Mata Kuliah
|
Dosen
Pengampu
|
Sejarah
Peradaban Islam
|
M. Miftah
Arief, M.Pd
|
PERADABAN ISLAM PADA MASA DINASTI USMANI DI TURKI
Oleh:
Kelompok 9
Abdul Hamid
|
:
|
18.12.4418
|
Ahmad Akif Azhari
|
:
|
18.12.4423
|
Muhammad Mirwan
|
:
|
18.12.4536
|
INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM MARTAPURA
FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN ISLAM
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan
taufik dan hidayah-Nya jualah kami mampu menyelesaikan makalah Sejarah Peradaban
Islam yang berjudul “PERADABAN ISLAM PADA MASA DINASTI USMANI DI TURKI”.
Sholawat dan salam senantiasa kita curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad
SAW, beserta seluruh keluarga beliau, sahabat-sahabat beliau, dan para pemgikut
beliau dari dulu, sekarang dan masa akan datang.
Di dalam penyajian makalah ini, kami berusaha
menyajikan dalam bentuk yang sederhana, agar mudah dalam menelaah dan
memahaminya. Kami berharap dapat bermanfaat tidak hanya untuk penyusun pada
khususnya, tetapi pembaca pada umumnya.
Kami menyadari keterbatasan yang terdapat di
dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, kami berharap kritik dan saran
yang membangun dari berbagai pihak, terutama dari bapak M. Miftah Arief, M. Pd,
sebagai dosen pembimbing mata kuliah Sejarah Peradaban Islam demi
menyempurnakan isi, cara penulisan, dll.
Akhir kata, kami ucapkan terimakasih kepada
para penerbit dan pengarang buku, serta situs internet dalam mengikat
pembahasan yang bersentuhan langsung dengan topik yang kami susun.
Martapura,
27 November 2019
Penulis :
Kelompok 9
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang.................................................................................. 1
B.
Rumusan
Masalah............................................................................. 1
C.
Tujuan............................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Berdirinya Kerajaan Usmani ............................................... 2
B.
Penaklukan
Konstantinopel............................................................ 17
C.
Peradaban
Islam di Turki................................................................ 21
D.
Kemunduran
Turki Usmani............................................................ 29
E.
Keruntuhan
Turki Usmani.............................................................. 32
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan..................................................................................... 36
B.
Saran............................................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dinasti Turki
Utsmani merupakan salah satu dari tiga Dinasti besar pasca runtuhnya dinasti
Abbasiyah di Baghdad. Dinasti Turki Utsmani merupakan kekhalifaan yang cukup
besar dalam Islam dan memiliki pengaruh cukup signifikan dalam perkembangan
wilayah Islam di Asia, Afrika, dan Eropa. Bangsa Turki memiliki peranan yang
sangat penting dalam perkembangan peradaban Islam. Dinasti ini berkuasa lebih
kurang tujuh abad.
Dalam makalah ini
kami akan mengulas bagaimana Dinasti Turki Usmani dalam Peradaban Islam, dan
juga mengulas suatu kejadian yang sangat fenomenal di abad pertengahan yang
menggemparkan dunia, yaitu penakluan Konstantinopel.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
Sejarah Berdirinya Kerajaan Usmani?
2.
Bagaimana
Sejarah Penaklukan Konstantinopel?
3.
Bagaimana
Peradaban Islam Di Turki?
4.
Bagaimana
Kemunduran Turki Usmani?
C.
Tujuan
1.
Bagaimana
Sejarah Berdirinya Kerajaan Usmani?
2.
Bagaimana
Sejarah Penaklukan Konstantinopel?
3.
Bagaimana
Peradaban Islam Di Turki?
4.
Bagaimana
Kemunduran Turki Usmani?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Berdirinya Kerajaan Usmani
Dinasti Turki
Utsmani merupakan salah satu dari tiga Dinasti besar pasca runtuhnya dinasti
Abbasiyah di Baghdad. Berdiri tahun 1281 di Asia Kecil. Pendirinya ialah Utsman
bin Erthogil. Wilayah kekuasaannya meliputi Asia Kecil dan daerah Trace (1354),
menguasai selat Dardanella (1361), Casablanca (1389), kemudian menaklukan
Dinasti Romawi (1453). Dinasti Turki Usmani di sini tidak ada hubungannya
dengan khulafa'ur rasyidin ketiga, yaitu Utsman sahabat Nabi. Kata Usmani
diambil dari nama kakek mereka yang pertama dan pendiri Dinasti ini, yaitu
Usmani bin Erthogrul bin Sulaiman Syah dari suku Qayigh, salah satu cabang
keturunan Oghus Turki.[1]
Para sejarawan
berbeda pendapat dalam memberikan keterangan tentang asal-usul kerajaan Turki
usmani. Informasi tentang kerajaan turki usmani menurut para sejarawan, seperti
Hammer-Purstal, Zinkeisen dan Iorga setidak-tidaknya masih dapat dilacak dari
beberapa informasi dan keterangan tradisional yang diperoleh dari sumber
peninggalan penulisan sejarah orang Turki itu sendiri. Menurut keterangan itu,
orang-orang Usmani sebenarnya nenek moyangnya berasal dari wilayah Asia Tengah.
Mereka berasal dari suku Kayi, khususnya dari kabilah Oghuz, salah satu
komponen dari bangsa Turki yang mengembara ke Anatolia karena serangan bangsa
Mongol pada abad ke-13 M. Keterangan ini juga diterima dari Carl Brockelman.
Menurutnya, berdasarkan legenda yang berkembang, keturunan Usmani memang
berasal dari suku Kayi, tepatnya dari kabilah Oghuz, sebagai salah satu bagian
dari bangsa Turki yang ada pada waktu itu.[2]
Para sejarawan
berpendapat bahwa pendiri kerajaan Usmani adalah Usman, putra Ertohrul. Sewaktu
serangan Mongol sampai kewilayah Khurasan, kabilah Oghuz terpaksa pergi
mengembara ke luar untuk menghindari serangan tersebut. Dalam pengembaraan
tersebut, kabilah Oghuz dibawah pimpinan Sulaiman meminta perlindungan kepada
raja Khawarizmi, Jalal Ad-Diin Mangurbiti, yang memberi daerah kediamaan di
wilayah armenia bagian Barat Laut. Namun, setelah Jalal Ad-Din meninggal,
Sulaiman sebagai pimpinan kabilah Oghuz merasa tidak aman lagi tinggal di
wilayah itu karena sering mendapat gangguan dari dinasti-dinasti kecil yang
saling bersaing. Sulaeman mengembara lagi ke Anatolia, Asia kecil. Akan tetapi,
belum sampai ke Asia Kecil, Sulaeman meninggal karena hanyut dalam banjir di
sungai Eufrat. Kedudukan Sulaeman sebagai pemimpin kabilah Oghuz digantikan
oleh puteranya, Ertoghrul.[3]
Selanjutnya,
dengan kekuatan lebih kurang 400 kepala keluarga. Ertoghrul melanjutkan
pengembaraan kedaerah Barat dan mencari tempat pengungsian di tengah-tengah
saudara mereka, orang-orang Turki Seljuk, di daratan tinggi Asia Kecil. Di sana
dibawah kepemimpinan Ertoghrul, mereka mengabdikan diri kepada Sultan Alaudin
II, Sultan Seljuk yang kebetulan sedang berperang melawan kerajaan Bizanttium
atau Romawi Timur. Berkat bantuan mereka, Sultan Alaudin mendapatkan
kemenangan. Sebagai bentuk penghargaan terhadap jasa-jasanya, Ia menghadiahkan
sebidang tanah Di Asia Kecil yang berbatasan dengan kerajaan Romawi Timur di
wilayah Dorylaeum (distrik Iskishahar dan sekitarnya) yang berbatasan dengan
Bizantium,serta memberikan kuasa penuh untuk melakukan ekspansi ke beberapa
wilayah. Sejak saat itu, mereka terus membina wilayah barunya dengan menjadikan
kota Sykuud sebagai Ibukotanya.[4]
Ertoghrul
meninggal dunia pada tahun 1289 M. Kepemimpinannya selanjutnya diteruskan oleh
putranya, Usman. Putra Ertoghrul inilah yang dianggap sebagai pendiri kerajaan
Turki Usmani. Usman memerintah antara tahun 1290 M sampai dengan tahun 1326 M.
Tidak jauh berbeda dengan orang tuanya, Ia banyak berjasa kepada Sultan Alaudin
II karena berkat bantuannya, Sulatan Alaudin II menguasai benteng-benteng
pertahanan kerjaan Bizantium yang berdekatan dengan Broesa. Pada tahun 1300 M,
bangsa Mongol menyerang kerajaan Turki Seljuk Rum yang menewaskan Sultan
Alaudin II. Dengan adanya penyerangan ini, Kerajaan Turki Seljuk Rum kemudian
terdisintegrasi kedalam beberapa kerajaan kecil. Usman pun menyatakan
kemerdekaan dan berkuasa penuh atas daerah yang didudukinya. Sejak saat itulah
Kerajaan Turki Usmani dinyatakan berdiri, dengan penguasa pertamanya adalah
Usman.[5] Inilah
asal mula mengapa kemudian diberikan nama dinasti Usmani. Hal ini berarti bahwa
putra Ertogrol inilah dianggap sebagai pendiri kerajaan Usmani. Sebagai
penguasa pertama, dalam sejarah ia disebut sebagai Utsman I. Utsman memerintah
pada Tahun 1290 M sampai 1326 M.[6]
1.
Kerajaan
Turki Usmani dan Ekspansinya
Masa kepemimpinan
Kerajaan Turki Usmani telah berlangsung selama lebih dari enam abad. Selama
dalam kurun waktu itu, Kerajaan Turki Usmani banyak membawa kemajuan yang
berarti bagi eksistensi dan perkembangan peradaban wilayah Islam. Prestasi
kemajuan yang terkait dalam usahanya melakukan penyebaran dan perluasan wilayah
Islam tampaknya merupkan kemajuan yang utama dan menjadi kebanggaan tersendiri
bagi orang-orang Turki Usmani. Karena pada masanya Islam meluas ke Benua Eropa.
