Dosen
Pembimbing
|
|
Ulumul Qur’an
|
Khalilurrahman,
M.Pd
|
I’Jazul Qur’an
OLEH : KELOMPOK
5
NAMA
|
|
NPM
|
Ahmad Akif Azhari
|
:
|
18.12.4423
|
Ahmad Khairani
|
:
|
18.12.4426
|
Muhammad Badali
|
:
|
18.12.4521
|
Muhammad Dahlan Habibi
|
:
|
18.12.4522
|
Muhammad Mirwan
|
:
|
18.12.4536
|
Siti Zalekha
|
:
|
18.12.4613
|
INSTITUT AGAMA
ISLAM DARUSSALAM
FAKULTAS
TARBIYAH
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
MARTAPURA
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Allah SWT, karena dengan taufik dan hidayah-Nya jualah kami mampu
menyelesaikan makalah Ulumul Qur’an yang berjudul “I’jazul Qur’an”.Sholawat
dan salam senantiasa kita curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW,
beserta seluruh keluarga beliau, sahabat-sahabat beliau, dan para pemgikut
beliau dari dulu, sekarang dan masa akan datang.
Di dalam
penyajian makalah ini, kami berusaha menyajikan dalam bentuk yang sederhana,
agar mudah dalam menelaah dan memahaminya. Kami berharap dapat bermanfaat tidak
hanya untuk penyusun pada khususnya, tetapi pembaca pada umumnya.
Kami menyadari
keterbatasan yang terdapat di dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu,
kami berharap kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak, terutama
dari bapakKhalilurrahman, M.Pd, sebagai dosen pembimbing mata kuliah Ulumul
Qur’an demi menyempurnakan isi, cara penulisan, dll.
Akhir kata,
kami ucapkan terimakasih kepada para penerbit dan pengarang buku, serta situs
internet dalam mengikat pembahasan yang bersentuhan langsung dengan topik yang
kami susun.
Martapura,
09-April-2019
Penulis :
Kelompok 5
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR............................................................................. I
DAFTAR ISI........................................................................................... II
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang...................................................... 1
B.
Rumusan Masalah................................................. 1
C.
Tujuan Penulisan................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN
A.
Pengertian
I’jaz Al-Qur’an................................... 3
B.
Kemukjizatan
Al-Qur`An Dari Sisi Bahasa......... 4
C.
Pemberitaan
Ghaib Dalam Al-Qur`An................. 7
D.
Isyarat – Isyarat Ilmiah Al-Qur’an................... ... 8
BAB
III PENUTUP
A.
Kesimpulan.......................................................... 10
B.
Saran.................................................................... 11
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Salah satu objek
penting lainnya dalam kajian ‘Ulum Al-Qur’an adalah perbincangan mengenai mukjizat.
Persoalan mukjizat, terutama mukjizat Al-Qur’an, sempat
menyeret para teolog klasik dalam perdebatan yang berkepanjangan, terutama
antara para teolog dari kalangan Mu’tazilah dengan para teolog dari kalangan
Ahlussunnah mengenai konsep “Shirfah” sebagaimana yang akan diterangkan lebih
lanjut.
Suatu umat yang
tinggi pengetahuannya dalam ilmu kedokteran, misalnya, tidak wajar dituntun dan
diarahkan dengan mukjizat dalam ilmu tata bahasa. Begitu pula sebaliknya.
Tuntunan dan pengarahan yang ditunjukkan kepada suatu umat harus berkaitan
dengan yang mereka ketahui. Tujuannya adalah tuntunan dan pengarahan Allah itu
bermakna. Di situlah, letak nilai mukjizat yang telah diberikan kepada para
nabi.[1]
Setiap Nabi yang
diutus Allah selalu dibekali mukjizat. Di antara fungsi mukjizat adalah
meyakinkan manusia yang ragu dan tidak percaya terhadap apa yang dibawa oleh
nabi tersebut. Mukjizat ini selalu dikaitkan dengan perkembangan dan keahlian
masyarakat yang dihadapi tiap-tiap nabi.[2]
Pada hakikatnya,
setiap mukjizat bersifat menantang, baik secara tegas atau tidak. Oleh
karena itu, tantangan tersebut harus dipahami dan dimengerti oleh orang-orang
yang ditantangnya. Oleh karena itu pula, jenis mukjizat yang diberikan
kepada para nabi selalu disesuaikan dengan keahlian masyarakat yang dihadapinya
dengan tujuan sebagai pukulan yang mematikan bagi masyarakat yang ditantang
tersebut.[3]
B. Rumusan Masalah
a.
