Rabu, 01 April 2020

Makalah Ulumul Qur'an (I'jazul Qur'an)



Dosen Pembimbing
Ulumul Qur’an
Khalilurrahman, M.Pd

I’Jazul Qur’an
OLEH : KELOMPOK 5

NAMA


NPM
Ahmad Akif Azhari
:
18.12.4423
Ahmad Khairani
:
18.12.4426
Muhammad Badali
:
18.12.4521
Muhammad Dahlan Habibi
:
18.12.4522
Muhammad Mirwan
:
18.12.4536
Siti Zalekha
:
18.12.4613

INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM
FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
MARTAPURA
2019



KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan taufik dan hidayah-Nya jualah kami mampu menyelesaikan makalah Ulumul Qur’an yang berjudul “I’jazul Qur’an”.Sholawat dan salam senantiasa kita curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, beserta seluruh keluarga beliau, sahabat-sahabat beliau, dan para pemgikut beliau dari dulu, sekarang dan masa akan datang.
Di dalam penyajian makalah ini, kami berusaha menyajikan dalam bentuk yang sederhana, agar mudah dalam menelaah dan memahaminya. Kami berharap dapat bermanfaat tidak hanya untuk penyusun pada khususnya, tetapi pembaca pada umumnya.
Kami menyadari keterbatasan yang terdapat di dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, kami berharap kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak, terutama dari bapakKhalilurrahman, M.Pd, sebagai dosen pembimbing mata kuliah Ulumul Qur’an demi menyempurnakan isi, cara penulisan, dll.
Akhir kata, kami ucapkan terimakasih kepada para penerbit dan pengarang buku, serta situs internet dalam mengikat pembahasan yang bersentuhan langsung dengan topik yang kami susun.


                                                              Martapura, 09-April-2019
                                                                   Penulis :


                                                                       Kelompok  5




DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................. I
DAFTAR ISI........................................................................................... II

BAB I             PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................. 1
C. Tujuan Penulisan................................................... 2

BAB II            PEMBAHASAN
A. Pengertian I’jaz Al-Qur’an................................... 3
B. Kemukjizatan Al-Qur`An Dari Sisi Bahasa......... 4
C. Pemberitaan Ghaib Dalam Al-Qur`An................. 7
D. Isyarat – Isyarat Ilmiah Al-Qur’an................... ... 8