Seperti diketahui bersama, setelah Usman mendeklarasikan dirinya sebagai Sultan
pada tahun 1300 M/ 699 H., sedikit demi sedikit wialayah Kerajaan Turki Usmani
berhasil diperluas. Karena daerah kekuasaan Kerajaan Turki Usmani berdekatan
dengan daerah kekuasaan Kerajaan Bizantium di Asia Kecil, sasaran utama gerakan
ekspansinya adalah daerah kekuasaan Kerajaan Bizantium yang secara kebetulan
dalam keadaan lemah setelah bertahun-tahun berperang dengan Kerajaan Turki
Seljuk Rum.[7]
Sebagai sultan I,
Usman lebih banyak mencurahkan perhatiannya kepada usaha-usaha untuk
memantapkan kekuasaannya dan melindunginya dari segala macam serangan,
khususnya Bizantium yang memang ingin menyerang. Exspansinya dimulai dengan
menyerang daerah perbatasan Bizantium dan menaklukan kota Broessa Tahun 1317 M,
dan Broessa dijadikan sebagai ibu kota kerajaan.[8]
Kejatuhan Broesa
ketangan Kerajaan Turki Usmani memberikan angin segar terhadap kepercayaan
masyarakat. Kepercayaan masyarakat Muslim terhadap kepemimpinan Usman mulai
timbul. Kepercayaan ini semakin meyakinkan dengan dipindahkannya Ibukota
kerajaan dari Sagyat ke Broesa.[9]
Putra Utsman,
Orkhan, memerintah pada tahun 1326-1360 M.[10] Pada
masa pemerintahannya, Orkhan tetap melaksanakan kebijakan pendahulunya untuk
menaklukan Asia Kecil.[11] Ia
membentuk pasukan yang tangguh kemudian dikenal dengan Inkisyariyah/ Jannisary
(organisasi militer baru, yaitu pengawal elite dari pasukan turki yang kemudian
dihapuskan pada tahun 1826) untuk membentengi kekuasaanya. Basis kesatuan ini
berasal dari pemuda-pemuda tawanan perang. Kebijakan kemiliteran ini lebih
dikembangkan oleh pengganti Orkhan yaitu Murad I dengan membentuk sejumlah
korps atau cabang-cabang yennisary. Kekuatan militer Yennisary berhasil
mengubah Negara Usmany yang baru lahir ini menjadi mesin perang yang paling
kuat dan memberikan dorongan yang besar sekali bagi penaklukan negeri-negeri
non Muslim.1 Pada masa Orkhan inilah dimulai usaha perluasan wilayah yang lebih
agresip dibanding pada masa Usman. Dengan mengandalkan jennisary, Orkhan dapat
menaklukan Azmir (Smirna) tahun 1327 M, Thawasyanly (1330 M), Uskandar (1338
M), Ankara (1354 M) dan Gallipoli (1356 M). Daerah-daerah ini merupakan bagian
benua Eropa yang pertama kali diduduki oleh kerajaan Usmani.[12]
Sultan Orkhan meninggal dan segera digantikan oleh putranya Murad I
(1359-1389). Pada masa pemerintahannya, Ia berhasil menaklukkan Sugora,
bertambah kokohlah kekuasaan Turki Usmaninya di Asia Kecil. Selanjutnya, ia
melakukan penyerbuan ke negara –negara Balkan. Dalam penyerbuan ini, Sultan
Murad I berhasil menaklukkan Adrionopel, kota kedua setelah Konstatinopel.
Jatuhnya
Adrianopel berarti Kerajaan Turki Usamani telah mengepung Kerajaan Bizantium
dari segala penjuru. Hal tersebut menimbulkan ketakutan bagi kerajaan Bizantium
dan kerajaan-kerajaan Eropa Lainnya. Ketakutan itu semakin bertambah ketika
Sultan Murad I pada tahun 1389 M dalam peperangan dari Kosopo berhasil
mengalahkan tentara Eropa, yang berakhir dengan jatuhnya kerajaan Serbia,
Macedonia, dan Rumelia.[13]
Ketika Sultan
Murad I Wafat pada tahun 1389, putranya yang bernama Bayazid I naik Tahta pada
tahun itu juga. Sultan Bayazid I terkenal sebagai Sultan Kerajaan Turki Usmani
yang bergelar Vildrim (petir). Pada masa pemerintahannya, Ia berhasil
menaklukan daerah pertambangan Karatowa, Viddin, Bosnia, Alashehir, Aydin,
Ayasoluk, daerah Sarukhan dan mengalahkan Raja Hungaria dalam pertempuran di
Sungai Dunabe. Sultan Bayazid I pun berkali-kali melakukan serangan dan
pengepungan terhadap kota konstatinopel, benteng Bizantium di Galata yang
berhasil direbutnya. Selanjutnya kekelahan dari timur Lenk pada tahun 1404 M
menghentikan usaha Sultan Bayazid dalam melakukan perluasaan wilayah Islam.
Berdasarkan uraian
ini, jelas bahwa dari kegiatan perluasaan wilayah Islam yang dilakukan oleh
Kerajaan Turki Usmani dapat diketahui bahwa tentara kerajaan Turki Usmani
merupakan kekuatan militer yang tangguh bagi Eropa. Itulah sebabnya kerajaan
ini dengan mudah mengadakan gerakan Ekspansinya ke Eropa.
Perlusan wilayah
Islam yang dilakukan sultan-sultan dari kerajaan Turki Usmani paca-Sultan
Bayazid I, yaitu dari masa Sutan Sulaeman sampai masa pemerintahan Sultan Murad
II terhenti. Pada masa ini, kondisi di kerajaan Turki tidak kondusif untuk
melakukan perluasaaan wilayah Islam. Perlu diketahui, sepeninggal Sultan
Bayazid I terjadi perebutan kekuasaan di antara anak-anaknya, yaitu Sulaeman,
Musa, dan Muhammad. Dalam masa perebutan kekuasaan yang berlangsung selama satu
dasawarsa itu, Sulaeman dapat berkuasa selama tujuh tahun (1403-1410 M).
Kemudian Musa memerintah selama tiga tahun, sedangkan Muhammad I walaupun sejak
semula sudah dinyatakan sebagai pengganti ayahnya hanya berkuasa sejak tahun
1413 M.[14]
Sungguhpun Sultan
Muhammad I telah berkuasa kembali dalam kerajaan Usmani, tugas utama yang
dihadapinya bukanlah mengadakan ekspansi melainkan lebih berorientasi untuk
mengokohkan sendi-sendi kerajaan setelah ditinggalkan Timur Lenk. Dalam rangka
mengokohkan sendi-sendi kerajaan ini, Sultan Muhammad I mengadakan perjanjian
damai dengan Eropa dan bersikap lunak terhadap kaum pemberontak. Keadaan ini
terus berlangsung sampai pada pemerintahan Murad II (1421-1451 M). Usaha kedua
Sultan ini berhasil dalam mengokohkan sendi-sendi Kerajaan Usmani kembali. Hal
ini terbukti setelah Sultan Murad II meninggal, Ia telah mewariskan Tahta
Kerajaan Turki Usmani yang stabil kepada penerusnya, Sultan Muhammad II.
Sultan Muhammad II
naik tahta menggantikan ayahnya pada tahun 1451 M. Pada masa ini, perhatian
sultan sepenuhnya terfokus untuk menaklukkan kota Konstatinopel, kota yang
selalu menjadi idaman dan kebanggaan orang yang bisa merebutnya. Untuk itu, ia
membuat rencana dan persiapan penaklukkan dengan sebaik-baiknya dan ia memimpin
usaha menaklukkan Konstatinopel ini.[15]
Setelah perencanaan
dan persiapan benar benar matang, dimulailah penyerangan dan pengepungan kota
Konstatinopel. Dalam masa penyerangan dan pengepungan yang relatif singkat,
yaitu sekitar 52 hari, Sultan Muhammad II berhasil menaklukkannya pada tahun
1453 M. Bagi Sultan Muhammad II, keberhasilannya dalam penaklukan itu merupakan
prestasi dan kebanggaan tersendiri karena sepanjang sejarah Islam, Ia adalah
satu-satunya Sultan dari Kerajaan Turki Usmani yang berhasi menaklukkan
Konstatinopel. Gerakan ekspansi dalam masa Muhammad II tidak berhenti sampai
penaklukan Kota Konstatinopel, tetapi terus berjalan ke arah barat Eropa. Pada
masa anaknya, Sultan Bayazid II (1481-1512 M), ekspansi Islam meluas ke
Transivania, Bosnia, Moldova, Cyprus, dan Naxsos.[16]
Sekalipun Konstatinopel
telah jatuh di tangan Utsmani dibawa kekuasaan Muhammad Al-Fatih, namun umat
Kristen sebagai pendudduk asli daerah tersebut tetap diberikan kebebasan
beragama. Bahkan mereka dibiarkan memilih ketua-ketua dilantik oleh Sultan.
Setelah Muhammad
Al-Fatih meninggal, Ia digantikan Bayazid II. Ia lebih mementingkan kehidupan
tasawuf daripada berperang. Kelemahannya di bidang pemerintahan yang cenderung
berdamai dengan musuh mengakibatkan Ia tidak ditaati oleh rakyatnya, termasuk
putra-putranya. Karena seringnya terjadi perselisihan yang panjang antara dia
dan putra-putranya, akhirnya Ia mengundurkan diri dan diganti putranya, Salim I
pada tahun 1512 M. Pada masa Sultan Salim I pada tahu 1517 M. Gelar Khalifah
yang disandang oleh Al-Mutawakki alaa llah, salah seorang keturunan Banii Abbas
yang selamat dari Bangsa mongol tahun 1235 M. dan saat itu berada dalam
proteksi makhluk diambil alih oleh Sultan. Engan demikian pada masa Sultan
Salim ini para Sultan Usmani menyandang dua gelar, yaitu gelar Sultan dan gelar
Khalifah. Sehingga nama Sultan Salim pun mulai disebutkan dalam khutbah-khubah.
Selain itu ia pun dalam masa pemerintahannya selama 8 tahun menjadi penguasa
dan pelindung 2 buah kota suci yaitu Mekkah dan Madinah.
Puncak kerajaan
Turki Usmani dicapai pada masa pemerintahan Sulaeman I. Ia digelari Al-Qanuni,
karena ia berhasil membuat undan-undan yang mengatur masyarakat. Orang,
menyebutnya sebagai Sulaeman yang agung, the magnificien. Ia menyebut dirinya
sultan dari segala sultan, raja dari segala raja, pemberian anigra mahkota bagi
para raja. Pada masanya wilayahnya meliputi dataran Eropa hingga Austria, Mesir
dan Afrika Utara hingga ke Aljazair dan Asia hingga Persia, serta meliputi
lautan Hindia, Laut Arabia, Laut merah, Laut tengah,dan Laut Hitam.
2.
Sultan-Sultan
Dinasti Turki Usmani
Untuk lebih
jelasnya penulis akan menyebutkan priode-priode kesultanan pada masa kerajaan
Turki Usmani. Dalam bukunya DR. Syafiq A. Mugani membagi menjadi 5 (Lima)
priode yakni priode I pada tahun 1299-1402 M. priode ke II pada tahun 1402-1566
M, priode ke III 1566-1699 M, priode ke IV pada tahun 1699-1839 M dan priode ke
V pada tahun 1839-1922 M.[17]
1.
Priode
pertama, Sultan-sultannya ialah
a.
Utsman
I/ Sultan Al-Ghazi Utsman (699-726 H/ 1299-1326 M.)
Ketika Ertogul meniggal dunia, Utsman
menggantikan posisinya. Hal yang pertama ia lakukan adalah memperluas wilayah
kekuasaan sukunya. Tentu saja atas persetujuan Alauddin, amir Karaman. Pada
tahun 699 H, Mongol menyerang keamiran Karaman. Alauddin lantas melarikan diri
ke negeri Byzantium, tetapi ia meninggal dunia pada tahun itu juga. Setelah
pengangkatannya, Ghiyatsuddin putranya menggantikan posisi mendiang sang ayah.
Akan tetapi, Ghiyatsuddin pun tewas ditangan Mongol. Dengan demikian, peluang
bagi Utsman untuk menjadi penguasa tunggal atas wilayah-wilayah kekuasaannya
terbuka lebar. Maka, ia mendirikan Negara Utsmani yang dialamatkan kepada
namanya. Untuk itu, ia membuat suatu ibu kota bagi negaranya, yaitu kota
Yenisehir yang berarti “kota baru”. Ia juga membuat bendera negaranya yang
sampai sekarang dipakai Negara Turki. Utsman wafat pada tahun 717 H/ 1326 M Dan
dimakamkan di kota Bursa. Selanjutnya kota tersebut di jadikan makam keluarga
Dinasti Utsmani.
Hal yang dilakukannya antara lain:
1)
Perluasan
wilayah kekuasaan sukunya
2)
Mengejak
para amir Romawi Byzantium yang berada di Asia Kecil masuk Islam, jika ia
menolah maka diharuskan membayar upeti (jizyah), jika ia menolak maka ia harus
diperangi. [18]
b.
Orkhan
(726-761 H/ 1326-1359 M.)
Kendati Orkhan adalah putra kedua, Utsman
berwasiat agar tahta diserahkan kepadanya jika sang ayah sudah tiada. Pasalnya,
karakter Orkhan bercita-cita tinggi dan pemberani. Sedangkan Alauddin putra
sulung Utsman tidak diserahinya tahta karena ia cenderung untuk beruzlah
(menyendiri dalam ibadah) dan hidup wara’. Itulah alasan Utsman tidak
mewariskan tahtanya kepada si putra sulung. Alauddin pun tidak mempermasalahkan
wasiat sang ayah. Namun, Orkhan tetap menghormati kakaknya itu dan menyerahkan
urusan dalam negeri kepadanya. Dalam menjalankan roda pemerintahannya, Orkhan
lebih berkonsentrasi pada espansi wilayah kekuasaan dan urusan-urusan luar
negeri. Selain itu, Orkhan memindahkan ibu kota negara ke kota Bursa.
Hal yang dilakukannya antara lain:
1)
Pembuatan
sistem kemiliteran ( inkasyariah) yang dibentuk dari anak-anat terlantar dan
anak-anak keturunan Romawi Byzantium yang kehilangan orang tuanya saat perang.
2)
Pemakmuran
negeri dengan membangun berbagai sekolah, masjid, dan Tekke (tempat peribadatan
sufi)
3)
Menetapkan
peraturan-peraturan untuk menjaga kestabilan dalam negeri.
4)
Penaklukan
wilayah Izmir dan Iznik.
c.
Murad
I (761-791 H/ 1359- 1389 M.)
Hal yang dilakukannya antara lain:
1)
Penaklukan
kota Erdine dan pemindahan ibu kota ke Erdine guna menjadikannya titik
pergerakan jihad di Eropa.
2)
Penaklukkan
kota Philoppholis di Selatan Bulgaria, Klokotnitsa dan Vaardar.
3)
Penaklukan
kota Sofia setelah pengepungan selama tiga tahun
4)
Penaklukan
kota Thesaloniki di Makedonia.
d.
Bayazid
I (791-804 H/ 1389-1402 M.)
Bayazid I diserahi takhta pada usia
30 tahun. Ia kesohor sebagai Sultan yang selalu berjihad dan memiliki semangat
Islam yang berapi-api, sampai-sampai ia dijuluki Yildirim”halilintar”, lantaran
kedatangan dan kepergiannya yang sekoyong-koyong bagi musuh. [19]
2.
Periode
ke dua, Sultan-sultannya ialah
a.
Muhammad
I (816-84 H/ 1403-1421 M.)
b.
Murad
II (824-855 H/ 1421-1451 M.)
1.
Sultan
Murad II naik Tahta pada Tahun 842 H, saat ia berusia tidak lebih dari 18
tahun.
2.
Kebijakan
politiknya didasarkan pada penguasaan keamiran-keamiran Anatolia yang
memerdekakan diri dari negara-negara Utsmani ditengah-tengah penyerbuan Timur
Lenk. Dengan demikian, ia dapat mempersatukan kaum Muslimin dalam jumlah besar
unruk menaklukkan Eropa.
c.
Muhammad
II fath (855-886 H/ 1451-1481 M.)
Selain penaklukan Konstantinopel,
hal lain yang dilakukannya antara lain:
1)
Penaklukan
negeri Morea di selatan Yunani pada tahun 863 H.
2)
Penaklukan
negeri Wallachia
3)
Penaklukan
negeri Bosnia
4)
Penaklukkan
kerajaan Trabzon (kerajaan salibis terakhir di Anatolia)
5)
Percobaan
penaklukan Italia
d.
Bayazid
II (886-918 H/ 1481-1512 M.)
Sultan Bayazid II terkenal cenderung pada
perdamaian. Ia hanya memasuki kancah perang dalam posisi bertahan.
e.
Salim
I (918-96 H/ 1512-1520 M.)
Hal yang
dilakukannya antara lain:
1)
Menyatukan
daerah-daerah Islam agar menjadi satu kesatuan untuk melawan persekutuan
salibis di Eropa
2)
Penyerangan
terhadap dinasti Safawi
f.
Sulaeman
I Qanuni (926-974 H/1520-1566 M.)
Pada era khalifah Sulaiman, negara Utsmani
mencapai ekspansi terluasnya, sampai-sampai menjadi negara terkuat didunia pada
zaman itu. Ia terkenal dengan sebutan Sulaiman Al-Qanuni (undang-undang).
Pasalnya, ia menerapkan aneka peraturan dalam negeri disemua cabang
pemerintahan.
1)
Menetapkan
aneka peraturan dalam negeri disemua cabang pemerintahan.
2)
Penaklukan
Belgrade
3)
Penaklukan
Negeri Hungaria [20]
3.
Periode
ke tiga, Sultan-sultannya ialah
a.
Salim
II (1566-1699 M.)
Salim II adalah putra Roxelana yang
berkebangsaan Rusia. Ia mewarisi takhta setelah agen-agen rahasia Roxelana
berhasil membunuh putra-putra khalifah sulaiman lainnya. Khalifah Salim II
tidak berkepribadian kuat seperti para khalifah dan sultan pendahulunya. Hanya
saja berkat adanya perdana menteri Muhammad Ash-Shiqilli, posisi negara dapat
dipertahankan.
Hal yang terjadi pada masa kekhalifahannya
antar lain:
1.Menumpas pemberontakan di Yaman
2.Membebaskan Tunisia dari Spanyol dan menjadikannya wilayah Utsmani
3.Penaklukan siprus
b.
Murad
III (982-1003 H/1573-1596 M.)
Urusan dalam negeri yang dilakukan oleh
khalifah Murad III adalah melarang minuman keras yamh sangat marak pada era
ayahnya khalifah Salim II.
c.
Muhammad
III (1003-1012 H/ 1596-1603 M.)
d.
Ahmad
I (101-1026 H/ 1603-1617 M.)
Ahmad I naik Tkhta ketika belum menginjak
usia empat belas tahun. Ia tidak membunuh Musthafa saudaranya, melainkan hanya
memenjarakannya. Dirumah tahanan berikut para selir dan pelayannya.
e.
Mustafa
I (1026-1027 H/ 1617-1618 M.)
Mustafa I bebas dari rumah tahanan bersama
para selir dan pelayannya tanpa tahu-menahu ihwal seluk-beluk pemerintahan.
Alhasil, masa pemerintahan khalifah Mustafa I berlangsung tidak lebih dari tiga
bulan saja. Kemudian ia lengser dan digantikan Utsman keponakannya (putra Ahmad
I).
f.
Usman
II (1027-1031 H/1618-1622 M.)
Utsman II menjadi khalifah saat usianya
tidak lebih dari tiga belas tahun. Ia pun membunuh saudaranya Muhammad, sebagai
mana sudah menjadi tradisi.
g.
Murad
IV (1032-1039 H/ 1623-1640 M.)
Murad IV adalah putra Ahmad I. Ia menjadi
Khalifah ketika usianya belum juga menginjak empat belas tahun.
h.
Ibrahim
I (1049-1058 H/ 1640-1648 M.)
Penaklukan yang terjadi pada masa
kelhalifahan Ibrahim I adalah penaklukan Pulau Kreta yang kala itu berafiliasi
dengan Vanesia.
i.
Muhammad
IV (1058-1099 H/ 1648-1687 M.)
Penaklukan yang terjadi di era
kekuasaannya antar lain:
1)
Penaklukan
benteng Nohzel
2)
Penaklukan
Moravia (kawasan antara Ceko dan Slovakia)
3)
Penaklukan
provinsi SinZia (polandia)
j.
Sulaeman
III (1099-1102 H/ 1687-1691 M.)
k.
Ahmad
II (1102-1106 H/ 1691- 1695 M.)
Pemerintahan Ahmad II berlangsung tidak
lebih dari empat tahun saja, ia mangkat pada tahin 1106 H.
l.
Mustafa
II (1106-1115 H/ 1695-1703 M.).
Khalifah Mustafa II memiliki sifat yang
pemberani dan proaktif. Ia memimpin langsug pasukan Utsmani untuk menyingkirkan
Polandia. Ia berhasil mengalahkan mereka dengan bantuan pasukan Kavelari
Cossack pada tahun 1107 H. [21]
4.
Periode
ke empat, Sultan-sultannya ialah
a.