Apa pengertian
I`jaz Al-Qur`an ?
b.
Apa
Saja Segi Kemukjizatan Al-Qur`an dari Sisi Bahasa ?
c.
Apa
Saja Pemberitaan Ghaib yang terdapat di dalam Al-Qur`an ?
d.
Apa
Saja Isyarat-isyarat Ilmiah yang terdapat di dalam Al-Qur`an ?
C. Tujuan Penulisan
a.
Untuk
mengetahui Pengertian I`jaz Al-Qur`an.
b.
Untuk
mengetahui Segi Kemukjizatan Al-Qur`an dari Sisi Bahasa.
c.
Untuk
mengetahui Pemberitaan Ghaib yang terdapat di dalam Al-Qur`an.
d.
Untuk
mengetahui Isyarat-isyarat Ilmiah yang terdapat di dalam Al-Qur`an.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN I’JAZ AL-QUR’AN
Kata “I’jaz” diambil dari kata kerja “a’jaza-i “jaz” yang berarti melemahkan atau menjadikan tidak
mampu. “ini sejalan dengan firman Allah:
...اًعَجَزْتَ اَنْ اَكُوْنَ مِثْـلَ هَـذَا اْلغُـرَابِ
فَأُوَارِيَ سَوْاَةَ اَخِيْ....{ المائدة : ٣١ }
“mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini,lalu
aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?”. (Q.S.
Al-Ma’idah (5):31)
Pelakunya dinamai mukjiz dan bila kemampuannya melemahkan pihak
umat menonjol sehingga mampu membungkamkan lawan,ia dinamai “mukjizat”.
Tambahan ta’marbhuthah pada akhir kata itu mengandung makna mubalaghah
(superlatif).[4]
Mukjizat didefinisikan oleh pakar agama Islam antara lain, sebagai
suatu hal atau peristiwa luar biasa yang terjadi melalui seorang yang mengaku
nabi,sebagai bukti kenabiannya yang ditantangkan kepada yang ragu,untuk
melakukan atau mendatangkan hal serupa,tetapi mereka tidak mampu melayani
tantangan itu.[5] Dengan redaksi
berbeda,mukjizat didefinisikan pula sebagai sesuatu luar biasa yang
diperlihatkan Allah melalui para nabi dan rasul-Nya,sebagai bukti atas
kebenaran pengakuan kenabian dan kerasulannya.[6]
Manna’ Al-Qaththan mendefinisikannya demikian:
أَمْرٌخارِقٌ لِلْعَادَةِ مَقْرُوْنٌ بِالتَّحَدِّيْ سَالِمٌ عَنِ
الْمُعَارَضَةِ
“Suatu kejadian yang keluar dari kebiasaan, disertai dengan unsur
tantangan, dan tidak akan dapat ditandingi.”[7]
1. Hal atau peristiwa yang luar biasa
2. Terjadi atau dipaparkan oleh seseorang yang mengaku nabi
3. Mengandung tantangan terhadap yang meragukan kenabian
4. Tantangan tersebut tidak mampu atau gagal dilayani.
B.
KEMUKJIZATAN AL-QUR`AN DARI SISI BAHASA
a. Susunan
Kata dan Kalimat Al-Qur`an
Beberapa hal
tersebut, antara lain menyangkut:
1. Nada dan Langgam
Jika Anda mendengar
ayat-ayat Al-Quran, hal pertama yang terasa di telinga adalah nada dan
langgamnya. Ayatayat Al-Quran walaupun-sebagaimana ditegaskan-Nya--bukan syair
atau puisi, terasa dan terdengar mempunyai keunikan dalam irama dan ritmenya.
