Dosen
Pembimbing
| |
Tafsir Tarbawi
|
Mardhiya
Agustina, M.Pd
|
KEWAJIBAN
BELAJAR MENGAJAR
SURAT
AL-ANKABUT/ 29 : 19
Oleh :
NAMA
|
NPM
|
Muhammad
Mirwan
|
18.12.4536
|
INSTITUT AGAMA
ISLAM DARUSSALAM MARTAPURA
FAKULTAS
TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
2019
- PENDAHULUAN
Belajar mengajar adalah suatu
kewajiban yang harus dilakukan oleh seorang muslim untuk memanfaatkan anugerah
Allah swt. yaitu akal. Karena akal lah yang membedakan antara manusia dengan
makhluk lain. Disini kami akan memaparkan sebuah makalah yang membahas tentang
kewajiban belajar mengajar yang terdapat di dalam surat Al-Ankabut ayat 19.
- PEMBAHASAN
1.
AYAT AL-QUR’AN
أَوَ لَمْ يَرَوْا كَيْفَ
يُبْدِئُ اللهُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيْدُهُ ۚ إِنَّ ذٰلِكَ عَلَى اللهِ يَسِيْرٌ (۱۹)
2.
TENTANG SURAH & TERJEMAH
Surah Al-‘Ankabut
adalah surah ke-29 dalam al-Qur’an. Surah ini terdiri atas 69 ayat serta
termasuk golongan surah-surah Makkiyah.
Adapun terjemahan dari ayat diatas adalah sebagai
berikut:
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana Allah
menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian mengulanginya kembali.
Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”. (Q.S. Al-Ankabuut :
19)
3.
TERJEMAH PERKATA
Melihat
|
يرى
|
Bagaimana
|
كيف
|
Memulai
|
يبدئ
|
Makhluk
|
الخلق
|
Kemudian
|
ثم
|
Mengulangi
|
يعيد
|
Mudah
|
يسير
|
4.
TAFSIR
(أَوَ لَمْ يَرَوْا) “Dan
apakah mereka tidak memperhatikan” bisa dibaca dengan huruf
ya’ dan dibaca dengan huruf ta’ “kamu
melihat” maksudnya memperhatikan.[1]
Kata
(يروا) yarau terambil dari kata (رأى) ra’a yang dapat berarti melihat dengan
mata kepala atau mata hati/ memikirkan atau memperhatikan. Sementara ulama
antara lain Thabathaba’i memahami kata tersebut dalam arti dengan mata hati/
memikirkan bukan melihat dengan mata kepala. Tetapi ulama lain seperti Thahir
Ibn ‘Asyur memahaminya dalam kedua makna di atas. Kejadian manusia dan
kematiannya atau munculnya tumbuhan dan layunya, dapat terlihat sehari-hari
dengan mata kepala manusia yang mau melihatnya. Demikian juga ia dapat
dipikirkan dan direnungkan oleh siapa pun, walau tidak melihatnya dengan mata
kepala.[2] (كَيْفَ يُبْدِئُ اللهُ الْخَلْقَ ثُمَّ ) “bagaimana
Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian”
. Dibaca dengan dhommah pada huruf pertamanya ( يُبْدِئُ
) dari
kata بدأ dan أبدأ dengan
satu makna, yaitu Allah menciptakan mereka dari awal.[3] Allah Yang memulai
penciptaan dipahami dalam arti “Dia Ynag menciptakan segala sesuatu pertama
kali dan tanpa contoh sebelumnya.” Ini mengandung arti bahwa Allah ada sebelum
adanya sesuatu. Dia yang mencipta dari tiada, maka wujudlah segala sesuatu yang dikehendaki-Nya.
Sementara ulama membatasi kata (الخلق) al-khalq pada ayat ini dalam pengertian
manusia. Ini karena mereka memahami kata (يعيده) yu’iduhu/
mengulanginya yakni mengembalikan manusia hidup kembali di akhirat setelah
kematiannya di dunia ini. Tetapi bila kita memahami al-khalq dalam arti
semua ciptaan, maka kata mengembalikannya/ mengulanginya dapat diartikan
menciptakan kembali sesuatu yang lain dan serupa dengan apa yang telah tiada
atau binasa. Ulama yang memahami ayat ini sebagai penekanan tentang keniscayaan
hari Kiamat dan kebangkitan manusia untuk diadili Allah, enggan memahaminya
kecuali dalam arti mengembalikan manusia yang telah mati itu hidup
kembali untuk mempertanggungjawabkan segala amalnya.[4] (إِنَّ
ذٰلِكَ) “Sesungguhnya hal
itu”, yakni penciptaan pertama dan kedua tersebut (عَلَى
اللهِ يَسِيْرٌ) “adalah mudah bagi Allah.” Jadi,
bagaimana mungkin mereka mengingkari penciptaan yang kedua?[5]
Sebagian ulama
memandang ayat ini ditujukan kepada penduduk Mekkah yang tidak mau beriman
kepada Rasulullah. Tetapi jumhur mufasir berpendapat bahwa ayat ini masih
merupakan rangkaian dari peringatan Nabi Ibrahim kepada kaumnya. [6]
Allah
SWT. berfirman mengabarkan tentang Nabi Ibrahim as. yang memberi wejangan kepada kaumnya bahwa Hari
Kebangkitan yang selama ini mereka dustakan adalah sebuah kenyataan yang pasti
terjadi. Nabi Ibrahim mengajukan dalil tentang ketetapannya dengan merujuk
kepada perenungan terhadap proses terciptanya diri mereka sendiri setelah
sebelumnya mereka tidak menjadi apa-apa. Lalu mereka tercipta menjadi sosok
manusia yang dapat mendengar dan melihat. [7]
Sebagaimana penciptaan mereka dari sebelumnya tidak
ada sama sekali, kemudian pemberian pendengaran, penglihatan dan hati kepada
mereka, berbuatnya mereka di dalam kehidupan hingga waktu tertentu, kemudian kematian mereka sesudah
itu.[8]
Dzat Yang Mahakuasa dalam menciptakan proses awal penciptaan manusia ini, tentu
Mahakuasa pula untuk mengembalikan manusia ke wujud semula, setelah tadinya
menjadi makhluk yang hancur tidak berbentuk.[9]
5. Analisis serta Keterkaitan Dengan Fenomena Yang Terjadi
Sekarang
Dari penjelasan diatas maka ayat 19 menyebutkan, Allah adalah
pendidik yang memberitahukan bahwa diciptakan manusia dari permulaan kemudian
mengulangimya (kembali).[10]
Apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana Allah memulai
penciptaan, Dia ciptakan dari bayi, kemudian anak-anak, kemudian remaja,
kemudian dewasa atau tua renta.[11]
Adapun ideologi
pendidikan yang terkandung dalam ayat ini adalah sumber ilmu yang paling mudah
dan paling sering kita temui adalah diri kita sendiri, bagaimana kita
diciptakan dari yang asal nya tidak ada menjadi ada kemudian dimatikan kembali
dan dihidupkan lagi oleh Allah. Proses penciptaan manusia paling awal saja bagi
Allah adalah suatu yang sangat mudah , apalagi menciptakan untuk yang kedua
kali. Metode belajar pun sudah dipaparkan di atas dengan kalimat (يروا)
yaitu melihat dengan mata dan berpikir dengan hati.
Kemudian fenomena
yang sedang terjadi sekarang dan hal itu dapat kita kaitkan dengan ayat ini
adalah lupanya kebanyakan manusia sekarang akan adanya hari kebangkitan setelah
mereka meninggal dunia. Hal itu dibuktikan dengan rakusnya mereka dalam mencari
hal-hal yang berbau keduniawian, seperti halnya bekerja tanpa lelah hingga lupa
ibadah. Nah, disinilah peran penting seorang guru untuk menanamkan nilai-nilai
agama yang kuat selama proses belajar mengajar berlangsung.
- KESIMPULAN
Dalam ayat ini diberitakan dengan jelas bahwa Allah
menciptakan manusia tanpa contoh sebelumnya. Hal ini merupakan salah satu tanda
kebesaran Tuhan yang sering luput dari pemikiran manusia. Dalam ayat ini pula
kita diperintah Allah untuk belajar memikirkan bagaimana sesuatu yang begitu
sulit yaitu menciptakan sesuatu tanpa contoh sebelumnya menjadi sangat mudah
bagi Allah. Yang asalnya tidak ada menjadi ada kemudian tiada lagi. Sangat
pentingnya belajar mengajar membuat hal tersebut menjadi sebuaah kewajiban bagi
setiap muslim sebagaimana seperti yang telah disabdakan oleh Nabi Muhammad saw.
bahwa Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim. (HR. Ibnu Majah)
DAFTAR PUSTAKA
Al-mahalli,
Jalaluddin dan Imam Jaluddin as-suyuti, Tafsir Jalalain, Jilid 2, Surabaya: eLBA, 2015.
Al-Maraghi,
Ahmad Musthafa. Terjemah Tafsir Al-Maraghi, Juz 20. Semarang: Karya Thoha Putra. 1993.
Departemen
Agama RI. Al-Qur’an dan Tafsirnya. Jakarta: Lentera Abadi, 2010.
Katsir,
Ibnu. Shahih Tafsir Ibnu Katsir. Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2012.
Rumondor,
Prasetyo. “Urgensi Belajar Mengajar”. Studi Surah Al-Ankabut Ayat 19-20. No.1 2018)
Shihab,
M. Quraish. Tafsir Al-Mishbah, Jilid 7 Jakarta : Lentera Hati. 2002.
[1] Jalaluddin Al-mahalli
dan Imam Jaluddin as-suyuti, Tafsir Jalalain, Jilid 2, Surabaya: eLBA,
2015. Hal. 797
[6] Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Tafsirnya. Jakarta:
Lentera Abadi, 2010. Hal. 380
[8] Al-Maraghi, Ahmad Musthafa. Terjemah tafsir Al-Maraghi Juz 20.
Semarang: Karya Thoha Putra. 1993. Hal. 220-222
[10] Rumondor, Prasetyo. “Studi Surah Al-Ankabut Ayat 19-20”. Urgensi Belajar Mengajar. No.1 (2018) hal. 497
[11] Rumondor, Prasetyo. “Studi Surah Al-Ankabut Ayat 19-20”............
hal. 495