Ahmad
III (1115-1143 H/ 1703-1730 M.)
b.
Mahmud
I (1143-1168 H/ 1730-1754 M.)
c.
Usman
III (1168-1171 H/1754-1757 M.)
Khalifah Utsman III dilahirkan pada tahun
1110 H. Maka saat ia menjabat sebagai khalifah, usianya sudah 58 tahun lebih.
d.
Mustafa
III (1171-1187 H/ 1757-1774 M.)
Mustafa III adalah putra mendiang Ahmad
III. Ia menjabat sebagai khalifah pada tahun 1171 H.
e.
Abdul
Hamid I (1187-1023 H/ 1774-1788 M.)
f.
Salim
III (1203-1222 H/ 1789-1807 M.)
Khalifah Salim II addalah khalifah mendiang
Mustafa III. Ia hanya menjadi khalifah saat situasi dan kondisi politik sedang
panas-panasnya. Rusia dapat menjajah provinsi Wallachia, Boghdania, dan
Bessarabia. Keberhasilannya itu tidak lepas dari bantuan Austria yang telah
menjajah Serbia dan telah menduduki Belgrade.
Pencapaian yang dilakukan pada era
kekhalifahannya adalah:
1)
Wallachia
dan Bogdania (Moldavia) dikembalikan kepada Negara Utsmani
2)
Menggagas
ide Al-Junud An-Nizhamiyyah (tentara reguler)
3)
Menyingkirkan
Yeniceri (pasukan elit) yang sudah menjadi sumber kekacauan dan kekalahan.
4)
Memisahkan
armada dan unit meriam dari psukan Yeniceri.
g.
Mustafa
IV (1222-1223 H/ 1807-1808 M.)
h.
Mahmud
II (1223-1255 H/ 1808-1839 M.). [22]
5.
Periode
ke lima, Sultan-sultannya ialah
a.
Abdul
Majid I (1255-1277 H/ 1839-1861 M.)
b.
Abdul
Azis (1277-1293 H/ 1861-1876 M.)
c.
Murad
V (1293 H/ 1876 M.)
Khalifah Murad V naik takhta setelah
khalifah Abdul Azis saudaranya. Namun, eranya hanya berlangsung tidak lebih
tiga bulan saja. Ia pun dimakzulkan lantaran akalnya menjadi tidak waras.
d.
Abdul
Hamid II (1293-1328 H/ 1876- 1909 M.)
Khalifah Abdul Hamid II adalah putra
mendiang khalifah Abdul Majid yang wafat pada tahun 1277 H/ 1861 M. Ia naik
takhta sewaktu negara Utsmani sudah lemah baik dari dalam dan luar negeri.
e.
Muhammad
V (1328-1337 H/ 1909- 1918 M.)
f.
Muhammad
VI (1328-1337 H/1918- 1922 M.)
Muhammad VI menjabat sebagai khalifah
ditengah kecamuk Perang Dunia I, diantara kekalahan bertubi-tubi yang menimpa
negara utsmani, sampai-sampai sekutu dapat menduduki Istambul yang jatuh untuk
pertama kalinya sejak ditaklukkan sultan Muhammad Al-Fatih. Italia pun
menduduki satu bagian dari selatan Anatolia. Sementara Yunani menduduki bagian
barat Anatolia ditambah Trakia. Maka, negara Utsmani menyerah.
g.
Abdul
Majid II (1340-1342 H/ 1922- 1924 M).
Jadi Kerajaan Turki Usmani mulai melemah
semejak meninggalnya Sulaeman Al Qanuni. Para pemimpin lemah dan pada umumnya
tidak berwibawah. Selain itu para pembesar kerajaan hidup dalam kemewahan
sehingga sering terjadi penyimpangan keuangan Negara. Sekalipun demikian serangan
Eropa masih terus berlangsung terutama penaklukan terhadap kota Wina di
Austria. Usaha penaklukan ini ternyata juga tidak berhasil.[23]
NO
|
NAMA
|
MASA JABATAN
|
PERIODE
PERTAMA
|
||
1.
|
Utsman I
|
1299-1323
|
2.
|
Orhan I
|
1326-1359
|
3.
|
Murad I
|
1359-1389
|
4.
|
Bayezid I
|
1389-1402
|
PERIODE KEDUA
|
||
5.
|
Muhammad I
|
1403-1421
|
6.
|
Murad II
|
1421-1451
|
7.
|
Muhammad II Al-Fath
|
1451-1481
|
8.
|
Bayazid II
|
1481-1512
|
9
|
Salim I
|
1512-1520
|
10.
|
Sulaiman I Qanuni
|
1520-1566
|
PERIODE
KETIGA
|
||
11.
|
Salim II
|
1566-1699
|
12.
|
Murad III
|
1573-1596
|
13.
|
Muhammad III
|
1596-1603
|
14.
|
Ahmad I
|
1603-1617
|
15.
|
Mustafa I
|
1617-1618
|
16.
|
Usman II
|
1618-1622
|
17.
|
Murad IV
|
1623-1640
|
18.
|
Ibrahim I
|
1640-1648
|
19.
|
Muhammad IV
|
1648-1687
|
20.
|
Sulaeman III
|
1687-1691
|
21.
|
Ahmad II
|
1691- 1695
|
22.
|
Mustafa II
|
1695-1703
|
PERIODE
KEEMPAT
|
||
23.
|
Ahmad III
|
1703-1730
|
24.
|
Mahmud I
|
1730-1754
|
25.
|
Usman III
|
1754-1757
|
26.
|
Mustafa III
|
1757-1774
|
27.
|
Abdul Hamid I
|
1774-1788
|
28.
|
Salim III
|
1789-1807
|
29.
|
Mustafa IV
|
1807-1808
|
30.
|
Mahmud II
|
1808-1839
|
PERIODE
KELIMA
|
||
31.
|
Abdul Majid I
|
1839-1861
|
32.
|
Abdul Azis
|
1861-1876
|
33.
|
Murad V
|
1876
|
34.
|
Abdul Hamid II
|
1876- 1909
|
35.
|
Muhammad V
|
1909- 1918
|
36.
|
Muhammad VI
|
1918- 1922
|
37.
|
Abdul Majid II
|
1922- 1924
|
B.
Penaklukan Konstantinopel
Muhammad Al-Fatih
adalah sultan Negara Utsmani yang paling terkenal bagi kebanyakan kaum
Muslimin.
Sepeninggalan
Murad II ayahnya, Muhammad Al- Fatih menerima tampuk kekuasaan dalam usia 22
tahun. Hal pertama yang dilakukannya adalah memulangkan Mara Brankovic istri
mendiang ayahnya yang berkebangsaan Serbia kepada orang tuanya.
Tidak ada yang
bisa memungkiri era Muhammad Al-Fatih adalah salah satu lembaran sejarah
Utsmani yang paling gemerlap. Cukuplah sabda Rasulullah tentangnya ini menjadi
bukti :
“Konstantinopel niscaya ditaklukkan, sebaik-baik amir adalah
amirnya, dan sebaik-baik pasukan adalah pasukan itu” [24]
1.
Percobaan
pertama kaum Muslimin untuk menaklukan Konstantinopel terjadi pada era
kekhalifahan Utsman bin Affan. Tepatnya pada penghujung tahun 32 H (653 M).
Takkala pasukan Muawiyah bin Abu Sufyan, gubrnur Syam kala itu, menembus Asia
Kecil hingga selat Borporus. Hanya saja percobaan ini tidak berhasil.
2.
Pada
tahun 44 H (664 M) kampanye militer kedua dilakukan pada era Muawiyah bin Abu
Sofyan. Akan tetapi percobaan ini juga tidak berhasil.
3.
Pada
tahun 49 H (669 M), Muawiyah kembali mencoba menaklukan Konstantinopel dengan
mengirimkan suatu pasukan yang sangat besar pimpinan Sufyan bin Auf. Pasukan
ini disertai Yazid bin Muawiyah dan sekelompok tokoh besar kalangan sahabat
baik dari kaum Muhajirin dan Anshar. Armada Islam dibawah komando Burs bin Abi
Arthaa’ah juga berlayar menembus selat Dardalennes tanpa perlawanan. Mereka
terus mengepung kota itu selama tujuh tahun tanpa jeda. Lantas kaum Muslimin
menarik mundur pasukan pada tahun 58 H (678 M) ke pangkalannya.
4.
Pada
tahun 96 H (715 M), khalifah Sulaiman bin Abdul Malik mengulangi percobaan ini
dengan menugaskan Maslamah bin Abdul Malik saudaranya seraya melarangnya
meninggalkan Konstantinopel sebelum berhasil ia taklukkan atau diperintahkan.
Maslamah berangkat pada akhir Tahun 98 H (716 M). Ia menembus daratan subur
Anatolia serta menaklukan banyak kota dan benteng Romawi. Selanjutnya ia mulai
mengepung Konstantinopel. Ia mengepungnya untuk kali kedua pada 2 Muharram 99
H. (15 Agustus 717 M). Akan tetapi beberapa pekan kemudian Sulaiman bin abdul
Malik mangkat, tepatnya pada 10 safar 99 H dan dengan masuknya musim dingin
kala itu teramat eksterm, Maslamah pun menarik mundur pasukannya kepangkalan
negeri Syam.
5.
Penyerbuan
terhadap Konstantinopel yang paling kesohor terjadi pada era Khalifah Al-Mahdi
dari Dinasti Abbasi. Putranya yang bernama Harun Ar-Rasyid berangkat pada musim
panas tahun 156 H (783M ) untuk menyerbu negara Byzantium. Ia menembus daratan
subur Anatolia sehingga dapat mendominasi sisi Asia Slat Borporus. Ia juga
mendirikan kamp diatas perbukitan Uskudar yang tepat berseberangan dengan
Konstantinopel. Kala itu yang menduduki singgasana kekaisaran Byzantium adalah
Constantine VI yang masih bocah, sementara pemerintahan secara de facto dipegang
Ibunya Irene. Kaum muslimin pun mengelahkan Byzantium secara letak dan membuat
irene terpaksa mengadakan gencatan senjata serta membayar upeti tahunan kepada
umat Islam. [25]
6.
Percobaan
pertama Dinasti Utsmani untuk menakluka Konstantinopel terjadi pada tahun 708
dan 709 H (1395 M). Akan tetapi kedatangan Timur Lenk ke perbatasan Timur
Negara Utsmani memaksa sultan Bayazid mengurungkan pengepungan. Konstantinopel
memang sudah menjadi tujuan dan terget Dinasti Utsmani sejak awal pemerintahan
mereka. Sultan Utsman, sang pendiri negara Utsmani, berwasiat kepada para
penerusnya agar menaklukan kota itu. Para Sultan sepeninggal Utsman tidak
kunjung diberi taufik untuk mewujudkan tujuan mereka tersebut hingga tiba
Sultan Muhammad Al-Fatih.
Untuk itulah
Sultan Muhammad al-Fatih melakukan persiapan penaklukan konstantinopel. Ia
mulai dari membangun benteng di daratan Eropa di tepi selat Bosporus,
berseberangan dengan benteng yang dulu di bangun Bayazid I. Dengan demikian, ia
memegang kendali penuh atas selat Bosporus dan dapat menghalangi datangnya bala
bantuan ke Konstantinopel.
Kaisar
Konstantinopel pun merasakan besarnya tekad Sultan Muhammad Al-Fatih untuk
menaklukkan kota itu. Maka, ia menawarkan pembayaran upeti (jizyah) kepadanya,
namun sang Sultan menolaknya. Sang kaisar pun meminta pertolongan kaum Kristen
Eropa. Maka Genoa (salah satu kerajaan Eropa pada masa itu) mengirimkan
kepadanya 30 kapal perang yang tiba sewaktu tentara Utsmani tengah mengepung
Konstantinopel dari segala penjuru. Tak ayal kapal-kapal itu bentrok dengan
armada Utsmani. Jumlah tentara Utsmani yang mengepung kota itu dari arah
daratan mendekati 250 ribu personil. Sementara dari arah lautan terdapat nyaris
180 kapal laut.[26]
Muhammad Al-Fatih
pun mengumpulkan para jendralnya dan berkata kepada mereka:
“apabila kita sukses melaklukkan Konstantinopel maka terwujudlah
bagi kita Hadits Rasulullah sekaligus salah satu mukjizatnya. Kehormatan yang
diusung hadits ini akan menjadi jatah kita pula. Maka, sampaikanlah kepada
anak-anak buah kita para tentara secara pribadi, seorang demi seorang, bahwa
kesuksesan terbesar yang hendak kita raih ini akan meningkatkan kehormatan dan
kemulian Islam. Wajiblah bagi setiap prajurit menjadikan ajaran syari’at kita
sebagai pedomannya. Maka, jangan sampai masing-masing mereka melakukan hal yang
menodai ajaran ini. Hendaklah mereka menghindari gereja-geraja dan
tempat-tempat ibadah, jangan sampai mereka usik sedikitpun. Dan, hendaaklah
mereka membiarkan (tidak membunuh) para pendeta, kaum Duafa’. Dan orang-orang
lemah yang tidak turut berperang.”
Tentara Utsmani
juga hendak memasuki Ceruk Tanduk Emas yang merupakan pertahanan
Konstantinopel. Mereka lantas melakukan cara yang tidak pernah terlintas dalam
benak siapapun, yaitu dengan menyusun papan-papan kayu yang menghubungkan
antara perairan Selat Borporus. Mereka menuangkan lemak dan minyak
dipapan-papan itu kemudian meluncurkan kapal-kapal perang diatas papan-papan
tersebut dari selat Borporus ke Ceruk Tanduk Emas. Selanjutnya meriam-meriam
Utsmani mulai menghantam tembok-tembok konstantinopel dari segala arah. Kota
itu pun tidak dapat bertahan lama dihadapan mereka. Mereka lantas memasukinya
sebagai pemenang perang pada fajar dini hari 15 Jumadi Ula 857 H bertepatan
dengan tanggal 29 Mei 1453. Kaisarnya terbunuh pula dalam pertempuran. Tentara
Utsmani berkuasa penuh atas kota itu. Sultan Muhammad Al-Fatih memerintahkan
agar adzan dikumandangkan di Gereja Aya Sophia sebagai pengumuman bahwa gereja
itu diubah menjadi Masjid. [27]
Sang sultan juga
memerintahkan agar kota itu diganti namanya menjadi Islam Bul (Istambul)
yang berarti kota Islam. Juga dijadikan ibu kota negara Utsmani, dan terus
menjadi ibu kotanya sampai dibubarkan kekhalifahan. Dengan demikian,
Konstantinopel jatuh secara total setelah lebi dari 8 abad menjadi musuh
bebuyutan kaum Muslimin.
Selama pengepungan
kaum Muslimin terhadap konstantinopel ternyata ditemukan makan Abu Ayyub
Al-Anshari sang sahabat yang gugur sebagai syahid dalam proses pengepungan
Konstantinopel pada era Yazid bi Muawiyah. Maka, setelah menaklukkan
Konstantinopel, sang sultan membangun masjid dilokasi makam tersebut.
Selanjutnya para sultan pewaris Takhta selalu dilantik di masjid ini, dengan
tradisi berupa serah terima pedang Utsman bin Ertogul sang pendiri negara. [28]
C.
Peradaban Islam di Turki
Pada saat berada di puncak
keemasannya, Kerajaan Turki Usmani telah banyak menoorehkan beberapa prestasi
yang berimplikasi terhadap kemajuan yang diperoleh kerajaan ini. Diantara
berbagai kemajuan tersebut adalah sebagai berikut.[29]
1.
Pengelolaan Pemerintahan Dan Reorganisasi Militer
Bentuk negara yang dibangun oleh Usmani
adalah kerajaan yang berdasarkan syari’at Islam. Kekuasaan tertinggi terletak
ditangan para sultan. Gelar sultan merupakan kebanggaan tersendiri di kalangan
para penguasa tertinggi kerajaan Turki Usmani. Bahkan jabatan Sultan sejak masa
Salim I tidak hanya memiliki kekuasaan dalam bidang keagamaan seperti jabatan
khalifah.
Di samping sultan sebagai penguasa
tertinggi dalam kerajaan, ada juga jabatan perdana menteri dan menteri. Perdana
menteri sering mendapatkan kekuasaan dan wewenang yang lebih luas dari sultan
daripada para menteri. Ia memimpin semua jabatan tinggi kerajaan., seperti
panglima perang, menteri keuangan, dan peradilan Adapun jabatan menteri hanya
memiliki sedikit kekuasaan seperti memimpin dua atau tiga pasukan. Hal lain
yang tidak kalah pentngnya dari kedua jabatan tersebut adalah jabatan Ulama.
Ulama memiliki kedudukan yang istimewa dalam kerajaan dan berfungsi sebagai
penasehat politik sultan. Jabatannya setara dengan perdana menteri, tetapi
dalam hal-hal tertentu, seperti mengumumkan perang, kekuasaan ulama melebihi
kekuasaan perdana menteri dan sultan.[30]
Penataan dalam bidang administrasi
pemerintahan pada umumnya baru dimulai pada masa Sultan Muhammad Al-Fatih.
Setelah kota Konstatinopel jatuh, pusat pemerintahan dipindahkan ke sana dan
diganti namanya dengan Istambul. Di Istambul inilah, kerajaan Turki Usmani
mulai membangun administrasi pemerintahan secara baik, di samping pembangunan
istana sultan sendiri.
Administrasi pemerintahan Kerajaan Turki
Usmani secara komprehensif terbagi menjadi pemerintahan pusat, pemerintahan
daerah, dan pemerintahan lokal. Sultan, perdana menteri, menteri, dan ulama
berkedudukan di pusat. Adapun pemerintahan
daerah diatur oleh para kepala daerah yang berkedudukan di daerah,
begitu pula halnya dengan pemerintahan lokal.[31]
Dalam struktur pemerintahan, Sultan
sebagai penguasa tertinggi dibantu oleh Shadr al-Azham (perdana menteri) yang
membawahi pasya (gubernur). Di bawah gubernur terdapat al-Awaliyah (bupati).[32]
Untuk mengatur pemerintahan urusan Negara
dibentuk undang-undang (qanun) pada masa Sulaeman I, yang disebut Multaqa al-
Abhur.22 Undang-undang ini menjadi pegangan hukum bagi Turki Usmani sampai
datangnya reformasi pada abad 19. Undang-undang ini memiliki arti historis yang
sangat penting karena merupakan undang-undang pertama di dunia.[33]
Selanjutnya bidang militer juga merupakan
salah satu prestasi kemajuan yang terbesar dari kerajaan Turki Usmani. Hal ini
disebabkan, keturunan Usmani sejak awal adal masyarakat Ghazi yang gemar
berperang. Kepercayaan dan penghargaan yang mereka dapatkan dari Bani Seljuk
disebabkan partisipasinya dalam perang. Begitu pula, faktor berdiri dan
meluasnya wilayah kekuasaannya karena faktor militer. Kerajaan Turki Usmani
sejak berdirinya dan khususnya sejak masa Muhammad Al-Fatih merupakan kekuatan
militer yang tangguh dan terbaik di dunia sampai pada akhir abad ke 17 M, yaitu
saat mereka dikalahkan oleh Eropa pada tahun 1683 M.
Kekuatan militer Kerjaan Turki Usmani
terdiri atas pasukan feodal, yeniserri, korps-korps khusus, dan pasukan
pembantu dari angkatan darat dan laut. Tentara feodal bertugas menggatur
pembagian tanah, melayani dan membantu tugas militer lainnya. Yeneserri
merupakan pasukan inti dari kerajaan. Pasukan ini terdiri atas pemuda-pemuda
Kristen dan pemuda asing lainnya. Paskan ini dibentuk sejak abad ke 14 M,
tetapi baru diorganisasi secara baik pada masa Sultan Murad II.
Pasukan Yeneserri terdiri atas 196 kompi
yang terbagi tiga devisi utama, yaitu seghment, jemaat, dan boluk. Jemaat
memiliki 101 Kompi, Boluk memiliki 60 kompi, dan seghment memilki 34 kompi.
Tiap-tiap kompi dibagi lagi atas unit-unit kecil yang disebut ortas, odes, dan
boluks. Pada pertengahan abad ke 15 M, jumlahnya mencapai 10.000 orang dan pada
masa Sulatn Sulaeman Al-Qanuni, jumlahnya meningkat menjadi 12.000 orang. Pada
saat kondisi negara sedang aman, pasukan yeneserri bertugas menjaga keamanan
dan ketertiban kota serta menjaga benteng-benteng pertahanan. adapun saat
perang, mereka merupakan pasukan infanteri yang berada pada posisi paling
sental, di samping berfungsi sebagai tentara pelindung sultan. Adapun
korps-korps khusus terdiri atas pasukan senjata api atau kavaleri juga terdiri
atas enam devisi dan masing-masing pasukan dalam deviisi bertugas sebagai
pemegang senjata, pengangkut senjata, serta memperbaiki dan membuat amunisi.
Di samping pasukan darat, kerajaan Turki
Usmani I juga memiliki pasukan laut yang kuat. Pada masa Sultan Sulaeman yang
Agung, kekuatan armadanya sekitar 3.000 kapal perang yang mengawasi perairan
laut Saved, Andriatik, Marmora,Azaq, Laut hitam, Laut Merah dan Laut Tengah.
kekuatan tersebut merupakan kekuatan armada raksasa yang tidak bisa ditandingi
oleh Eropa pada waktu itu. Besar dan hebtnya kemajuan militer kerajaan Usmani
pada masa kejayaannya pada abad ke-15, ke-16, dan akhir abad ke-17 M tidak
tertandingi. [34]
2.
Kemajuan Dalam Bidang Perekonomian
Kemajuan
dibidang politik, militer, dan ekspansi Islam yang dicapai Kerajaan Turki
Usmani diikuti pula dengan kemajuan di bidang perekonomian. Kemajuan dalam
bidang ekonomi sama besar dan kuatnya dengan kemajuan dalam bidang politik dan
militer. Daerah kekuasaan yang luas memungkinkan Kerajaan Turki Usmani untuk
membangun perekonomiannya yang kuat dan maju. Pada masa puncak dan kemajuannya,
semua daerah dan kota penting yang menjadi pusat perdagangan dan perekonomian
jatuh ketangannya. Daerah-daerah yang ditaklukkan dari segi ini dikarenakan
dalam setiap keberhasilan, kerajaan mendapatkan rampasan perang, jizyah, dan
pajak sesudahnya. Begitu pula dengan dikuasai kota-kota dagang dan jalur-jalur
perdagangan di laut dan di darat memungkinkan pula kerajaan memacu kemajuan
ekonominya melalui perdagangan. Sebagaimana telah disebutkan bahwa kota-kota
dagang Konstatinopel, Mosul, Alepo, Baghdad, Mesir, Damaskus, dan Mekkah serta
jalur perdagangan, seperti Laut Tengah, Laut Hitam, dan Laut Merah semuanya
telah dikuasainya. Dengan demikian, tidak mengherankan jika kerajaan Turki
Usmani mendapat kemajuan ekonomi melalui perdagangan. Sebagai contoh, kegiaatan perdagangan itu adalah adanya kerja
sama perdagangan antara Kerajaan Turki Usmani dan Inggris, Genoa, dan Venisia
dalam jual beli jagung, kacang-kacangan,
dan timah pada abad ke-16 M.[35]
3.
Kemajuan Dibidang Ilmu Dan Budaya
Walaupun
Kerajaan Turki Usmani pada masa kejayaan memperoleh kemajuan yang pesat dalam
bidang politik, militer, dan ekonomi, Kemajuan tersebut tidak mempengaruhi
kemajuan Ilmu dan kebudayaan Islam. Apabila dibandingkan dengan kemajuan
ekonomi, politik, dan militer, kemajuan dan prestasi mereka dalam bidang sains,
teknologi, dan filsafat masih relatif sangat kecil. Kesungguhan usaha Kerajaan
Turki Usmani dalam kegiatan ilmu dan budaya hanya terlihat dalam bidang hukum
dan kebudayaan Turki. Dalam bidang hukum, ia berhasil mengangkat syari’at Islam
pada tingkat yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang diberikan oleh
negara-negara Islam sebelumnya. Hal ini dapat terlihat pada masa Sultan
Muhammad Al-Fatih disusunlah buku Qanun Usmane oleh kerajaan. Buku ini tidak
hanya berisi perundang-undangan legeslatif, tetapi juga berisikan himpunan
peraturan dan praktik hukum lainnya. Pada masa Sulaeman disusun pula buku
Multaqa al-abhur, buku yang terkenal dalam bidang hukum yang membuat
Sultan Sulaeman digelari Al-Qanuni. Buku ini menjadi buku standar bagi Kerajaan
Turki Usmani dibidang hukum sampai akhir abad ke-19 M.[36]
Dalam
bidang budaya, bahasa, dan kebudayaan Turki, Perhatian Kerajaan Turki Usmani
terhadap pengembangan ketiga aspek itu begitu dominan. Pada masa keemasan
Kerajaan Turki Usmani, bahasa dan kebudayaan Turki menjadi persyaratan bagi
orang-orang yang ingin diterima sebagai anggota sebuah kelas sosial yang
dominan, di samping Islam. Kebudayan dan bahasa Turki telah dikembangkan
sedemikian rupa sehingga ia merupakan unsur utama dalam kebudayaan dan
peradaban kerajaan Usmani. Begitu pula, denagan unsur-unsur yang berbau Turki
lainnya.[37]
Pada
masa Sulaeman banyak dibangun masjid, sekolah, rumah sakit, gedung-gedung,
pemakaman, saluran air, villa dan permandian umum terutama dikota-kota besar.
Disebutkan bahwa 235 buah dari bangunan itu dibangun di bawah kordinator
Hojasinan. Seorang arsitek asal Anatolia.[38]
Dari
berbagai prestasi kegiatan ilmu dan budaya yang dicapai Kerajaan Turki Usmani
pada masa kejayaannya dapat ditarik kesimpulan bahwa ilmu dan budaya Islam di
tangan rang-orang Turki Usmani dapat dikatakan beku, tidak berkembang dan maju
seperti yang diharapkan umat Islam pada masa klasik. Kebekuan ini bukan
disebabkan faktor politik, Ekonomi dan sosial, melainkan kesalahan orang Turki
Usmani itu sendiri yang terlalu menyibukkan diri dengan urusan politik dan
bersifat tertutup terhadap perubahan dan perkembangan yang terjadi. Dengan
demikian, perhatian terhadap masalah-masalah pendidikan dan pengajaran menjadi
sangat berkurang.[39]
Kemajuan
dibidang intelektual pada masa pemerintahan Turki Usmani tidak begitu menonjol,
adapun aspek-aspek intelektual yang dicapai yaitu:
a.
Terdapat
dua buah surat kabar yang muncul pada masa itu, yaitu berita harian terkini
Feka (1831) dan jurnal Tasfiri efkyar (1862) dan terjukani ahfal (1860).
b.
Terjadi
tranfomasi pendidikan, dengan mendirikan sekolah-sekolah dasar dan menengah
(1881) dan perguruan tinggi (1869), juga mendirikan Fakultas kedokteran dan
fakultas Hukum. Disamping itu para belajar yang berprestasi dikirim ke Prancis
untuk melanjutkan studinya, yang sebelumnya itu tidak pernah terjadi.[40]
Walaupun
pengembangan ilmu pengetahuan tidak mendapat perhatian besar Usmani, namun
mereka mengembangkan seni arsitektur berupa bangunan Masjid yang indah,
misalnya masjid Al-Muhammadi atau masjid Jami’ Sultan Muhammad Al-Fatih, masjid
agung Sulaeman dan masjid Ayyub al-Ansari, masjid al- Ansari merupakan sebuah
masjid yang semula adalah gereja Aya Shopia. Kesemua masjid ini dihiasi dengan
kaligrafi yang indah.[41]
4.
Kemajuan Dibidang Keagamaan
Dalam tradisi, Agama
memiliki peranan penting dalam kehidupan sosial dan politik. Pihak penguasa
sangat terikat dengan syariat Islam sehingga fatwa Ulama menjadi hukum yang
berlaku. Mufti sebagi pejabat urusan Agama tertinggi berwenan memberi fatwa
resmi terhadap problem keagamaan. Tanpa legitimasi Mufti keputusan hukum
kerajaan tidak bisa berjalan. Pada masa ini kegiatan terus berkembang pesat.
Al-bektasi dan Al-maulawi merupakan dua aliran tarekat yang paling besar.
Tarekat bektasi sangat berpengaruh terhadap kalangan tentara sehingga mereka
sering disebut tentara bektasi Yennisari. Sementara tarekat maulawi berpengaruh
besar dan mendapat dukungan dari penguasa dalam mengimbangi yennisari bektasi.
Ilmu pengetahuan seperti fikhi, tafsir, kalam dan lain-lain, tidak mengalami
perkembangan. Kebanyakan penguasa Usmani cenderung bersikap taklid dan fanatik
terhadap suatu mazhab dan menentang mazhab-mazhab lainnya. [42]
Menurut Ajid Tahir dalam
bukunya menyebutkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan sehingga Turki Usmani
memperoleh kemajuan antara lain [43]:
a.
Adanya
sistem pemberian hadiah berupa tanah kepada tentara yang berjasa
b.
Tidak
adanya diskriminasi dari pihak penguasa,
c.
Kepengurusan
organisasi yang cakap,
d.
Pihak
Turki memberikan perlakuan baik terhadap saudara-saudara baru dan memberikan
kepada mereka hak rakyat secara penuh,
e.
Turki
telah menggunakan tenaga-tenaga profesional dan terampil,
f.
Kedudukan
sosial orang-orang Turki telah menrik minat penduduk negeri-negeri Balkan untuk
memeluk agama Islam,
g.
Rakyat
memeluk agama Kristen hanya dibebani biaya perlindungan (jizyah) yang relatife
murah dibandingkan pada masa Bizantium,
h.
Semua
penduduk memperoleh kebebasan untuk menjalankan kepercayaannya masing-masing
dan
i.
Karena
Turki tidak fanatik agama, wilayah-wilayah Turki menjadi tempat perlindungan
orang-orang Yahudi dari serangan kerajaan Kristen di Spanyol dan Portugal pada
abad XVI.
D.
Kemunduran Turki Usmani
Kemunduran dan kehancuran Kerajaan
Turki Usmani sebenarnya disebabkan oleh dahsyatnya tantangan dari barat yang
berjalan dengan tantangan dari dalam. perbandingan antara kemajuan ilmu,
teknologi, dan ekonomi di barat yang mennjadi sumber kedahsyatan kekuatan militernya dengan kebekuan dalam
bidang-bidang itu yang ditemui di dunia Islam sebagai sumber utama kelemahan
militer Turki Usmani. Faktor-faktor itu ada yang bersifat nonmiliter dan
adapula yang bersifat militer. Gambaran di antara faktor tidak langsung yang
bersifat nonmiliter yang menjadi penyebab kemunduran Kerajaan Turki Usmani
adalah munculnya pengaruh harem pada sultan yang lemah, adanya korupsi yang
melanda sebagian sebagian besar instrumen kerajaan, serta terjadinya kesulitan
ekonomi dan kerapuhan sitem pemerintahan yang absolut. Adapun penyebab yang
bersifat militer kemunduran Kerajaan Turki Usmani adalah meletusnya gerakan
pembeontakan militer dan serangan militer barat, serta kelemahan dalam sistem
ketentaraan Turki Usmani, baik dalam disiplin, sarana maupun sistem
pengorganisasiannya.[44]
Pemerintahan
sultan Turki yang ke X, yaitu Sulaeman I (1520-1566) merupakan masa
pemerintahan terpanjang dibandingkan dengan Sultan-Sultan lainnya. Selama
pemerintahannya berhasil meraih kesuksesan dengan masuknya beberapa wilayah
Negara besar Turki. Bahkan mempersatukan umat Islam dengan non Muslim di bawah
kekuasaannya. Namun disisi lain tanda-tanda keruntuhan juga sudah mulai muncul
kepermukaan. Pandangan tersebut lebih disebabkan oleh ketergantungan kerajaan
ini kepada kesinambungan kekuatan politik seorang Sultan.[45]
Periode
keruntuhan kerajaan Turki Usamani termanifestasi dalam dua priode yang berbeda
pula, yaitu : pertama, priode desentrallisasi yang dimulai pada awal
pemeritahan Sulatan Salim II (1566-1574) hingga tahun 1683 ketika angkatan
bersenjata Turki Usmani gagal dalam merebut kota Fiena untuk kedua kalinya.
Kedua, priode dekompresi yang terjadi dengan munculnya anarki internal yang
dipadukan dengan lepasnya wilayah taklukan satu per satu.[46]
Penyebab
Kemunduran kerajaan Turki Usmani ada 2, yaitu:
1. Sebab Tidak Langsung
Sebab-sebab yang
didominasi kemunduran kerajaan ini adalah kekalahan bidang militer kerajaan
Turki dari negara-negara Barat. Jika dicermati, Kekalahan dalam bidang militer
Kerajaan Turki Usmani dari negara-negara Barat bukan beraarti faktor-faktor
lain tidak ikut menentukan kemundurannya. Akan tetapi, penyebab secara tidak
langsung adalah kekuatan militernya lebih lemah daripada kekuatan militer
Eropa. Jelasnya, kekuatan ilmu, teknologi, ekonomi, dan politik adalah
faktor-faktor yang sangat menentukan bagi kekuatan militer. Inilah yang terjadi
di dunia Kristen.[47]
Untuk memahami
penyebab ketidak berdayaan Kerajaan Turki Usmani pada abad ke-18 M, lebih-lebih
pada abad ke-19 dan awal abad ke-20 M, dapat ditelusuri pada kemajuan ilmu,
teknologi dan ekonomi serta kebekuan dunia Islam pada pihak lain. Hal ini dapat
dipandang sebagai sebab tidak langsung yang melatar belakangi kemunduran Turki
Usmani.
Perlu diketahui
bahwa dunia Islam sejak abad ke-14 M sampai abad ke-19 M mengalami kebekuan
total dalam bidang ilmu pengetahuan dan filsafat. Pada masa itu tidak ada lagi
ilmuwan dan ahli filsafat sebesar Al-Fargani, Ibnu Haitam, Abu Bakar Zakaria
Ar-Razi, Al-Biruni, Al-Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd. Tegasnya, ilmu
pengetahauan dan filsafat di dunia Islam telah mati. Karya-karya sarjana
terdahulu bukan hanya tidak ada penerusnya, melainkan juga tidak dipelihara
sama sekali. Kebekuan dalam bidang ilmu pengetahuan ini mengakibatkan kebekuan
di bidang-bidang lainnya. Adapun yang terjadi di Eropa adalah sebaliknya.
Mereka memungut ilmu dan filsafat yang telah dibuang dan diharamkan dunia
Islam. Kemudian, terjadilah revolusi ilmu dan filsafat. Lahirlah ilmuwan di
bidang ilmu alam dan astronomi, mulai Copernicus (1545 M), Kepler,F. Bacon
(1626 M), Galileo (1642 M), sampai Newton dan Neil Bocher. Demikian pula, dalam
bidang filsafat, Barat maju dengan pesat. Aliran-aliran rasionalisme,
emperisme, positivisme, hingga marxizme jelas mempunyai dampak kuat pada
ekonomi. Dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mereka kuasai, mereka
banyak menemukan daerah-daerah baru yang dapat menopang perekonomiannya.[48]
Jelasnya, semua
kemajuan yang dicapai Eropa dan kebekuan yang melanda dunia Islam atau Kerajaan
Turki Usmani secara khusus merupakan sebab tidak langsung atas kemunduran dan
kehancuran Kerajaan Turki Usmani.
2. Sebab Langsung
Adapun sebab-sebab
langsung yang mendorong kemunduran Kerajaan Turki Usmani bisa dikategorikan
dala dua unsur, yaitu sebab yang bersifat militer dan nonmiliter. Kedua faktor itu saling
berkaitan bersama faktor tidak langsung yang tersebut di atas secara simultan
bergerak membuat kekuatan Kerajaan Turki Usmani mundur.[49]
a.
Bersifat
Nonmiliter
Faktor-faktor
nonmiliter yang menyebabkan kemunduran Kerajaan Turki Usmani adalah sebagai
berikut:
1)
Didominasi
harem atau sultanah atas harem
2)
merajalelanya
korupsi yang menjalar kesumua lapisan unsur pemerintahan dan militer
3)
Adanya
kompleksitas bangsa dan agama
4)
Kesulitan
ekonomi dan keuangan
5)
karena
masih bercokolnya sistem kekuasaan pemerintahan yang absolut.
b.
Bersifat
Militer
Sebab langsung yang berasal dari
hal-hal yang bersifat militer yang membuat Kerajaan Turki Usmani mundur adalah
munculnya pemberontakan militer. baik di pusat maupun di daerah. Ada pula yang
berawal dari ketidak mampuan tentara Turki dalam menghadapi tekanan militer
Barat.[50]
Pemberontakan lain yang juga mempengarui kekuatan Kerajaan Turki Usmani adalah
kemunculan pemberontakan yang berasal dari tentara utamanya sendiri, yaitu Yeniserri.
E.
Keruntuhan Turki Usmani
Mengamati sejarah
keruntuhan Kerajaan Turki Usmani, dalam bukunya Syafiq A. Mughani melihat tiga
hal kehancuran Turki Usmani, yaitu melemahnya sistem birokrasi dan kekuatan
militer Turki Usmani, kehancuran perekonomian kerajaan dan munculnya kekuatan
baru di daratan Eropa serta serangan balik terhadap Turki Usmani.
1.
Kelemahan
para Sultan dan sistem birokrasi
Ketergantungan
sistem birokrasi sultan Usmani kepada kemampuan seorang sultan dalam
mengendalikan pemerintahan menjadikan institusi politik ini menjadi rentang
terhadap kejatuhan kerajaan. Seorang sultan yang cukup lemah cukup membuat
peluang bagi degradasi politik di kerajaan Turki Usmani. Ketika terjadi
benturan kepentingan di kalangan elit politik maka dengan mudah mereka
berkotak-kotak dan terjebak dalam sebuah perjuangan politik yang tidak berarti.
Masing-masing kelompok membuat koalisi dengan janji kemakmuran, Sultan
dikondisikan dengan lebih suka menghabiskan waktunya di istana dibanding urusan
pemerintahan agar tidak terlibat langsung dalam intrik-intrik politik yang
mereka rancang. Pelimpahan wewenang kekuasaan pada perdana menteri untuk
mengendalikan roda pemerintahan. Praktik money politik di kalangan elit,
pertukaran penjagaan wilayah perbatasan dari pasukan kefeleri ke tangan pasukan
infantri serta meluasnya beberapa pemberontakan oleh korp Jarrisari untuk
menggulingkan kekuasaan merupakan ketidak berdayaan sultan dan kelemahan sistem
birokrasi yang mewarnai perjalanan kerajaan Turki Usmani.
2.
Kemerosotan
kondisi sosial ekonomi
Perubahan mendasar
terjadi terjadi pada jumlah penduduk kerajaan sebagaimana terjadi pada struktur
ekonomi dan keuangan. Kerajaan akhirnya menghadapi problem internal sebagai
dampak pertumbuhan perdagangan dan ekonomi internasional. Kemampuan kerajaan
untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri mulai melemah, pada saat bangsa Eropa
telah mengembangkan struktur kekuatan ekonomi dan keuangan bagi kepentingan
mereka sendiri. Perubahan politik dan kependudukan saling bersinggungan dengan
perubahan penting di bidang ekonomi. Esentralisasi kekuasaan dan munculnya
pengaruh pejabat daerah memberikan konstribusi bagi runtuhnya ekonomi
tradisional kerajaan Turki Usmani.
3.
Munculnya
kekuatan Eropa
Munculnya politik
baru di daratan Eropa dapat dianaggap secara umum faktor yang mempercepat
proses keruntuhan kerajaan Turki Usmani. Konfrontasi langsung pada dengan
kekuatan Eropa berawal pada abad ke XVI, ketika masing-masing kekuatan ekonomi
berusaha mengatur tata ekonomi dunia. Ketika kerajaan Usmani sibuk membenahi
Negara dan masyarakat, bangsa Eropa malah menggalang militer, Ekonomi dan
teknologi dan mengambil mamfaat dari kelemahan kerajaan Turki Usmani.
Faktor-faktor
keruntuhan Kerajaan Turki Usmanin dapat dikategorikan menjadi dua bagian,
yaitu: secara internal dan eksternal,
1.
Secara
internal, yaitu:
a.
Luasnya
wilayah kekuasaan dan buruknya sistem pemerintahan yang ditangani oleh
orang-orang berikutnya yang tidak cakap, hilangnya keadilan, merajalelanya
korupsi dan meningkatnya kriminalitas, merupakan faktor yang sangat berpengaruh
terhadap keruntuhan kerajaan Usmani,
b.
Heterogenitas
penduduk dan agama,
c.
Kehidupan
yang istimewa dan bermegahan para khalifah, dan
d.
Merosotnya
perekonomian Negara akibat peperangan Turki yang mengalami kekalahan.
2.
Secara
eksternal, yaitu:
a.
Timbulnya
gerakan nasionalisme, bangsa-bangsa yang tunduk pada kerajaan Turki berkuasa,
mulai menyadari kelemahan dinasti tersebut,
b.
Terjadinya
kemajuan tekhnologi di Barat, khususnya dalam bidang persenjataan. Sedangkan
Turki mengalami stagnasi Ilmu pengetahuan sehingga jika terjadi perang, Turki
selalu mengalami kekalahan.[51]
Keruntuhan dan kehancuran dari
Kerajaan Turki Usmani pada dasarnya merupakan titik akhir dari kemerosotan dan
kemunduran yang tidak dapat ditahan oleh usaha modernisasi dan perbaikan.
Sultan-sultan yang lemah, tatapi masih berkuasa secara absolut semakin
ditentang rakyatnya, bahkan Sultan Abdul Aziz pada tahun 1876 M dipaksa turun
dari jabatannya. Pada tahun 1909 M, sultan dipecat kerena ia berusaha
mengembalikan kekuasaannya tetapi gagal. Karena kekalahannya yang terus
menerus, pada tahun 1912 M daerah Turki Usmani tinggal Anatolia,Syiria, dan
Irak di Asia serta Rumelia dan Albania di Balkan.[52]
Seluruh daerah di afrika jatuh ketangan Inggris, Prancis, dan Italia, sedangkan
jajahannya di Eropa ada yang merdeka ada yang jatuh ke tangan Rusia.
Peristiwa lain yang mempercepat
kehancuran Kerajaan Turki Usmani dalam perrang Dunia I dan kerajaan ini berada
di pihak yang kalah. Pada tahun 1918 M Istambul diduduki Inggris dan Prancis.
Adapun wiyah-wilayah yang lainnya di bagi-bagi di antara negara-negara yang
menang dalam Perang.
Dalam
perjalanannya, setelah pemerintahan di Anarka mendapat pengakuan internasional,
di Turki menjadi indikasi muculnya dua bentuk pemerintahan, yaitu yang berbentu
republik dan berbentuk kesultanan atau kerajaan. Dalam perkembangannya, seiring
dengan adanya tekanan kelompok militer, Mustafa Kemal mengajukan rancangan
Undang-Undang penghapusan kesultanan kepada majelis Nasional. Pada tanggal 1
November 1922, undang-undang penghapusan kesultanan itu diterima.[53]
Pasca-penghapusan
kesultanan melalui Majelis Nasional Agung pada bulan Oktober 1923, gelar sultan
dengan resmi dihapus, tetapi gelar khalifah tetap diakui, tetapi tanpa
kekuasaan sama sekali. Akhirnya, Turki menjadi negara yang berbentuk Revublik
dengan Mustafa Kemal sebagai presidennya.
Kendatipun
demikian, dengan terbentuknya negara Republik Turki, bayang-bayang adanya
dualisme kekuasaan masih ada. Konsep khalifah bagaimanapun dalam sejarah Islam
mengandung pengertian kepala negara. Karena itu
Mustafa Kemal mengusulkan jabatan khalifah dihapus. Setelah melalui
perdebatan yang sengit, akhirnya Majelis Nasional agung pada tanggal 3 Maret
1924 memutuskan penghapusan jabatan khalifah. Khalifah Abdul Majid II di ma’zul-kan
dan diperintahkan untuk meninggalkan Turki. Dari peristiwa ini, sejak itu,
dunia Islam tidak lagi memiliki pemerintahan dalam bentuk kekhlifahan sampai
sekarang.[54]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Ustman
I mendeklarasikan berdirinya Turki Usmani pada tahun 1290 yang mana sekaligus
menandakan dirinya menjadi penguasa pertama dinasti Turki Usmani.
2.
Penaklukan
Konstantinopel terjadi pada fajar dini hari tanggal 15 Jumadi Ula 857 H
bertepatan dengan tanggal 29 Mei 1453.
3.
Peradaban
Islam di Turki dapat dibuktikan dengan beberapa hal, antara lain:
a.
Pengelolaan
pemerintahan dan Reorganisasi Militer
b.
Bidang
Perekonomian
c.
Bidang
Ilmu dan Budaya
d.
Bidang
Keagamaan
4.
Kemunduran
Turki Usmani dikarenakan dahsyatnya tantangan dari barat yang sejalan dengan
tantangan dari dalam negeri itu sendiri.
B. Saran
Besar
harapan kami, semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan kita
semua sebagai mahasiswa. Serta meningkatkan rasa penasaran dan ingin tahu dan
sebagai pendorong daya tarik kita dalam memahami tentang apa saja yang berkaitan
dengan Dinasti Turki Usmani. Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang
membangun sangat kami harapkan sebagai perbaikan dalam penyusunan makalah
berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ading Kusdiana, Sejarah
Kebudayaan Islam Periode Pertengahan. Bandung:Cv Pustaka Setia, 2013),Cet I
Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam, Jakarta : PT Raja Graindo Persada, 1997.
Muhammad Asra, Dewi Suci, Dinasti
Turki Usmani, Jurnal Ushuluddin, Adab dan
Dakwah, 2018, Vol. 1
Zamzam, Fakhry, Habis Aravik.
Perekonomian Islam : Sejarah dan Pemikiran. Jakarta : Kencana. 2019.
[1] Fakhry
Zamzam, Habis Aravik, Perekonomian Islam : Sejarah dan Pemikiran, Jakarta
: Kencana, 2019. Hal. 100
[2] Ading
Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Prtengahan,(Bandung:CV
PUSTAKA SETIA, 2013),Cet I, hal. 121
[3] Ading
Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Prtengahan,(Bandung:CV
PUSTAKA SETIA, 2013),Cet I, hal. 122
[4] Ading
Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Prtengahan,(Bandung:CV
PUSTAKA SETIA, 2013),Cet I, hal. 122
[5]Ading
Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Pertengahan,(Bandung:CV
PUSTAKA SETIA, 2013),Cet I, hal. 122
[6] Muhammad
Asra, Dewi Suci, Dinasti Turki Usmani, Jurnal Ushuluddin, Adab dan Dakwah, 2018,
Vol. 1 Hal. 105
[7] Ading
Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Pertengahan..............Hal.
123
[8] Muhammad
Asra, Dewi Suci, Dinasti Turki Usmani, Jurnal Ushuluddin, Adab dan Dakwah, 2018,
Vol. 1 Hal. 105
[9] Ading
Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Pertengahan..............Hal.
124
[10] Ading
Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Pertengahan,........... Hal.
124
[11]
Muhammad Asra, Dewi Suci, Dinasti Turki Usmani, Jurnal Ushuluddin, Adab dan
Dakwah, 2018, Vol. 1 Hal. 105
[12]
Muhammad Asra, Dewi Suci, Dinasti Turki Usmani, Jurnal Ushuluddin, Adab dan
Dakwah, 2018, Vol. 1 Hal. 105
[13] Ading
Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Pertengahan..............Hal
124-125
[14] Ading
Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Pertengahan.............. Hal.
125-126
[15] Ading
Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Pertengahan.............. Hal
126
[16] Ading
Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Pertengahan..............
Hal. 129
[17]
Muhammad Asra, Dewi Suci, Dinasti Turki Usmani, Jurnal Ushuluddin, Adab dan
Dakwah, 2018, Vol. 1 Hal. 107
[18]
Muhammad Asra, Dewi Suci, Dinasti Turki Usmani, Jurnal Ushuluddin, .....
Vol. 1 Hal. 107
[19]
Muhammad Asra, Dewi Suci, Dinasti Turki Usmani, Jurnal
Ushuluddin............Hal. 108
[20]
Muhammad Asra, Dewi Suci, Dinasti Turki Usmani, Jurnal
Ushuluddin............Hal. 109-110
[21]
Muhammad Asra, Dewi Suci, Dinasti Turki Usmani, Jurnal
Ushuluddin............Hal. 110-111
[22]
Muhammad Asra, Dewi Suci, Dinasti Turki Usmani, Jurnal
Ushuluddin............Hal. 111-112
[23]
Muhammad Asra, Dewi Suci, Dinasti Turki Usmani, Jurnal
Ushuluddin............Hal. 112-113
[24]
Muhammad Asra, Dewi Suci, Dinasti Turki Usmani, Jurnal
Ushuluddin............Hal. 116
[25]
Muhammad Asra, Dewi Suci, Dinasti Turki Usmani, Jurnal Ushuluddin............Hal.
116-117
[26]
Muhammad Asra, Dewi Suci, Dinasti Turki Usmani, Jurnal
Ushuluddin............Hal. 117-118
[27]
Muhammad Asra, Dewi Suci, Dinasti Turki Usmani, Jurnal
Ushuluddin............Hal. 118
[28] Muhammad
Asra, Dewi Suci, Dinasti Turki Usmani, Jurnal Ushuluddin............Hal.
119
[29] Ading
Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Pertengahan..............
Hal. 131
[30] Ading
Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Pertengahan..............
Hal. 130-131
[31] Ading
Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Pertengahan..............
Hal. 132
[32] Badri
Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Hal.
135
[33]
Muhammad Asra, Dewi Suci, Dinasti Turki Usmani, Jurnal Ushuluddin, Adab dan
Dakwah, 2018, Vol. 1 Hal. 114
[34] Ading
Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Pertengahan..............
Hal. 132
[35] Ading
Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Pertengahan..............
Hal. 133
[36] Ading
Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Pertengahan..............
Hal. 133-134
[37] Ading
Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Pertengahan..............
Hal. 134
[38]
Muhammad Asra, Dewi Suci, Dinasti Turki Usmani, Jurnal Ushuluddin, Adab dan
Dakwah, 2018, Vol. 1 Hal. 114
[39] Ading
Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Pertengahan..............
Hal. 134
[40]
Muhammad Asra, Dewi Suci, Dinasti Turki Usmani, Jurnal Ushuluddin........Hal.
114
[41] Muhammad
Asra, Dewi Suci, Dinasti Turki Usmani, Jurnal Ushuluddin........Hal. 114
[42] Badri
Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : PT Raja Graindo Persada, 1997.
Hal. 136
[43]
Muhammad Asra, Dewi Suci, Dinasti Turki Usmani, Jurnal Ushuluddin........Hal.
115
[44] Ading
Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Pertengahan..............
Hal. 144
[45] Badri
Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : PT Raja Graindo Persada, 1997.
Hal. 136
[46]
Muhammad Asra, Dewi Suci, Dinasti Turki Usmani, Jurnal Ushuluddin........Hal.
121
[47] Ading
Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Pertengahan..............
Hal. 147
[48] Ading
Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Pertengahan..............
Hal. 148
[49] Ading
Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Pertengahan.............. Hal.
150
[50] Ading
Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Pertengahan..............
Hal. 153
[51]
Muhammad Asra, Dewi Suci, Dinasti Turki Usmani, Jurnal Ushuluddin........Hal.
122-124
[52] Ading
Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Pertengahan..............
Hal. 157
[53] Ading
Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Pertengahan..............
Hal. 158-159
[54] Ading
Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Pertengahan..............
Hal. 159
Tidak ada komentar:
Posting Komentar