2. Singkat dan Padat
Tidak mudah menyusun
kalimat singkat tetapi sarat makna, karena pesan yang banyak-apabila tak pandai
memilih kata dan menyusunnya memerlukan kata yang banyak pula. Ia bagaikan
berlian yang memancarkan cahaya dari setiap sisinya. Baiklah kita mengambil
satu ayat singkat, yaitu firman Allah dalam Surah Al-Baqarah (2): 212.
(a) Allah memberikan
rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa ada yang berhak mempertanyakan
kepada-Nya mengapa Dia memperluas rezeki kepada seseorang dan mempersempit yang
lain.
(b) Allah memberikan
rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa Dia (Allah) memperhitungkan
pemberiaan itu (karena Dia Mahakaya, sama dengan seorang yang tidak memedulikan
pengeluarannya).
(c) Allah memberikan
rezeki kepada seseorang tanpa yang diberi rezeki tersebut dapat menduga
kehadiran rezeki itu.
3. Memuaskan para
pemikir dan orang kebanyakan
Seorang awam akan
merasa puas dan memahami ayat-ayat Al-Quran sesuai dengan keterbatasannya,
tetapi ayat yang sama dapat di pahami dengan luas oleh filosof dalam pengertian
baru yang tidak terjangkau oleh kebanyakan.
4. Memuaskan Akal
dan Jiwa
Al-Quran mempunyai
kemampuan menggabungkan kepuasan akal dan jiwa. Oleh karena itu, ketika
berbicara tentang sesuatu-hukum, misalnya-redaksi yang digunakannya tidak
“kaku” sebagaimana halnya redaksi pakar-pakar hukum. Al-Quran menguraikan
ketetapan hukum itu dengan argumentasi logika dan dengan gaya bahasa yang
berbeda-beda.
5. Keindahan dan
Ketepatan Makna.
Tidak mudah
menjelaskan keindahan bahasa Al-Quran bagi yang tidak memiliki rasa bahasa Arab
atau-paling tidak-pengetahuan tentang tata bahasanya. Jika membuka Surah
Az-Zumar ayat 71, Maka akan menemukan uraian tentang orang-orang kafir dan
Mukmin yang diantar oleh para malaikat ke neraka dan surga. Kemudian bandingkan
dengan ayat 73 dalam surah yang sama.
Maka dapat di lihat
bahwa masing-masing digambarkan dengan kalimat yang serupa kecuali penyebutan
nama kelompok mereka, tempat yang mereka huni, serta ucapan para malaikat penjaga
neraka dan surga.[9]
b.
Keseimbangan Redaksi
Al-Qur’an
a)
Keseimbangan
Antara Jumlah Bilangan Kata dan Antonimnya. Misalnya:
b) Keseimbangan
Jumlah Bilangan Kata dengan Sinonim atau Makna yang Dikandungnya. Misalnya:
c) Keseimbangan
Antara Jumlah Bilangan Kata dengan Jumlah Kata Yang Menunjukan Kepada Akibatnya.
Misalnya:
d) Keseimbangan
Antara Jumlah Bilangan Kata dan Kata Penyebabnya. Misalnya:
الاسراف (al-israf/ pemborosan) dan السرعة (as-sur’at/ ketergesa-gesaan) masing-masing 23 kali.
e) Keseimbangan Khusus. Misalnya:
Kata اليوم (yaum/ hari) dalam bentuk tunggal, sejumlah 365 kali,
sebanyak hari-hari dalam setahun. Sedangkan kata hari yang menunjukkan jamak أيام (ayyam) dan dua (يومين / yaumain), jumlah keseluruhannya hanya tiga puluh,
sejumlah hari-hari dalam sebulan. Di sisi lain kata yang berarti “bulan” أشهر --- شهر (syahr/ asyhur)
hanya terdapat dua puluh kali, sejumlah bulan dalam setahun.[13]
c.
Ketelitian Redaksi Al-Quran
Seperti dikemukakan dalam bagian yang lalu, Al-Quran sangat teliti
dalam pemilihan kosa katanya. Sering kali pemilihan tersebut-pada pandangan
pertama-tampak ganjil, bahkan boleh jadi dinilai menyalahi kaidah kebahasaan,
atau tidak sejalan dengan bahasa yang baik dan benar. Berikut ini akan
dikemukakan contoh.
Kata طفل(thifl) yang berarti “anak” dalam
bentuk tunggal ditemukan dalam Al-Quran pada tiga ayat. Tetapi, apabila diamati
secara cermat ditemukan bahwa ayat-ayat tersebut, walaupun menggunakan bentuk
tunggal, yang dimaksudkan adalah “'anak-anak” (bentukjamak). Perhatikan
firman-Nya dalam Surah Ghafir [40]: 67.
Demikian juga halnya dalam surah Al-Hajj
(22):5. Bahkan dalam surah An-Nur (24):31 lebih jelas lagi, karena kata sebelum
dan sesudahnya berbentuk jamak, tetapi kata thifl tetap berbentuk
tunggal.[14]
C.
PEMBERITAAN GHAIB DALAM AL-QUR`AN
Berita tentang
Tenggelam dan Selamatnya Badan Fir’aun
Allah Swt.
menguraikan kisah Musa dan Fir’aun di dalam Al-Quran sekitar tiga puluh kali,
suatu kisah yang tidak dikenal masyarakat ketika itu, kecuali melalui Kitab
Perjanjian Lama. Tetapi ada satu hal yang menakjubkan adalah bahwa Nabi
Muhammad Saw., melalui Al-Quran, telah mengungkap suatu perincian yang sama
sekali tidak diungkap oleh kitab manapun sebelumnya, bahkan tidak diketahui
kecuali yang hidup pada masa peristiwa tersebut, yaitu pada abad kedua belas SM
atau sekitar 3.200 tahun yang lalu.
وجاوزنا
ببني إسرائيل البحر فأتبعهم فرعون وجنوده بغيا
وعدوا حتى إذا أدركه الغرق قال أمنتُ أنه
لااله الا الذي أمنتْ به بنوا إسرائيل وأناْ من المسلمين(٩٠) ألئن وقد عصيت قبل
وكنت من المفسدين (٩١) فاليوم ننجيك ببدنك لتكون لمن خلفك اية وإن كثيرا من الناس عن آياتنا لغافلون (٩٢)
Dan Kami
memungkinkan Bani Israil melintasi laut. Mereka pun diikuti oleh Fir’aun dan
tentaranya, karena mereka hendak menganiaya dan menindas (Bani Israil). Ketika
Fir’aun telah hampir tenggelam berkatalah dia, “Saya percaya bahwa tidak ada
Tuhan melainkan Tuhan yang disembah oleh Bani Israil dan saya termasuk
orang-orang yang berserah diri (kepada-Nya).” (Allah menyambut ucapan Fir’aun
ini dengan berfirman), “Apakah sekarang (baru kamu percaya) padahal
sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu dan kamu termasuk orang-orang yang
sberbuat kerusakan. Hari ini Kami selamatkan badanmu, supaya kamu menjadi
pelajaran bagi (generasi) yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan
manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami”. (Q.S. Yunus
[10]: 90-92)
Yang perlu
digarisbawahi dalam konteks pembicaraan disini adalah firman-Nya, “Hari ini Kami selamatkan
badanmu, agar engkau menjadi pelajaran bagi generasi yang datang sesudahmu.”[15]
Kebanyakan orang
tahu bahwa Fir’aun tenggelam di Laut Merah ketika mengejar Nabi Musa dan
kaumnya, tetapi menyangkut keselamatan badannya dan menjadi pelajaran bagi
generasi sesudahnya merupakan satu hal yang tidak diketahui siapapun pada masa
Nabi Muhammad bahkan tidak disinggung oleh Perjanjian Lama dan Baru.[16]
Sekali lagi pada
masa turunnya Al-Quran lima belas abad yang lalu, tidak seorang pun yang
mengetahui di mana sebenarnya penguasa yang tenggelam itu berada, dan bagaimana
pula kesudahan yang dialaminya. Namun pada 1896, purbakalawan Loret, menemukan
jenazah tokoh tersebut dalam bentuk mumi di Wadi Al-Muluk (Lembah para Raja)
berada di daerah Thaba, Luxor, di seberang Sungai Nil, Mesir. Kemudian pada 8
Juli 1907, Elliot Smith membuka pembalut-pembalut mumi itu dan ternyata badan
Fir‘aun tersebut masih dalam keadaan utuh. Kepala dan lehernya terbuka,
bagian-bagian badannya masih tertutup dengan kain dan kesemuanya diletakkan
dalam satu peti berkaca yang memungkinkan para pengunjung melihatnya dengan
jelas.
Betapa ia tidak menunjukkan kebenarannya, sedangkan informasi
tentang diselamatkannya badan Fir‘aun untuk menjadi pelajaran bagi generasi
sesudahnya terbukti dengan sangat jelas. Sayang pada sekitar tahun 1985,
Pemerintah Mesir menutup kamar tempat penyimpan mumi itu untuk umum, karena
rupanya pengaruh udara dari luar dan polusi yang disebabkan oleh
mikro-organisme telah memengaruhi keadaan mumi itu. Namun demikian, kebenaran
pemberitaan gaib Al-Quran telah dapat dibuktikan.[17]
D. ISYARAT –
ISYARAT ILMIAH AL-QUR’AN
Ihwal Kejadian Alam Semesta
Al-quran juga mengisyaratkan bahwa langit dan bumi tadinya merupakan satu gumpalan melalui firman-Nya :
أولم ير الذين كفروا أن السماوات و الأرض كانتا رتقا
ففتقناهما وجعلنا من الماء كل شيء
حيٍّ أفلا يؤمنون (٣٠)
Tidaklah orang-orang kafir memperhatikan bahwa langit dan bumi tadinya merupakan satu yang padu (gumpalan), kemudian kami memisahkannya dan Kami jadikan dari air segala yang hidup. Mengapa mereka tidak juga beriman ? (QS Al-Anbiya : 30 )
Al-qur’an tidak menjelaskan bagaimana terjadinya pemisahan itu, tetapi apa yang dikemukakan tentang keterpaduan alam raya kemudian pemisahannya tersebut dibenarkan oleh observasi ilmuan.[18]
Observasi Edwin P.Hubble (1889-1953) melalui teropong bintang raksasa pada 1929 menunjukkan bahwa adanya pemuaian alam semesta. Ini berarti bahwa alam semesta berekspansi (sejalan dengan apa yang tersebut dalam surah Adz- Dzariyat : 47 )
bukannya statis seperti dugaan yang dikemukakan oleh Einstein (1904-1968).
Ekspansi itu menurut George Gamow melahirkan sekitar seratus miliar galaksi yang masing-masing rata-rata memiliki 100 miliar bintang. Tetapi, sebelumnya, apabila ditarik kebelakang, kesemuaanya merupkan satu gumpalan yang terdiri dari neutron. Gumpalan itulah yang meledak yang dikenal dengan istilah Big Bang.
Nah,
inilah agaknya yang diisyaratkan oleh Al-Qur’an dengan memerintahkan orang-orang yang tidak percaya untuk mengamati dan mempelajari alam semesta yang tadinya padu itu, kemudian dipisahkanoleh-Nya. Pengamatan tersebut diharapkan dapat mengantarkan mereka kepada keimanan akan keesaan dan ke maha kuasaan Allah SWT.[19]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
a.
Kata
“I’jaz” diambil dari kata kerja “a’jaza-i “jaz” yang berarti melemahkan atau menjadikan tidak
mampu. Mukjizat didefinisikan oleh pakar agama Islam antara lain, sebagai suatu
hal atau peristiwa luar biasa yang terjadi melalui seorang yang mengaku
nabi,sebagai bukti kenabiannya yang ditantangkan kepada yang ragu,untuk
melakukan atau mendatangkan hal serupa,tetapi mereka tidak mampu melayani
tantangan itu.
b.