BAB III          PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................... 10
B. Saran.................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
            Salah satu objek penting lainnya dalam kajian ‘Ulum Al-Qur’an adalah perbincangan mengenai mukjizat. Persoalan mukjizat, terutama mukjizat Al-Qur’an, sempat menyeret para teolog klasik dalam perdebatan yang berkepanjangan, terutama antara para teolog dari kalangan Mu’tazilah dengan para teolog dari kalangan Ahlussunnah mengenai konsep “Shirfah” sebagaimana yang akan diterangkan lebih lanjut.
            Suatu umat yang tinggi pengetahuannya dalam ilmu kedokteran, misalnya, tidak wajar dituntun dan diarahkan dengan mukjizat dalam ilmu tata bahasa. Begitu pula sebaliknya. Tuntunan dan pengarahan yang ditunjukkan kepada suatu umat harus berkaitan dengan yang mereka ketahui. Tujuannya adalah tuntunan dan pengarahan Allah itu bermakna. Di situlah, letak nilai mukjizat yang telah diberikan kepada para nabi.[1]
            Setiap Nabi yang diutus Allah selalu dibekali mukjizat. Di antara fungsi mukjizat adalah meyakinkan manusia yang ragu dan tidak percaya terhadap apa yang dibawa oleh nabi tersebut. Mukjizat ini selalu dikaitkan dengan perkembangan dan keahlian masyarakat yang dihadapi tiap-tiap nabi.[2]
            Pada hakikatnya, setiap mukjizat bersifat menantang, baik secara tegas atau tidak. Oleh karena itu, tantangan tersebut harus dipahami dan dimengerti oleh orang-orang yang ditantangnya. Oleh karena itu pula, jenis mukjizat yang diberikan kepada para nabi selalu disesuaikan dengan keahlian masyarakat yang dihadapinya dengan tujuan sebagai pukulan yang mematikan bagi masyarakat yang ditantang tersebut.[3]
B.  Rumusan Masalah
a.       Apa pengertian I`jaz Al-Qur`an ?
b.      Apa Saja Segi Kemukjizatan Al-Qur`an dari Sisi Bahasa ?
c.       Apa Saja Pemberitaan Ghaib yang terdapat di dalam Al-Qur`an ?
d.      Apa Saja Isyarat-isyarat Ilmiah yang terdapat di dalam Al-Qur`an ?
C.  Tujuan Penulisan
a.       Untuk mengetahui Pengertian I`jaz Al-Qur`an.
b.      Untuk mengetahui Segi Kemukjizatan Al-Qur`an dari Sisi Bahasa.
c.       Untuk mengetahui Pemberitaan Ghaib yang terdapat di dalam Al-Qur`an.
d.      Untuk mengetahui Isyarat-isyarat Ilmiah yang terdapat di dalam Al-Qur`an.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN I’JAZ AL-QUR’AN
Kata “I’jaz” diambil dari kata kerja “a’jaza-i “jaz”  yang berarti melemahkan atau menjadikan tidak mampu. “ini sejalan dengan firman Allah:
...اًعَجَزْتَ اَنْ اَكُوْنَ مِثْـلَ هَـذَا اْلغُـرَابِ فَأُوَارِيَ سَوْاَةَ اَخِيْ....{ المائدة : ٣١ }
“mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini,lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?”. (Q.S. Al-Ma’idah (5):31)
Pelakunya dinamai mukjiz dan bila kemampuannya melemahkan pihak umat menonjol sehingga mampu membungkamkan lawan,ia dinamai “mukjizat”. Tambahan ta’marbhuthah pada akhir kata itu mengandung makna mubalaghah (superlatif).[4]
Mukjizat didefinisikan oleh pakar agama Islam antara lain, sebagai suatu hal atau peristiwa luar biasa yang terjadi melalui seorang yang mengaku nabi,sebagai bukti kenabiannya yang ditantangkan kepada yang ragu,untuk melakukan atau mendatangkan hal serupa,tetapi mereka tidak mampu melayani tantangan itu.[5] Dengan redaksi berbeda,mukjizat didefinisikan pula sebagai sesuatu luar biasa yang diperlihatkan Allah melalui para nabi dan rasul-Nya,sebagai bukti atas kebenaran pengakuan kenabian dan kerasulannya.[6]
Manna’ Al-Qaththan mendefinisikannya demikian:
أَمْرٌخارِقٌ لِلْعَادَةِ مَقْرُوْنٌ بِالتَّحَدِّيْ سَالِمٌ عَنِ الْمُعَارَضَةِ
“Suatu kejadian yang keluar dari kebiasaan, disertai dengan unsur tantangan, dan tidak akan dapat ditandingi.”[7]
Unsur-unsur yang terdapat pada mukjizat, sebagaimana dijelaskan oleh Quraish Shihab, adalah :[8]
1. Hal atau peristiwa yang luar biasa
2. Terjadi atau dipaparkan oleh seseorang yang mengaku nabi
3. Mengandung tantangan terhadap yang meragukan kenabian
4. Tantangan tersebut tidak mampu atau gagal dilayani.

B.     KEMUKJIZATAN AL-QUR`AN DARI SISI BAHASA
a.      Susunan Kata dan Kalimat Al-Qur`an
Beberapa hal tersebut, antara lain menyangkut:
1. Nada dan Langgam
Jika Anda mendengar ayat-ayat Al-Quran, hal pertama yang terasa di telinga adalah nada dan langgamnya. Ayatayat Al-Quran walaupun-sebagaimana ditegaskan-Nya--bukan syair atau puisi, terasa dan terdengar mempunyai keunikan dalam irama dan ritmenya.
2. Singkat dan Padat
Tidak mudah menyusun kalimat singkat tetapi sarat makna, karena pesan yang banyak-apabila tak pandai memilih kata dan menyusunnya memerlukan kata yang banyak pula. Ia bagaikan berlian yang memancarkan cahaya dari setiap sisinya. Baiklah kita mengambil satu ayat singkat, yaitu firman Allah dalam Surah Al-Baqarah (2): 212.
(a) Allah memberikan rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa ada yang berhak mempertanyakan kepada-Nya mengapa Dia memperluas rezeki kepada seseorang dan mempersempit yang lain.
(b) Allah memberikan rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa Dia (Allah) memperhitungkan pemberiaan itu (karena Dia Mahakaya, sama dengan seorang yang tidak memedulikan pengeluarannya).
(c) Allah memberikan rezeki kepada seseorang tanpa yang diberi rezeki tersebut dapat menduga kehadiran rezeki itu.
3. Memuaskan para pemikir dan orang kebanyakan

                                                                                    
Seorang awam akan merasa puas dan memahami ayat-ayat Al-Quran sesuai dengan keterbatasannya, tetapi ayat yang sama dapat di pahami dengan luas oleh filosof dalam pengertian baru yang tidak terjangkau oleh kebanyakan.
4. Memuaskan Akal dan Jiwa
Al-Quran mempunyai kemampuan menggabungkan kepuasan akal dan jiwa. Oleh karena itu, ketika berbicara tentang sesuatu-hukum, misalnya-redaksi yang digunakannya tidak “kaku” sebagaimana halnya redaksi pakar-pakar hukum. Al-Quran menguraikan ketetapan hukum itu dengan argumentasi logika dan dengan gaya bahasa yang berbeda-beda.
5. Keindahan dan Ketepatan Makna.
Tidak mudah menjelaskan keindahan bahasa Al-Quran bagi yang tidak memiliki rasa bahasa Arab atau-paling tidak-pengetahuan tentang tata bahasanya. Jika membuka Surah Az-Zumar ayat 71, Maka akan menemukan uraian tentang orang-orang kafir dan Mukmin yang diantar oleh para malaikat ke neraka dan surga. Kemudian bandingkan dengan ayat 73 dalam surah yang sama.
Maka dapat di lihat bahwa masing-masing digambarkan dengan kalimat yang serupa kecuali penyebutan nama kelompok mereka, tempat yang mereka huni, serta ucapan para malaikat penjaga neraka dan surga.[9]
b.      Keseimbangan Redaksi Al-Qur’an
a)      Keseimbangan Antara Jumlah Bilangan Kata dan Antonimnya. Misalnya:
الحياة  (al-hayah/kehidupan) dan الموت (al-maut/ kematian) Masing-masing sebanyak 145 kali.[10]
b)      Keseimbangan Jumlah Bilangan Kata dengan Sinonim atau Makna yang Dikandungnya. Misalnya:
الحرث (al-harts/ membajak [sawah]) dan الزراعة (az-zira’ah/ bertani) masing-masing 14 kali.[11]
c)      Keseimbangan Antara Jumlah Bilangan Kata dengan Jumlah Kata Yang Menunjukan Kepada Akibatnya. Misalnya:
الانفاق (al-infaq/ menafkahkan) dan الرضا (ar-ridha/ kerelaan) masing-masing 73 kali.[12]
d)      Keseimbangan Antara Jumlah Bilangan Kata dan Kata Penyebabnya. Misalnya:
الاسراف (al-israf/ pemborosan) dan السرعة (as-sur’at/ ketergesa-gesaan) masing-masing 23 kali.
e)      Keseimbangan Khusus. Misalnya:
Kata اليوم (yaum/ hari) dalam bentuk tunggal, sejumlah 365 kali, sebanyak hari-hari dalam setahun. Sedangkan kata hari yang menunjukkan jamak أيام (ayyam) dan dua (يومين / yaumain), jumlah keseluruhannya hanya tiga puluh, sejumlah hari-hari dalam sebulan. Di sisi lain kata yang berarti “bulan” أشهر --- شهر  (syahr/ asyhur) hanya terdapat dua puluh kali, sejumlah bulan dalam setahun.[13]
c.       Ketelitian Redaksi Al-Quran
Seperti dikemukakan dalam bagian yang lalu, Al-Quran sangat teliti dalam pemilihan kosa katanya. Sering kali pemilihan tersebut-pada pandangan pertama-tampak ganjil, bahkan boleh jadi dinilai menyalahi kaidah kebahasaan, atau tidak sejalan dengan bahasa yang baik dan benar. Berikut ini akan dikemukakan contoh.
Kata  طفل(thifl) yang berarti “anak” dalam bentuk tunggal ditemukan dalam Al-Quran pada tiga ayat. Tetapi, apabila diamati secara cermat ditemukan bahwa ayat-ayat tersebut, walaupun menggunakan bentuk tunggal, yang dimaksudkan adalah “'anak-anak” (bentukjamak). Perhatikan firman-Nya dalam Surah Ghafir [40]: 67.
Demikian juga halnya dalam surah Al-Hajj (22):5. Bahkan dalam surah An-Nur (24):31 lebih jelas lagi, karena kata sebelum dan sesudahnya berbentuk jamak, tetapi kata thifl tetap berbentuk tunggal.[14]


C.    PEMBERITAAN GHAIB DALAM AL-QUR`AN
Berita tentang Tenggelam dan Selamatnya Badan Fir’aun
            Allah Swt. menguraikan kisah Musa dan Fir’aun di dalam Al-Quran sekitar tiga puluh kali, suatu kisah yang tidak dikenal masyarakat ketika itu, kecuali melalui Kitab Perjanjian Lama. Tetapi ada satu hal yang menakjubkan adalah bahwa Nabi Muhammad Saw., melalui Al-Quran, telah mengungkap suatu perincian yang sama sekali tidak diungkap oleh kitab manapun sebelumnya, bahkan tidak diketahui kecuali yang hidup pada masa peristiwa tersebut, yaitu pada abad kedua belas SM atau sekitar 3.200 tahun yang lalu.
وجاوزنا ببني إسرائيل البحر فأتبعهم فرعون وجنوده بغيا وعدوا  حتى إذا أدركه الغرق قال أمنتُ أنه لااله الا الذي أمنتْ به بنوا إسرائيل وأناْ من المسلمين(٩٠) ألئن وقد عصيت قبل وكنت من المفسدين (٩١) فاليوم ننجيك ببدنك لتكون لمن خلفك اية  وإن كثيرا من الناس عن آياتنا لغافلون (٩٢)
            Dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut. Mereka pun diikuti oleh Fir’aun dan tentaranya, karena mereka hendak menganiaya dan menindas (Bani Israil). Ketika Fir’aun telah hampir tenggelam berkatalah dia, “Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang disembah oleh Bani Israil dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada-Nya).” (Allah menyambut ucapan Fir’aun ini dengan berfirman), “Apakah sekarang (baru kamu percaya) padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu dan kamu termasuk orang-orang yang sberbuat kerusakan. Hari ini Kami selamatkan badanmu, supaya kamu menjadi pelajaran bagi (generasi) yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami”. (Q.S. Yunus [10]: 90-92)
            Yang perlu digarisbawahi dalam konteks pembicaraan disini adalah  firman-Nya, “Hari ini Kami selamatkan badanmu, agar engkau menjadi pelajaran bagi generasi yang datang sesudahmu.”[15]
            Kebanyakan orang tahu bahwa Fir’aun tenggelam di Laut Merah ketika mengejar Nabi Musa dan kaumnya, tetapi menyangkut keselamatan badannya dan menjadi pelajaran bagi generasi sesudahnya merupakan satu hal yang tidak diketahui siapapun pada masa Nabi Muhammad bahkan tidak disinggung oleh Perjanjian Lama dan Baru.[16]
            Sekali lagi pada masa turunnya Al-Quran lima belas abad yang lalu, tidak seorang pun yang mengetahui di mana sebenarnya penguasa yang tenggelam itu berada, dan bagaimana pula kesudahan yang dialaminya. Namun pada 1896, purbakalawan Loret, menemukan jenazah tokoh tersebut dalam bentuk mumi di Wadi Al-Muluk (Lembah para Raja) berada di daerah Thaba, Luxor, di seberang Sungai Nil, Mesir. Kemudian pada 8 Juli 1907, Elliot Smith membuka pembalut-pembalut mumi itu dan ternyata badan Fir‘aun tersebut masih dalam keadaan utuh. Kepala dan lehernya terbuka, bagian-bagian badannya masih tertutup dengan kain dan kesemuanya diletakkan dalam satu peti berkaca yang memungkinkan para pengunjung melihatnya dengan jelas.
Betapa ia tidak menunjukkan kebenarannya, sedangkan informasi tentang diselamatkannya badan Fir‘aun untuk menjadi pelajaran bagi generasi sesudahnya terbukti dengan sangat jelas. Sayang pada sekitar tahun 1985, Pemerintah Mesir menutup kamar tempat penyimpan mumi itu untuk umum, karena rupanya pengaruh udara dari luar dan polusi yang disebabkan oleh mikro-organisme telah memengaruhi keadaan mumi itu. Namun demikian, kebenaran pemberitaan gaib Al-Quran telah dapat dibuktikan.[17]

D.    ISYARAT – ISYARAT ILMIAH AL-QUR’AN
Ihwal Kejadian Alam Semesta
            Al-quran juga mengisyaratkan bahwa langit dan bumi tadinya merupakan satu gumpalan melalui firman-Nya :
أولم ير الذين كفروا أن السماوات و الأرض كانتا رتقا ففتقناهما  وجعلنا من الماء كل شيء حيٍّ  أفلا يؤمنون (٣٠)
          Tidaklah orang-orang  kafir memperhatikan bahwa langit dan bumi tadinya merupakan satu yang padu (gumpalan), kemudian kami memisahkannya dan Kami jadikan dari air segala yang hidup. Mengapa mereka tidak juga beriman ? (QS Al-Anbiya : 30 )
            Al-qur’an tidak menjelaskan bagaimana terjadinya pemisahan itu, tetapi apa yang  dikemukakan tentang keterpaduan alam raya kemudian pemisahannya tersebut dibenarkan oleh observasi ilmuan.[18]
            Observasi Edwin P.Hubble (1889-1953) melalui teropong bintang raksasa pada 1929 menunjukkan bahwa adanya pemuaian alam semesta. Ini berarti bahwa alam semesta berekspansi (sejalan dengan apa yang tersebut dalam surah Adz- Dzariyat : 47 )  bukannya statis seperti dugaan yang dikemukakan oleh Einstein (1904-1968).
            Ekspansi itu menurut George Gamow melahirkan sekitar seratus miliar galaksi yang masing-masing rata-rata memiliki 100 miliar bintang. Tetapi, sebelumnya, apabila ditarik kebelakang, kesemuaanya merupkan satu gumpalan yang terdiri dari neutron. Gumpalan itulah yang meledak yang dikenal dengan istilah Big Bang.
            Nah, inilah agaknya yang diisyaratkan oleh Al-Qur’an dengan memerintahkan orang-orang yang tidak percaya untuk mengamati dan mempelajari alam semesta yang tadinya padu itu, kemudian dipisahkanoleh-Nya. Pengamatan tersebut diharapkan dapat mengantarkan mereka kepada keimanan akan keesaan dan ke maha kuasaan Allah SWT.[19]



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
a.       Kata “I’jaz” diambil dari kata kerja “a’jaza-i “jaz”  yang berarti melemahkan atau menjadikan tidak mampu. Mukjizat didefinisikan oleh pakar agama Islam antara lain, sebagai suatu hal atau peristiwa luar biasa yang terjadi melalui seorang yang mengaku nabi,sebagai bukti kenabiannya yang ditantangkan kepada yang ragu,untuk melakukan atau mendatangkan hal serupa,tetapi mereka tidak mampu melayani tantangan itu.
b.      Segi kemukjizatan Al-Qur`an dari Sisi Bahasa mencakup Tiga poin sebagai berikut:
1)      Susunan kata dan Kalimat Al-Qur`an
2)      Keseimbangan Redaksi Al-Qur`an
3)      Ketelitian Redaksi Al-Qur`an
c.       Di dalam Al-Qur’an Allah SWT sangat banyak menyatakan firman-Nya yang mengandung tentang pemberitaan ghaib. Yang di tujukan kepada hamba-Nya sebagai pembelajaran tentang kekuasaan-Nya yang tidak hanya nampak pada alam nyata sekalipun. Sebagai contoh adalah pemberitaan tenggelam dan selamatnya badan Fir’un.
d.      Sebagaimana telah kami sebutkan, di dalam Al-Qur’an tentu banyak mengandung tentang hal-hal yang bersifat keilmuan. Dan pernyataan-pernyataan keilmuan tersebut terkadang hanya disebutkan hanya berupa isyarat, dan masih diperlukan pemikiran dan penelitian mendalam tentang pernyataan tersebut, yang tentunya menyatakan begitu luasnya ruang lingkup Al-Qur’an dalam segi aspek manapun, dan menunjukkan bahwa Mu’jizat Al-Qur’an tersebut begitu tinggi. Sebagai contoh adalah Ihwal Kejadian Alam Semesta yang menyebabkan banyak ilmuan ilmuan yang takjub setelah melakukan penelitian terhadap pernyataan yang tercantum di dalam Al-Qur’an.

B. Saran
            Besar harapan kami, semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan kita semua sebagai mahasiswa. Serta meningkatkan kecintaan dan sebagai pendorong daya tarik kita dalam memahami tentang apa saja keistemewaan yang terdapat dalam Al-Qur’an. Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan sebagai perbaikan dalam penyusunan makalah berikutnya.



DAFTAR PUSTAKA

Asy-Sya’rawi, Mutawalli. Mukjizat Al-Qur’an, terj., (Surabaya: Bungkul Indah, 1995)

Shihab ,Quraish. Perspektif Baru Ilmu Al-Qur’an, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1994)

Husain, Said Agil Al-Munawwar. I’jaz Al-Qur’an dan Metodologi Tafsir, (Semarang: Dina Putra, 1984)

Al-Qaththan, Manna’. Mabahits fi Ulum Al-Quran, (Mansyurat Al-Ashr Al-Hadis, 1973)

Nasution, Harun. Ensiklopedia Islam Indonesia, (Djambatan: Jakarta, 1992)

Shihab, Quraish. Mukjizat Al-Qur’an. (Bandung : Mizan Pustaka, 2007)



[1]. Syaikh  Mutawalli Asy-Sya’rawi. Mukjizat Al-Qur’an, terj., (Surabaya: Bungkul Indah, 1995), hlm. 3.
[2]. Harun Nasution. Ensiklopedia Islam Indonesia, (Djambatan: Jakarta, 1992), hlm. 794-795.
[3]. Quraish Shihab. Perspektif Baru Ilmu Al-Qur’an, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1994), hlm. 10.
[4]. M.Quraish Shihab. Mukjizat Al-Qur`an, (Bandung: Mizan, 1997), hlm.25
[5]. Ibid, hlm.25
[6]. Said Agil Husain Al-Munawwar. I’jaz Al-Qur’an dan Metodologi Tafsir, (Semarang: Dina Putra, 1984), hlm. 1
[7]. Manna’ Al-Qaththan. Mabahits fi Ulum Al-Quran, (Mansyurat Al-Ashr Al-Hadis, 1973), hlm. 259
[8]. Ibid, Hlm. 24-25
[9].  Ibid, hlm. 137
[10]. Ibid.  hlm. 145
[11].Ibid , hlm. 146
[12]. Ibid, hlm. 146
[13]. Ibid, hlm. 147
[14]. Ibid, hlm. 149
[15]. Ibid, hlm. 206
[16]. Ibid, hlm. 206.
[17]. Ibid, hlm. 208.
[18]. Ibid, hlm.175.
[19]. Ibid, hlm.176.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar