.)
      Pemerintahan Ahmad II berlangsung tidak lebih dari empat tahun saja, ia mangkat pada tahin 1106 H.
l.        Mustafa II (1106-1115 H/ 1695-1703 M.).
      Khalifah Mustafa II memiliki sifat yang pemberani dan proaktif. Ia memimpin langsug pasukan Utsmani untuk menyingkirkan Polandia. Ia berhasil mengalahkan mereka dengan bantuan pasukan Kavelari Cossack pada tahun 1107 H. [21]
4.        Periode ke empat, Sultan-sultannya ialah
a.     Ahmad III (1115-1143 H/ 1703-1730 M.)
b.    Mahmud I (1143-1168 H/ 1730-1754 M.)
c.     Usman III (1168-1171 H/1754-1757 M.)
     Khalifah Utsman III dilahirkan pada tahun 1110 H. Maka saat ia menjabat sebagai khalifah, usianya sudah 58 tahun lebih.
d.    Mustafa III (1171-1187 H/ 1757-1774 M.)
     Mustafa III adalah putra mendiang Ahmad III. Ia menjabat sebagai khalifah pada tahun 1171 H.
e.    Abdul Hamid I (1187-1023 H/ 1774-1788 M.)
f.     Salim III (1203-1222 H/ 1789-1807 M.)
     Khalifah Salim II addalah khalifah mendiang Mustafa III. Ia hanya menjadi khalifah saat situasi dan kondisi politik sedang panas-panasnya. Rusia dapat menjajah provinsi Wallachia, Boghdania, dan Bessarabia. Keberhasilannya itu tidak lepas dari bantuan Austria yang telah menjajah Serbia dan telah menduduki Belgrade.
     Pencapaian yang dilakukan pada era kekhalifahannya adalah:
1)       Wallachia dan Bogdania (Moldavia) dikembalikan kepada Negara Utsmani
2)       Menggagas ide Al-Junud An-Nizhamiyyah (tentara reguler)
3)       Menyingkirkan Yeniceri (pasukan elit) yang sudah menjadi sumber kekacauan dan kekalahan.
4)       Memisahkan armada dan unit meriam dari psukan Yeniceri.
g.      Mustafa IV (1222-1223 H/ 1807-1808 M.)
h.      Mahmud II (1223-1255 H/ 1808-1839 M.). [22]
5.    Periode ke lima, Sultan-sultannya ialah
a.       Abdul Majid I (1255-1277 H/ 1839-1861 M.)
b.      Abdul Azis (1277-1293 H/ 1861-1876 M.)
c.       Murad V (1293 H/ 1876 M.)
        Khalifah Murad V naik takhta setelah khalifah Abdul Azis saudaranya. Namun, eranya hanya berlangsung tidak lebih tiga bulan saja. Ia pun dimakzulkan lantaran akalnya menjadi tidak waras.
d.      Abdul Hamid II (1293-1328 H/ 1876- 1909 M.)
        Khalifah Abdul Hamid II adalah putra mendiang khalifah Abdul Majid yang wafat pada tahun 1277 H/ 1861 M. Ia naik takhta sewaktu negara Utsmani sudah lemah baik dari dalam dan luar negeri.
e.       Muhammad V (1328-1337 H/ 1909- 1918 M.)
f.        Muhammad VI (1328-1337 H/1918- 1922 M.)
        Muhammad VI menjabat sebagai khalifah ditengah kecamuk Perang Dunia I, diantara kekalahan bertubi-tubi yang menimpa negara utsmani, sampai-sampai sekutu dapat menduduki Istambul yang jatuh untuk pertama kalinya sejak ditaklukkan sultan Muhammad Al-Fatih. Italia pun menduduki satu bagian dari selatan Anatolia. Sementara Yunani menduduki bagian barat Anatolia ditambah Trakia. Maka, negara Utsmani menyerah.
g.      Abdul Majid II (1340-1342 H/ 1922- 1924 M).
        Jadi Kerajaan Turki Usmani mulai melemah semejak meninggalnya Sulaeman Al Qanuni. Para pemimpin lemah dan pada umumnya tidak berwibawah. Selain itu para pembesar kerajaan hidup dalam kemewahan sehingga sering terjadi penyimpangan keuangan Negara. Sekalipun demikian serangan Eropa masih terus berlangsung terutama penaklukan terhadap kota Wina di Austria. Usaha penaklukan ini ternyata juga tidak berhasil.[23]
NO
NAMA
MASA JABATAN
PERIODE PERTAMA
1.
Utsman I
1299-1323
2.
Orhan I
1326-1359
3.
Murad I
1359-1389
4.
Bayezid I
1389-1402
PERIODE KEDUA
5.
Muhammad I
1403-1421
6.
Murad II
1421-1451
7.
Muhammad II Al-Fath
1451-1481
8.
Bayazid II
1481-1512
9
Salim I
1512-1520
10.
Sulaiman I Qanuni
1520-1566
PERIODE KETIGA
11.
Salim II
1566-1699
12.
Murad III
1573-1596
13.
Muhammad III
1596-1603
14.
Ahmad I
1603-1617
15.
Mustafa I
1617-1618
16.
Usman II
1618-1622
17.
Murad IV
1623-1640
18.
Ibrahim I
1640-1648
19.
Muhammad IV
1648-1687
20.
Sulaeman III
1687-1691
21.
Ahmad II
1691- 1695
22.
Mustafa II
1695-1703
PERIODE KEEMPAT
23.
Ahmad III
1703-1730
24.
Mahmud I
1730-1754
25.
Usman III
1754-1757
26.
Mustafa III
1757-1774
27.
Abdul Hamid I
1774-1788
28.
Salim III
1789-1807
29.
Mustafa IV
1807-1808
30.
Mahmud II
1808-1839
PERIODE KELIMA
31.
Abdul Majid I
1839-1861
32.
Abdul Azis
1861-1876
33.
Murad V
1876
34.
Abdul Hamid II
1876- 1909
35.
Muhammad V
1909- 1918
36.
Muhammad VI
1918- 1922
37.
Abdul Majid II
1922- 1924

B.       Penaklukan Konstantinopel
            Muhammad Al-Fatih adalah sultan Negara Utsmani yang paling terkenal bagi kebanyakan kaum Muslimin.
            Sepeninggalan Murad II ayahnya, Muhammad Al- Fatih menerima tampuk kekuasaan dalam usia 22 tahun. Hal pertama yang dilakukannya adalah memulangkan Mara Brankovic istri mendiang ayahnya yang berkebangsaan Serbia kepada orang tuanya.
            Tidak ada yang bisa memungkiri era Muhammad Al-Fatih adalah salah satu lembaran sejarah Utsmani yang paling gemerlap. Cukuplah sabda Rasulullah tentangnya ini menjadi bukti :
Konstantinopel niscaya ditaklukkan, sebaik-baik amir adalah amirnya, dan sebaik-baik pasukan adalah pasukan itu[24]
1.     Percobaan pertama kaum Muslimin untuk menaklukan Konstantinopel terjadi pada era kekhalifahan Utsman bin Affan. Tepatnya pada penghujung tahun 32 H (653 M). Takkala pasukan Muawiyah bin Abu Sufyan, gubrnur Syam kala itu, menembus Asia Kecil hingga selat Borporus. Hanya saja percobaan ini tidak berhasil.
2.     Pada tahun 44 H (664 M) kampanye militer kedua dilakukan pada era Muawiyah bin Abu Sofyan. Akan tetapi percobaan ini juga tidak berhasil.
3.     Pada tahun 49 H (669 M), Muawiyah kembali mencoba menaklukan Konstantinopel dengan mengirimkan suatu pasukan yang sangat besar pimpinan Sufyan bin Auf. Pasukan ini disertai Yazid bin Muawiyah dan sekelompok tokoh besar kalangan sahabat baik dari kaum Muhajirin dan Anshar. Armada Islam dibawah komando Burs bin Abi Arthaa’ah juga berlayar menembus selat Dardalennes tanpa perlawanan. Mereka terus mengepung kota itu selama tujuh tahun tanpa jeda. Lantas kaum Muslimin menarik mundur pasukan pada tahun 58 H (678 M) ke pangkalannya.
4.     Pada tahun 96 H (715 M), khalifah Sulaiman bin Abdul Malik mengulangi percobaan ini dengan menugaskan Maslamah bin Abdul Malik saudaranya seraya melarangnya meninggalkan Konstantinopel sebelum berhasil ia taklukkan atau diperintahkan. Maslamah berangkat pada akhir Tahun 98 H (716 M). Ia menembus daratan subur Anatolia serta menaklukan banyak kota dan benteng Romawi. Selanjutnya ia mulai mengepung Konstantinopel. Ia mengepungnya untuk kali kedua pada 2 Muharram 99 H. (15 Agustus 717 M). Akan tetapi beberapa pekan kemudian Sulaiman bin abdul Malik mangkat, tepatnya pada 10 safar 99 H dan dengan masuknya musim dingin kala itu teramat eksterm, Maslamah pun menarik mundur pasukannya kepangkalan negeri Syam.
5.     Penyerbuan terhadap Konstantinopel yang paling kesohor terjadi pada era Khalifah Al-Mahdi dari Dinasti Abbasi. Putranya yang bernama Harun Ar-Rasyid berangkat pada musim panas tahun 156 H (783M ) untuk menyerbu negara Byzantium. Ia menembus daratan subur Anatolia sehingga dapat mendominasi sisi Asia Slat Borporus. Ia juga mendirikan kamp diatas perbukitan Uskudar yang tepat berseberangan dengan Konstantinopel. Kala itu yang menduduki singgasana kekaisaran Byzantium adalah Constantine VI yang masih bocah, sementara pemerintahan secara de facto dipegang Ibunya Irene. Kaum muslimin pun mengelahkan Byzantium secara letak dan membuat irene terpaksa mengadakan gencatan senjata serta membayar upeti tahunan kepada umat Islam. [25]
6.     Percobaan pertama Dinasti Utsmani untuk menakluka Konstantinopel terjadi pada tahun 708 dan 709 H (1395 M). Akan tetapi kedatangan Timur Lenk ke perbatasan Timur Negara Utsmani memaksa sultan Bayazid mengurungkan pengepungan. Konstantinopel memang sudah menjadi tujuan dan terget Dinasti Utsmani sejak awal pemerintahan mereka. Sultan Utsman, sang pendiri negara Utsmani, berwasiat kepada para penerusnya agar menaklukan kota itu. Para Sultan sepeninggal Utsman tidak kunjung diberi taufik untuk mewujudkan tujuan mereka tersebut hingga tiba Sultan Muhammad Al-Fatih.
            Untuk itulah Sultan Muhammad al-Fatih melakukan persiapan penaklukan konstantinopel. Ia mulai dari membangun benteng di daratan Eropa di tepi selat Bosporus, berseberangan dengan benteng yang dulu di bangun Bayazid I. Dengan demikian, ia memegang kendali penuh atas selat Bosporus dan dapat menghalangi datangnya bala bantuan ke Konstantinopel.
            Kaisar Konstantinopel pun merasakan besarnya tekad Sultan Muhammad Al-Fatih untuk menaklukkan kota itu. Maka, ia menawarkan pembayaran upeti (jizyah) kepadanya, namun sang Sultan menolaknya. Sang kaisar pun meminta pertolongan kaum Kristen Eropa. Maka Genoa (salah satu kerajaan Eropa pada masa itu) mengirimkan kepadanya 30 kapal perang yang tiba sewaktu tentara Utsmani tengah mengepung Konstantinopel dari segala penjuru. Tak ayal kapal-kapal itu bentrok dengan armada Utsmani. Jumlah tentara Utsmani yang mengepung kota itu dari arah daratan mendekati 250 ribu personil. Sementara dari arah lautan terdapat nyaris 180 kapal laut.[26]
            Muhammad Al-Fatih pun mengumpulkan para jendralnya dan berkata kepada mereka:
“apabila kita sukses melaklukkan Konstantinopel maka terwujudlah bagi kita Hadits Rasulullah sekaligus salah satu mukjizatnya. Kehormatan yang diusung hadits ini akan menjadi jatah kita pula. Maka, sampaikanlah kepada anak-anak buah kita para tentara secara pribadi, seorang demi seorang, bahwa kesuksesan terbesar yang hendak kita raih ini akan meningkatkan kehormatan dan kemulian Islam. Wajiblah bagi setiap prajurit menjadikan ajaran syari’at kita sebagai pedomannya. Maka, jangan sampai masing-masing mereka melakukan hal yang menodai ajaran ini. Hendaklah mereka menghindari gereja-geraja dan tempat-tempat ibadah, jangan sampai mereka usik sedikitpun. Dan, hendaaklah mereka membiarkan (tidak membunuh) para pendeta, kaum Duafa’. Dan orang-orang lemah yang tidak turut berperang.”
            Tentara Utsmani juga hendak memasuki Ceruk Tanduk Emas yang merupakan pertahanan Konstantinopel. Mereka lantas melakukan cara yang tidak pernah terlintas dalam benak siapapun, yaitu dengan menyusun papan-papan kayu yang menghubungkan antara perairan Selat Borporus. Mereka menuangkan lemak dan minyak dipapan-papan itu kemudian meluncurkan kapal-kapal perang diatas papan-papan tersebut dari selat Borporus ke Ceruk Tanduk Emas. Selanjutnya meriam-meriam Utsmani mulai menghantam tembok-tembok konstantinopel dari segala arah. Kota itu pun tidak dapat bertahan lama dihadapan mereka. Mereka lantas memasukinya sebagai pemenang perang pada fajar dini hari 15 Jumadi Ula 857 H bertepatan dengan tanggal 29 Mei 1453. Kaisarnya terbunuh pula dalam pertempuran. Tentara Utsmani berkuasa penuh atas kota itu. Sultan Muhammad Al-Fatih memerintahkan agar adzan dikumandangkan di Gereja Aya Sophia sebagai pengumuman bahwa gereja itu diubah menjadi Masjid. [27]
            Sang sultan juga memerintahkan agar kota itu diganti namanya menjadi Islam Bul (Istambul) yang berarti kota Islam. Juga dijadikan ibu kota negara Utsmani, dan terus menjadi ibu kotanya sampai dibubarkan kekhalifahan. Dengan demikian, Konstantinopel jatuh secara total setelah lebi dari 8 abad menjadi musuh bebuyutan kaum Muslimin.
            Selama pengepungan kaum Muslimin terhadap konstantinopel ternyata ditemukan makan Abu Ayyub Al-Anshari sang sahabat yang gugur sebagai syahid dalam proses pengepungan Konstantinopel pada era Yazid bi Muawiyah. Maka, setelah menaklukkan Konstantinopel, sang sultan membangun masjid dilokasi makam tersebut. Selanjutnya para sultan pewaris Takhta selalu dilantik di masjid ini, dengan tradisi berupa serah terima pedang Utsman bin Ertogul sang pendiri negara. [28]
C.      Peradaban Islam di Turki
            Pada saat berada di puncak keemasannya, Kerajaan Turki Usmani telah banyak menoorehkan beberapa prestasi yang berimplikasi terhadap kemajuan yang diperoleh kerajaan ini. Diantara berbagai kemajuan tersebut adalah sebagai berikut.[29]
1.      Pengelolaan Pemerintahan Dan Reorganisasi Militer
      Bentuk negara yang dibangun oleh Usmani adalah kerajaan yang berdasarkan syari’at Islam. Kekuasaan tertinggi terletak ditangan para sultan. Gelar sultan merupakan kebanggaan tersendiri di kalangan para penguasa tertinggi kerajaan Turki Usmani. Bahkan jabatan Sultan sejak masa Salim I tidak hanya memiliki kekuasaan dalam bidang keagamaan seperti jabatan khalifah.
      Di samping sultan sebagai penguasa tertinggi dalam kerajaan, ada juga jabatan perdana menteri dan menteri. Perdana menteri sering mendapatkan kekuasaan dan wewenang yang lebih luas dari sultan daripada para menteri. Ia memimpin semua jabatan tinggi kerajaan., seperti panglima perang, menteri keuangan, dan peradilan Adapun jabatan menteri hanya memiliki sedikit kekuasaan seperti memimpin dua atau tiga pasukan. Hal lain yang tidak kalah pentngnya dari kedua jabatan tersebut adalah jabatan Ulama. Ulama memiliki kedudukan yang istimewa dalam kerajaan dan berfungsi sebagai penasehat politik sultan. Jabatannya setara dengan perdana menteri, tetapi dalam hal-hal tertentu, seperti mengumumkan perang, kekuasaan ulama melebihi kekuasaan perdana menteri dan sultan.[30]
      Penataan dalam bidang administrasi pemerintahan pada umumnya baru dimulai pada masa Sultan Muhammad Al-Fatih. Setelah kota Konstatinopel jatuh, pusat pemerintahan dipindahkan ke sana dan diganti namanya dengan Istambul. Di Istambul inilah, kerajaan Turki Usmani mulai membangun administrasi pemerintahan secara baik, di samping pembangunan istana sultan sendiri.
      Administrasi pemerintahan Kerajaan Turki Usmani secara komprehensif terbagi menjadi pemerintahan pusat, pemerintahan daerah, dan pemerintahan lokal. Sultan, perdana menteri, menteri, dan ulama berkedudukan di pusat. Adapun pemerintahan  daerah diatur oleh para kepala daerah yang berkedudukan di daerah, begitu pula halnya dengan pemerintahan lokal.[31]
      Dalam struktur pemerintahan, Sultan sebagai penguasa tertinggi dibantu oleh Shadr al-Azham (perdana menteri) yang membawahi pasya (gubernur). Di bawah gubernur terdapat al-Awaliyah (bupati).[32]
      Untuk mengatur pemerintahan urusan Negara dibentuk undang-undang (qanun) pada masa Sulaeman I, yang disebut Multaqa al- Abhur.22 Undang-undang ini menjadi pegangan hukum bagi Turki Usmani sampai datangnya reformasi pada abad 19. Undang-undang ini memiliki arti historis yang sangat penting karena merupakan undang-undang pertama di dunia.[33]
      Selanjutnya bidang militer juga merupakan salah satu prestasi kemajuan yang terbesar dari kerajaan Turki Usmani. Hal ini disebabkan, keturunan Usmani sejak awal adal masyarakat Ghazi yang gemar berperang. Kepercayaan dan penghargaan yang mereka dapatkan dari Bani Seljuk disebabkan partisipasinya dalam perang. Begitu pula, faktor berdiri dan meluasnya wilayah kekuasaannya karena faktor militer. Kerajaan Turki Usmani sejak berdirinya dan khususnya sejak masa Muhammad Al-Fatih merupakan kekuatan militer yang tangguh dan terbaik di dunia sampai pada akhir abad ke 17 M, yaitu saat mereka dikalahkan oleh Eropa pada tahun 1683 M.
      Kekuatan militer Kerjaan Turki Usmani terdiri atas pasukan feodal, yeniserri, korps-korps khusus, dan pasukan pembantu dari angkatan darat dan laut. Tentara feodal bertugas menggatur pembagian tanah, melayani dan membantu tugas militer lainnya. Yeneserri merupakan pasukan inti dari kerajaan. Pasukan ini terdiri atas pemuda-pemuda Kristen dan pemuda asing lainnya. Paskan ini dibentuk sejak abad ke 14 M, tetapi baru diorganisasi secara baik pada masa Sultan Murad II.
      Pasukan Yeneserri terdiri atas 196 kompi yang terbagi tiga devisi utama, yaitu seghment, jemaat, dan boluk. Jemaat memiliki 101 Kompi, Boluk memiliki 60 kompi, dan seghment memilki 34 kompi. Tiap-tiap kompi dibagi lagi atas unit-unit kecil yang disebut ortas, odes, dan boluks. Pada pertengahan abad ke 15 M, jumlahnya mencapai 10.000 orang dan pada masa Sulatn Sulaeman Al-Qanuni, jumlahnya meningkat menjadi 12.000 orang. Pada saat kondisi negara sedang aman, pasukan yeneserri bertugas menjaga keamanan dan ketertiban kota serta menjaga benteng-benteng pertahanan. adapun saat perang, mereka merupakan pasukan infanteri yang berada pada posisi paling sental, di samping berfungsi sebagai tentara pelindung sultan. Adapun korps-korps khusus terdiri atas pasukan senjata api atau kavaleri juga terdiri atas enam devisi dan masing-masing pasukan dalam deviisi bertugas sebagai pemegang senjata, pengangkut senjata, serta memperbaiki dan membuat amunisi.
      Di samping pasukan darat, kerajaan Turki Usmani I juga memiliki pasukan laut yang kuat. Pada masa Sultan Sulaeman yang Agung, kekuatan armadanya sekitar 3.000 kapal perang yang mengawasi perairan laut Saved, Andriatik, Marmora,Azaq, Laut hitam, Laut Merah dan Laut Tengah. kekuatan tersebut merupakan kekuatan armada raksasa yang tidak bisa ditandingi oleh Eropa pada waktu itu. Besar dan hebtnya kemajuan militer kerajaan Usmani pada masa kejayaannya pada abad ke-15, ke-16, dan akhir abad ke-17 M tidak tertandingi. [34]
2.      Kemajuan Dalam Bidang Perekonomian
      Kemajuan dibidang politik, militer, dan ekspansi Islam yang dicapai Kerajaan Turki Usmani diikuti pula dengan kemajuan di bidang perekonomian. Kemajuan dalam bidang ekonomi sama besar dan kuatnya dengan kemajuan dalam bidang politik dan militer. Daerah kekuasaan yang luas memungkinkan Kerajaan Turki Usmani untuk membangun perekonomiannya yang kuat dan maju. Pada masa puncak dan kemajuannya, semua daerah dan kota penting yang menjadi pusat perdagangan dan perekonomian jatuh ketangannya. Daerah-daerah yang ditaklukkan dari segi ini dikarenakan dalam setiap keberhasilan, kerajaan mendapatkan rampasan perang, jizyah, dan pajak sesudahnya. Begitu pula dengan dikuasai kota-kota dagang dan jalur-jalur perdagangan di laut dan di darat memungkinkan pula kerajaan memacu kemajuan ekonominya melalui perdagangan. Sebagaimana telah disebutkan bahwa kota-kota dagang Konstatinopel, Mosul, Alepo, Baghdad, Mesir, Damaskus, dan Mekkah serta jalur perdagangan, seperti Laut Tengah, Laut Hitam, dan Laut Merah semuanya telah dikuasainya. Dengan demikian, tidak mengherankan jika kerajaan Turki Usmani mendapat kemajuan ekonomi melalui perdagangan. Sebagai contoh,  kegiaatan perdagangan itu adalah adanya kerja sama perdagangan antara Kerajaan Turki Usmani dan Inggris, Genoa, dan Venisia dalam jual beli jagung, kacang-kacangan,  dan timah pada abad ke-16 M.[35]
3.      Kemajuan Dibidang Ilmu Dan Budaya
      Walaupun Kerajaan Turki Usmani pada masa kejayaan memperoleh kemajuan yang pesat dalam bidang politik, militer, dan ekonomi, Kemajuan tersebut tidak mempengaruhi kemajuan Ilmu dan kebudayaan Islam. Apabila dibandingkan dengan kemajuan ekonomi, politik, dan militer, kemajuan dan prestasi mereka dalam bidang sains, teknologi, dan filsafat masih relatif sangat kecil. Kesungguhan usaha Kerajaan Turki Usmani dalam kegiatan ilmu dan budaya hanya terlihat dalam bidang hukum dan kebudayaan Turki. Dalam bidang hukum, ia berhasil mengangkat syari’at Islam pada tingkat yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang diberikan oleh negara-negara Islam sebelumnya. Hal ini dapat terlihat pada masa Sultan Muhammad Al-Fatih disusunlah buku Qanun Usmane oleh kerajaan. Buku ini tidak hanya berisi perundang-undangan legeslatif, tetapi juga berisikan himpunan peraturan dan praktik hukum lainnya. Pada masa Sulaeman disusun pula buku Multaqa al-abhur, buku yang terkenal dalam bidang hukum yang membuat Sultan Sulaeman digelari Al-Qanuni. Buku ini menjadi buku standar bagi Kerajaan Turki Usmani dibidang hukum sampai akhir abad ke-19 M.[36]
      Dalam bidang budaya, bahasa, dan kebudayaan Turki, Perhatian Kerajaan Turki Usmani terhadap pengembangan ketiga aspek itu begitu dominan. Pada masa keemasan Kerajaan Turki Usmani, bahasa dan kebudayaan Turki menjadi persyaratan bagi orang-orang yang ingin diterima sebagai anggota sebuah kelas sosial yang dominan, di samping Islam. Kebudayan dan bahasa Turki telah dikembangkan sedemikian rupa sehingga ia merupakan unsur utama dalam kebudayaan dan peradaban kerajaan Usmani. Begitu pula, denagan unsur-unsur yang berbau Turki lainnya.[37]
      Pada masa Sulaeman banyak dibangun masjid, sekolah, rumah sakit, gedung-gedung, pemakaman, saluran air, villa dan permandian umum terutama dikota-kota besar. Disebutkan bahwa 235 buah dari bangunan itu dibangun di bawah kordinator Hojasinan. Seorang arsitek asal Anatolia.[38]
      Dari berbagai prestasi kegiatan ilmu dan budaya yang dicapai Kerajaan Turki Usmani pada masa kejayaannya dapat ditarik kesimpulan bahwa ilmu dan budaya Islam di tangan rang-orang Turki Usmani dapat dikatakan beku, tidak berkembang dan maju seperti yang diharapkan umat Islam pada masa klasik. Kebekuan ini bukan disebabkan faktor politik, Ekonomi dan sosial, melainkan kesalahan orang Turki Usmani itu sendiri yang terlalu menyibukkan diri dengan urusan politik dan bersifat tertutup terhadap perubahan dan perkembangan yang terjadi. Dengan demikian, perhatian terhadap masalah-masalah pendidikan dan pengajaran menjadi sangat berkurang.[39]
      Kemajuan dibidang intelektual pada masa pemerintahan Turki Usmani tidak begitu menonjol, adapun aspek-aspek intelektual yang dicapai yaitu:
a.       Terdapat dua buah surat kabar yang muncul pada masa itu, yaitu berita harian terkini Feka (1831) dan jurnal Tasfiri efkyar (1862) dan terjukani ahfal (1860).
b.      Terjadi tranfomasi pendidikan, dengan mendirikan sekolah-sekolah dasar dan menengah (1881) dan perguruan tinggi (1869), juga mendirikan Fakultas kedokteran dan fakultas Hukum. Disamping itu para belajar yang berprestasi dikirim ke Prancis untuk melanjutkan studinya, yang sebelumnya itu tidak pernah terjadi.[40]
      Walaupun pengembangan ilmu pengetahuan tidak mendapat perhatian besar Usmani, namun mereka mengembangkan seni arsitektur berupa bangunan Masjid yang indah, misalnya masjid Al-Muhammadi atau masjid Jami’ Sultan Muhammad Al-Fatih, masjid agung Sulaeman dan masjid Ayyub al-Ansari, masjid al- Ansari merupakan sebuah masjid yang semula adalah gereja Aya Shopia. Kesemua masjid ini dihiasi dengan kaligrafi yang indah.[41]
4.      Kemajuan Dibidang Keagamaan
      Dalam tradisi, Agama memiliki peranan penting dalam kehidupan sosial dan politik. Pihak penguasa sangat terikat dengan syariat Islam sehingga fatwa Ulama menjadi hukum yang berlaku. Mufti sebagi pejabat urusan Agama tertinggi berwenan memberi fatwa resmi terhadap problem keagamaan. Tanpa legitimasi Mufti keputusan hukum kerajaan tidak bisa berjalan. Pada masa ini kegiatan terus berkembang pesat. Al-bektasi dan Al-maulawi merupakan dua aliran tarekat yang paling besar. Tarekat bektasi sangat berpengaruh terhadap kalangan tentara sehingga mereka sering disebut tentara bektasi Yennisari. Sementara tarekat maulawi berpengaruh besar dan mendapat dukungan dari penguasa dalam mengimbangi yennisari bektasi. Ilmu pengetahuan seperti fikhi, tafsir, kalam dan lain-lain, tidak mengalami perkembangan. Kebanyakan penguasa Usmani cenderung bersikap taklid dan fanatik terhadap suatu mazhab dan menentang mazhab-mazhab lainnya. [42]
      Menurut Ajid Tahir dalam bukunya menyebutkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan sehingga Turki Usmani memperoleh kemajuan antara lain [43]:
a.       Adanya sistem pemberian hadiah berupa tanah kepada tentara yang berjasa
b.      Tidak adanya diskriminasi dari pihak penguasa,
c.       Kepengurusan organisasi yang cakap,
d.      Pihak Turki memberikan perlakuan baik terhadap saudara-saudara baru dan memberikan kepada mereka hak rakyat secara penuh,
e.       Turki telah menggunakan tenaga-tenaga profesional dan terampil,
f.        Kedudukan sosial orang-orang Turki telah menrik minat penduduk negeri-negeri Balkan untuk memeluk agama Islam,
g.      Rakyat memeluk agama Kristen hanya dibebani biaya perlindungan (jizyah) yang relatife murah dibandingkan pada masa Bizantium,
h.      Semua penduduk memperoleh kebebasan untuk menjalankan kepercayaannya masing-masing dan
i.        Karena Turki tidak fanatik agama, wilayah-wilayah Turki menjadi tempat perlindungan orang-orang Yahudi dari serangan kerajaan Kristen di Spanyol dan Portugal pada abad XVI.
D.    Kemunduran Turki Usmani
            Kemunduran dan kehancuran Kerajaan Turki Usmani sebenarnya disebabkan oleh dahsyatnya tantangan dari barat yang berjalan dengan tantangan dari dalam. perbandingan antara kemajuan ilmu, teknologi, dan ekonomi di barat yang mennjadi sumber kedahsyatan  kekuatan militernya dengan kebekuan dalam bidang-bidang itu yang ditemui di dunia Islam sebagai sumber utama kelemahan militer Turki Usmani. Faktor-faktor itu ada yang bersifat nonmiliter dan adapula yang bersifat militer. Gambaran di antara faktor tidak langsung yang bersifat nonmiliter yang menjadi penyebab kemunduran Kerajaan Turki Usmani adalah munculnya pengaruh harem pada sultan yang lemah, adanya korupsi yang melanda sebagian sebagian besar instrumen kerajaan, serta terjadinya kesulitan ekonomi dan kerapuhan sitem pemerintahan yang absolut. Adapun penyebab yang bersifat militer kemunduran Kerajaan Turki Usmani adalah meletusnya gerakan pembeontakan militer dan serangan militer barat, serta kelemahan dalam sistem ketentaraan Turki Usmani, baik dalam disiplin, sarana maupun sistem pengorganisasiannya.[44]
            Pemerintahan sultan Turki yang ke X, yaitu Sulaeman I (1520-1566) merupakan masa pemerintahan terpanjang dibandingkan dengan Sultan-Sultan lainnya. Selama pemerintahannya berhasil meraih kesuksesan dengan masuknya beberapa wilayah Negara besar Turki. Bahkan mempersatukan umat Islam dengan non Muslim di bawah kekuasaannya. Namun disisi lain tanda-tanda keruntuhan juga sudah mulai muncul kepermukaan. Pandangan tersebut lebih disebabkan oleh ketergantungan kerajaan ini kepada kesinambungan kekuatan politik seorang Sultan.[45]
            Periode keruntuhan kerajaan Turki Usamani termanifestasi dalam dua priode yang berbeda pula, yaitu : pertama, priode desentrallisasi yang dimulai pada awal pemeritahan Sulatan Salim II (1566-1574) hingga tahun 1683 ketika angkatan bersenjata Turki Usmani gagal dalam merebut kota Fiena untuk kedua kalinya. Kedua, priode dekompresi yang terjadi dengan munculnya anarki internal yang dipadukan dengan lepasnya wilayah taklukan satu per satu.[46]
            Penyebab Kemunduran kerajaan Turki Usmani ada 2, yaitu:
1.      Sebab Tidak Langsung
            Sebab-sebab yang didominasi kemunduran kerajaan ini adalah kekalahan bidang militer kerajaan Turki dari negara-negara Barat. Jika dicermati, Kekalahan dalam bidang militer Kerajaan Turki Usmani dari negara-negara Barat bukan beraarti faktor-faktor lain tidak ikut menentukan kemundurannya. Akan tetapi, penyebab secara tidak langsung adalah kekuatan militernya lebih lemah daripada kekuatan militer Eropa. Jelasnya, kekuatan ilmu, teknologi, ekonomi, dan politik adalah faktor-faktor yang sangat menentukan bagi kekuatan militer. Inilah yang terjadi di dunia Kristen.[47]
            Untuk memahami penyebab ketidak berdayaan Kerajaan Turki Usmani pada abad ke-18 M, lebih-lebih pada abad ke-19 dan awal abad ke-20 M, dapat ditelusuri pada kemajuan ilmu, teknologi dan ekonomi serta kebekuan dunia Islam pada pihak lain. Hal ini dapat dipandang sebagai sebab tidak langsung yang melatar belakangi kemunduran Turki Usmani.
            Perlu diketahui bahwa dunia Islam sejak abad ke-14 M sampai abad ke-19 M mengalami kebekuan total dalam bidang ilmu pengetahuan dan filsafat. Pada masa itu tidak ada lagi ilmuwan dan ahli filsafat sebesar Al-Fargani, Ibnu Haitam, Abu Bakar Zakaria Ar-Razi, Al-Biruni, Al-Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd. Tegasnya, ilmu pengetahauan dan filsafat di dunia Islam telah mati. Karya-karya sarjana terdahulu bukan hanya tidak ada penerusnya, melainkan juga tidak dipelihara sama sekali. Kebekuan dalam bidang ilmu pengetahuan ini mengakibatkan kebekuan di bidang-bidang lainnya. Adapun yang terjadi di Eropa adalah sebaliknya. Mereka memungut ilmu dan filsafat yang telah dibuang dan diharamkan dunia Islam. Kemudian, terjadilah revolusi ilmu dan filsafat. Lahirlah ilmuwan di bidang ilmu alam dan astronomi, mulai Copernicus (1545 M), Kepler,F. Bacon (1626 M), Galileo (1642 M), sampai Newton dan Neil Bocher. Demikian pula, dalam bidang filsafat, Barat maju dengan pesat. Aliran-aliran rasionalisme, emperisme, positivisme, hingga marxizme jelas mempunyai dampak kuat pada ekonomi. Dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mereka kuasai, mereka banyak menemukan daerah-daerah baru yang dapat menopang perekonomiannya.[48]
            Jelasnya, semua kemajuan yang dicapai Eropa dan kebekuan yang melanda dunia Islam atau Kerajaan Turki Usmani secara khusus merupakan sebab tidak langsung atas kemunduran dan kehancuran Kerajaan Turki Usmani.
2.      Sebab Langsung
            Adapun sebab-sebab langsung yang mendorong kemunduran Kerajaan Turki Usmani bisa dikategorikan dala dua unsur, yaitu sebab yang bersifat militer  dan nonmiliter. Kedua faktor itu saling berkaitan bersama faktor tidak langsung yang tersebut di atas secara simultan bergerak membuat kekuatan Kerajaan Turki Usmani mundur.[49]
a.       Bersifat Nonmiliter
Faktor-faktor nonmiliter yang menyebabkan kemunduran Kerajaan Turki Usmani adalah sebagai berikut:
1)      Didominasi harem atau sultanah atas harem
2)      merajalelanya korupsi yang menjalar kesumua lapisan unsur pemerintahan dan militer
3)      Adanya kompleksitas bangsa dan agama
4)      Kesulitan ekonomi dan keuangan
5)      karena masih bercokolnya sistem kekuasaan pemerintahan yang absolut.
b.      Bersifat Militer
            Sebab langsung yang berasal dari hal-hal yang bersifat militer yang membuat Kerajaan Turki Usmani mundur adalah munculnya pemberontakan militer. baik di pusat maupun di daerah. Ada pula yang berawal dari ketidak mampuan tentara Turki dalam menghadapi tekanan militer Barat.[50] Pemberontakan lain yang juga mempengarui kekuatan Kerajaan Turki Usmani adalah kemunculan pemberontakan yang berasal dari tentara utamanya sendiri, yaitu Yeniserri.
E.     Keruntuhan Turki Usmani
            Mengamati sejarah keruntuhan Kerajaan Turki Usmani, dalam bukunya Syafiq A. Mughani melihat tiga hal kehancuran Turki Usmani, yaitu melemahnya sistem birokrasi dan kekuatan militer Turki Usmani, kehancuran perekonomian kerajaan dan munculnya kekuatan baru di daratan Eropa serta serangan balik terhadap Turki Usmani.
1.      Kelemahan para Sultan dan sistem birokrasi
            Ketergantungan sistem birokrasi sultan Usmani kepada kemampuan seorang sultan dalam mengendalikan pemerintahan menjadikan institusi politik ini menjadi rentang terhadap kejatuhan kerajaan. Seorang sultan yang cukup lemah cukup membuat peluang bagi degradasi politik di kerajaan Turki Usmani. Ketika terjadi benturan kepentingan di kalangan elit politik maka dengan mudah mereka berkotak-kotak dan terjebak dalam sebuah perjuangan politik yang tidak berarti. Masing-masing kelompok membuat koalisi dengan janji kemakmuran, Sultan dikondisikan dengan lebih suka menghabiskan waktunya di istana dibanding urusan pemerintahan agar tidak terlibat langsung dalam intrik-intrik politik yang mereka rancang. Pelimpahan wewenang kekuasaan pada perdana menteri untuk mengendalikan roda pemerintahan. Praktik money politik di kalangan elit, pertukaran penjagaan wilayah perbatasan dari pasukan kefeleri ke tangan pasukan infantri serta meluasnya beberapa pemberontakan oleh korp Jarrisari untuk menggulingkan kekuasaan merupakan ketidak berdayaan sultan dan kelemahan sistem birokrasi yang mewarnai perjalanan kerajaan Turki Usmani.
2.      Kemerosotan kondisi sosial ekonomi
            Perubahan mendasar terjadi terjadi pada jumlah penduduk kerajaan sebagaimana terjadi pada struktur ekonomi dan keuangan. Kerajaan akhirnya menghadapi problem internal sebagai dampak pertumbuhan perdagangan dan ekonomi internasional. Kemampuan kerajaan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri mulai melemah, pada saat bangsa Eropa telah mengembangkan struktur kekuatan ekonomi dan keuangan bagi kepentingan mereka sendiri. Perubahan politik dan kependudukan saling bersinggungan dengan perubahan penting di bidang ekonomi. Esentralisasi kekuasaan dan munculnya pengaruh pejabat daerah memberikan konstribusi bagi runtuhnya ekonomi tradisional kerajaan Turki Usmani.
3.      Munculnya kekuatan Eropa
            Munculnya politik baru di daratan Eropa dapat dianaggap secara umum faktor yang mempercepat proses keruntuhan kerajaan Turki Usmani. Konfrontasi langsung pada dengan kekuatan Eropa berawal pada abad ke XVI, ketika masing-masing kekuatan ekonomi berusaha mengatur tata ekonomi dunia. Ketika kerajaan Usmani sibuk membenahi Negara dan masyarakat, bangsa Eropa malah menggalang militer, Ekonomi dan teknologi dan mengambil mamfaat dari kelemahan kerajaan Turki Usmani.
            Faktor-faktor keruntuhan Kerajaan Turki Usmanin dapat dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu: secara internal dan eksternal,
1.      Secara internal, yaitu:
a.       Luasnya wilayah kekuasaan dan buruknya sistem pemerintahan yang ditangani oleh orang-orang berikutnya yang tidak cakap, hilangnya keadilan, merajalelanya korupsi dan meningkatnya kriminalitas, merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap keruntuhan kerajaan Usmani,
b.      Heterogenitas penduduk dan agama,
c.       Kehidupan yang istimewa dan bermegahan para khalifah, dan
d.      Merosotnya perekonomian Negara akibat peperangan Turki yang mengalami kekalahan.
2.      Secara eksternal, yaitu:
a.       Timbulnya gerakan nasionalisme, bangsa-bangsa yang tunduk pada kerajaan Turki berkuasa, mulai menyadari kelemahan dinasti tersebut,
b.      Terjadinya kemajuan tekhnologi di Barat, khususnya dalam bidang persenjataan. Sedangkan Turki mengalami stagnasi Ilmu pengetahuan sehingga jika terjadi perang, Turki selalu mengalami kekalahan.[51]
            Keruntuhan dan kehancuran dari Kerajaan Turki Usmani pada dasarnya merupakan titik akhir dari kemerosotan dan kemunduran yang tidak dapat ditahan oleh usaha modernisasi dan perbaikan. Sultan-sultan yang lemah, tatapi masih berkuasa secara absolut semakin ditentang rakyatnya, bahkan Sultan Abdul Aziz pada tahun 1876 M dipaksa turun dari jabatannya. Pada tahun 1909 M, sultan dipecat kerena ia berusaha mengembalikan kekuasaannya tetapi gagal. Karena kekalahannya yang terus menerus, pada tahun 1912 M daerah Turki Usmani tinggal Anatolia,Syiria, dan Irak di Asia serta Rumelia dan Albania di Balkan.[52] Seluruh daerah di afrika jatuh ketangan Inggris, Prancis, dan Italia, sedangkan jajahannya di Eropa ada yang merdeka ada yang jatuh ke tangan Rusia.
            Peristiwa lain yang mempercepat kehancuran Kerajaan Turki Usmani dalam perrang Dunia I dan kerajaan ini berada di pihak yang kalah. Pada tahun 1918 M Istambul diduduki Inggris dan Prancis. Adapun wiyah-wilayah yang lainnya di bagi-bagi di antara negara-negara yang menang dalam Perang.
            Dalam perjalanannya, setelah pemerintahan di Anarka mendapat pengakuan internasional, di Turki menjadi indikasi muculnya dua bentuk pemerintahan, yaitu yang berbentu republik dan berbentuk kesultanan atau kerajaan. Dalam perkembangannya, seiring dengan adanya tekanan kelompok militer, Mustafa Kemal mengajukan rancangan Undang-Undang penghapusan kesultanan kepada majelis Nasional. Pada tanggal 1 November 1922, undang-undang penghapusan kesultanan itu diterima.[53]
            Pasca-penghapusan kesultanan melalui Majelis Nasional Agung pada bulan Oktober 1923, gelar sultan dengan resmi dihapus, tetapi gelar khalifah tetap diakui, tetapi tanpa kekuasaan sama sekali. Akhirnya, Turki menjadi negara yang berbentuk Revublik dengan Mustafa Kemal sebagai presidennya.
            Kendatipun demikian, dengan terbentuknya negara Republik Turki, bayang-bayang adanya dualisme kekuasaan masih ada. Konsep khalifah bagaimanapun dalam sejarah Islam mengandung pengertian kepala negara. Karena itu  Mustafa Kemal mengusulkan jabatan khalifah dihapus. Setelah melalui perdebatan yang sengit, akhirnya Majelis Nasional agung pada tanggal 3 Maret 1924 memutuskan penghapusan jabatan khalifah. Khalifah Abdul Majid II di ma’zul-kan dan diperintahkan untuk meninggalkan Turki. Dari peristiwa ini, sejak itu, dunia Islam tidak lagi memiliki pemerintahan dalam bentuk kekhlifahan sampai sekarang.[54]


BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
1.      Ustman I mendeklarasikan berdirinya Turki Usmani pada tahun 1290 yang mana sekaligus menandakan dirinya menjadi penguasa pertama dinasti Turki Usmani.
2.      Penaklukan Konstantinopel terjadi pada fajar dini hari tanggal 15 Jumadi Ula 857 H bertepatan dengan tanggal 29 Mei 1453.
3.      Peradaban Islam di Turki dapat dibuktikan dengan beberapa hal, antara lain:
a.       Pengelolaan pemerintahan dan Reorganisasi Militer
b.      Bidang Perekonomian
c.       Bidang Ilmu dan Budaya
d.      Bidang Keagamaan
4.      Kemunduran Turki Usmani dikarenakan dahsyatnya tantangan dari barat yang sejalan dengan tantangan dari dalam negeri itu sendiri.
B. Saran
            Besar harapan kami, semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan kita semua sebagai mahasiswa. Serta meningkatkan rasa penasaran dan ingin tahu dan sebagai pendorong daya tarik kita dalam memahami tentang apa saja yang berkaitan dengan Dinasti Turki Usmani. Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan sebagai perbaikan dalam penyusunan makalah berikutnya.
 
DAFTAR PUSTAKA
Ading Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Pertengahan. Bandung:Cv   Pustaka Setia, 2013),Cet I
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : PT Raja Graindo Persada, 1997.
Muhammad Asra, Dewi Suci, Dinasti Turki Usmani, Jurnal Ushuluddin, Adab      dan Dakwah, 2018, Vol. 1
Zamzam, Fakhry, Habis Aravik. Perekonomian Islam : Sejarah dan Pemikiran.     Jakarta : Kencana. 2019.



[1] Fakhry Zamzam, Habis Aravik, Perekonomian Islam : Sejarah dan Pemikiran, Jakarta : Kencana, 2019. Hal. 100
[2] Ading Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Prtengahan,(Bandung:CV PUSTAKA SETIA, 2013),Cet I, hal. 121
[3] Ading Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Prtengahan,(Bandung:CV PUSTAKA SETIA, 2013),Cet I, hal. 122
[4] Ading Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Prtengahan,(Bandung:CV PUSTAKA SETIA, 2013),Cet I, hal. 122
[5]Ading Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Pertengahan,(Bandung:CV PUSTAKA SETIA, 2013),Cet I, hal. 122
[6] Muhammad Asra, Dewi Suci, Dinasti Turki Usmani, Jurnal Ushuluddin, Adab dan Dakwah, 2018, Vol. 1 Hal. 105
[7] Ading Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Pertengahan..............Hal. 123
[8] Muhammad Asra, Dewi Suci, Dinasti Turki Usmani, Jurnal Ushuluddin, Adab dan Dakwah, 2018, Vol. 1 Hal. 105
[9] Ading Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Pertengahan..............Hal. 124
[10] Ading Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Pertengahan,........... Hal. 124
[11] Muhammad Asra, Dewi Suci, Dinasti Turki Usmani, Jurnal Ushuluddin, Adab dan Dakwah, 2018, Vol. 1 Hal. 105
[12] Muhammad Asra, Dewi Suci, Dinasti Turki Usmani, Jurnal Ushuluddin, Adab dan Dakwah, 2018, Vol. 1 Hal. 105
[13] Ading Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Pertengahan..............Hal 124-125
[14] Ading Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Pertengahan.............. Hal. 125-126
[15] Ading Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Pertengahan.............. Hal 126
[16] Ading Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Pertengahan.............. Hal. 129
[17] Muhammad Asra, Dewi Suci, Dinasti Turki Usmani, Jurnal Ushuluddin, Adab dan Dakwah, 2018, Vol. 1 Hal. 107
[18] Muhammad Asra, Dewi Suci, Dinasti Turki Usmani, Jurnal Ushuluddin, ..... Vol. 1 Hal. 107
[19] Muhammad Asra, Dewi Suci, Dinasti Turki Usmani, Jurnal Ushuluddin............Hal. 108
[20] Muhammad Asra, Dewi Suci, Dinasti Turki Usmani, Jurnal Ushuluddin............Hal. 109-110
[21] Muhammad Asra, Dewi Suci, Dinasti Turki Usmani, Jurnal Ushuluddin............Hal. 110-111
[22] Muhammad Asra, Dewi Suci, Dinasti Turki Usmani, Jurnal Ushuluddin............Hal. 111-112
[23] Muhammad Asra, Dewi Suci, Dinasti Turki Usmani, Jurnal Ushuluddin............Hal. 112-113
[24] Muhammad Asra, Dewi Suci, Dinasti Turki Usmani, Jurnal Ushuluddin............Hal. 116
[25] Muhammad Asra, Dewi Suci, Dinasti Turki Usmani, Jurnal Ushuluddin............Hal. 116-117
[26] Muhammad Asra, Dewi Suci, Dinasti Turki Usmani, Jurnal Ushuluddin............Hal. 117-118
[27] Muhammad Asra, Dewi Suci, Dinasti Turki Usmani, Jurnal Ushuluddin............Hal. 118
[28] Muhammad Asra, Dewi Suci, Dinasti Turki Usmani, Jurnal Ushuluddin............Hal. 119
[29] Ading Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Pertengahan.............. Hal. 131
[30] Ading Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Pertengahan.............. Hal. 130-131
[31] Ading Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Pertengahan.............. Hal. 132
[32] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Hal. 135
[33] Muhammad Asra, Dewi Suci, Dinasti Turki Usmani, Jurnal Ushuluddin, Adab dan Dakwah, 2018, Vol. 1 Hal. 114
[34] Ading Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Pertengahan.............. Hal. 132
[35] Ading Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Pertengahan.............. Hal. 133
[36] Ading Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Pertengahan.............. Hal. 133-134
[37] Ading Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Pertengahan.............. Hal. 134
[38] Muhammad Asra, Dewi Suci, Dinasti Turki Usmani, Jurnal Ushuluddin, Adab dan Dakwah, 2018, Vol. 1 Hal. 114
[39] Ading Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Pertengahan.............. Hal. 134
[40] Muhammad Asra, Dewi Suci, Dinasti Turki Usmani, Jurnal Ushuluddin........Hal. 114
[41] Muhammad Asra, Dewi Suci, Dinasti Turki Usmani, Jurnal Ushuluddin........Hal. 114
[42] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : PT Raja Graindo Persada, 1997. Hal. 136
[43] Muhammad Asra, Dewi Suci, Dinasti Turki Usmani, Jurnal Ushuluddin........Hal. 115
[44] Ading Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Pertengahan.............. Hal. 144
[45] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : PT Raja Graindo Persada, 1997. Hal. 136
[46] Muhammad Asra, Dewi Suci, Dinasti Turki Usmani, Jurnal Ushuluddin........Hal. 121
[47] Ading Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Pertengahan.............. Hal. 147
[48] Ading Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Pertengahan.............. Hal. 148
[49] Ading Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Pertengahan.............. Hal. 150
[50] Ading Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Pertengahan.............. Hal. 153
[51] Muhammad Asra, Dewi Suci, Dinasti Turki Usmani, Jurnal Ushuluddin........Hal. 122-124
[52] Ading Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Pertengahan.............. Hal. 157
[53] Ading Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Pertengahan.............. Hal. 158-159
[54] Ading Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Pertengahan.............. Hal. 159

Tidak ada komentar:

Posting Komentar