Segi
kemukjizatan Al-Qur`an dari Sisi Bahasa mencakup Tiga poin sebagai berikut:
1)
Susunan
kata dan Kalimat Al-Qur`an
2)
Keseimbangan
Redaksi Al-Qur`an
3)
Ketelitian
Redaksi Al-Qur`an
c.
Di
dalam Al-Qur’an Allah SWT sangat banyak menyatakan firman-Nya yang mengandung
tentang pemberitaan ghaib. Yang di tujukan kepada hamba-Nya sebagai
pembelajaran tentang kekuasaan-Nya yang tidak hanya nampak pada alam nyata
sekalipun. Sebagai contoh adalah pemberitaan tenggelam dan selamatnya badan
Fir’un.
d.
Sebagaimana
telah kami sebutkan, di dalam Al-Qur’an tentu banyak mengandung tentang hal-hal
yang bersifat keilmuan. Dan pernyataan-pernyataan keilmuan tersebut terkadang
hanya disebutkan hanya berupa isyarat, dan masih diperlukan pemikiran dan
penelitian mendalam tentang pernyataan tersebut, yang tentunya menyatakan
begitu luasnya ruang lingkup Al-Qur’an dalam segi aspek manapun, dan
menunjukkan bahwa Mu’jizat Al-Qur’an tersebut begitu tinggi. Sebagai contoh adalah
Ihwal Kejadian Alam Semesta yang menyebabkan banyak ilmuan ilmuan yang
takjub setelah melakukan penelitian terhadap pernyataan yang tercantum di dalam
Al-Qur’an.
B. Saran
Besar harapan kami, semoga makalah ini dapat bermanfaat dan
menambah wawasan kita semua sebagai mahasiswa. Serta meningkatkan kecintaan dan
sebagai pendorong daya tarik kita dalam memahami tentang apa saja keistemewaan
yang terdapat dalam Al-Qur’an. Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang
membangun sangat kami harapkan sebagai perbaikan dalam penyusunan makalah
berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Asy-Sya’rawi, Mutawalli. Mukjizat Al-Qur’an, terj.,
(Surabaya: Bungkul Indah, 1995)
Shihab ,Quraish. Perspektif Baru Ilmu Al-Qur’an, (Bandung:
Pustaka Hidayah, 1994)
Husain, Said Agil Al-Munawwar. I’jaz Al-Qur’an dan Metodologi
Tafsir, (Semarang: Dina Putra, 1984)
Al-Qaththan, Manna’. Mabahits fi Ulum Al-Quran, (Mansyurat
Al-Ashr Al-Hadis, 1973)
Nasution, Harun. Ensiklopedia Islam Indonesia, (Djambatan:
Jakarta, 1992)
Shihab, Quraish. Mukjizat Al-Qur’an. (Bandung : Mizan
Pustaka, 2007)
[1]. Syaikh Mutawalli Asy-Sya’rawi. Mukjizat Al-Qur’an,
terj., (Surabaya: Bungkul Indah, 1995), hlm. 3.
[2]. Harun Nasution. Ensiklopedia Islam Indonesia,
(Djambatan: Jakarta, 1992), hlm. 794-795.
[3]. Quraish Shihab. Perspektif Baru Ilmu
Al-Qur’an, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1994), hlm. 10.
[4]. M.Quraish Shihab. Mukjizat Al-Qur`an,
(Bandung: Mizan, 1997), hlm.25
[5]. Ibid, hlm.25
[6]. Said Agil Husain Al-Munawwar. I’jaz Al-Qur’an
dan Metodologi Tafsir, (Semarang: Dina Putra, 1984), hlm. 1
[7]. Manna’ Al-Qaththan. Mabahits fi Ulum Al-Quran,
(Mansyurat Al-Ashr Al-Hadis, 1973), hlm. 259
[8]. Ibid, Hlm. 24-25
[9]. Ibid, hlm.
137
[17]. Ibid, hlm. 208.
[18]. Ibid, hlm.175.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar